Kabar Trenggalek - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyatakan pencabutan 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diumumkan oleh Presiden Jokowi tidak perlu diapresiasi. Alasannya, pencabutan ribuan IUP itu tidak didasari dan tidak menyentuh perusahaan pemegang IUP yang melakukan tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan, Minggu (09/01/2022).“Pencabutan izin tersebut sama sekali tidak didasarkan pada masalah dan derita rakyat selama ini. Seperti korupsi izin, banjir, longsor, tambang yang merampas tanah rakyat, merebut wilayah tangkap nelayan, merusak dan menghancurkan pulau-pulau kecil yang sejatinya dilarang untuk ditambang,” ujar Muh. Jamil, Divisi Hukum JATAM Nasional.Pada Kamis (06/01/2022), Presiden Jokowi mengumumkan pencabutan 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Indonesia. Presiden Jokowi mengklaim, jika pencabutan IUP itu terkait upaya pemerintah untuk terus memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar terjadi pemerataan, transparan, dan adil untuk mengoreksi ketimpangan ketidakadilan dan kerusakan alam.
Baca juga: Jokowi Berkunjung ke Trenggalek, Warga Kampak Suarakan Tolak Tambang EmasTapi, lanjut Jamil, kebijakan pencabutan izin tambang oleh Presiden Jokowi juga tidak menyentuh perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang memiliki rekam jejak buruk selama ini.Dalam rilis JATAM pada Jumat (07/12/2022), tambang batu bara terbesar di indonesia saat ini, PT Kaltim Prima Coal (KPC), yang terhubung dengan Aburizal Bakrie (petinggi Golkar), mengintimidasi dan menggusur warga Dayak Basap di Desa Keraitan kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. PT KPC juga diketahui menambang jalan umum di ruas jalan penghubung Bengalon-Sangata yang secara aturan tidak dibolehkan.“Padahal tambang-tambang ini paling banyak jadi penyebab derita rakyat. Yang terbaru misalnya PT KPC kontrak PKP2B-nya berakhir pada 31 Desember kemarin. Tapi tidak ada itu SK [Surat Keputusan] pencabutannya, dan di lapangan PT KPC masih terus menggali batu bara,” jelas Jamil.[caption id="attachment_5299" align=aligncenter width=1280]
Sambut kedatangan Jokowi, warga Kecamatan Kampak suarakan Tolak Tambang Harga Mati/Foto: Dokumentasi warga Kampak[/caption]
Baca juga: Alam Terancam Rusak, Inilah Daftar Desa di Trenggalek yang Masuk Konsesi Tambang Emas PT SMNBerdasarkan data dari JATAM, masih banyak perusahaan pertambangan yang menyengsarakan masyarakat Indonesia, selain PT KPC. Berikut daftarnya:
- PT Adaro Indonesia
PT Adaro Indonesia tercatat pernah merampas tanah ulayat warga di Desa Kasiau, Kabupaten Tabalong, Kalimsntsn Selatan (Kalsel). Perusahaan tambang batu bara raksasa milik keluarga Eric Thohir ini, juga tersandung kasus pengemplangan pajak dan menjadi salah satu perusahaan yang menyebabkan banjir parah di Kalsel tiap tahunnya. Selain keluarga Thohir, nama lain yang tercatat pernah menjadi pemilik saham di PT Adaro Indonesia adalah Sandiaga Uno, mantan calon wakil presiden pada Pemilu 2019 lalu yang kini menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
- PT Multi Harapan Utama (MHU).
PT MHU pada 2016 diketahui melakukan tindak kekerasan berupa pembacokan terhadap seorang pengacara, OS, dan anggota TNI berpangkat mayor, CHK. Konflik diduga karena sengketa lahan. Kasus ini bukan jejak kelam pertama yang berkaitan dengan PT MHU. JATAM mencatat terdapat kasus anak meninggal di lubang tambang PT MHU di Kutai Kartanegara pada 2015 dan serangkaian intimidasi hingga kekerasan terhadap warga dan aktivis anti tambang pada 2016.Airlangga Hartarto, petinggi Golkar yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, sebelumnya tercatat pernah menjabat sebagai komisari di PT MHU. Selain Airlangga, Sandiaga Uno juga tercatat pernah menjadi komisaris di PT MHU pada 2018 lalu.
- PT Adimitra Baratama Nusantara
PT Adimitra Baratama Nusantara adalah anak perusahaan Toba Bara. Akibat aktivitas tambangnya, rumah-rumah warga ambles di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, pada November 2018. Toba Bara merupakan grup perusahaan yang bergerak di bidang energi dan pertambangan diketahui terkait dengan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
Baca juga: Warga Kampak dan Watulimo Bersolidaritas Tolak Tambang Emas TrenggalekJATAM menduga, pencabutan ribuan izin tambang oleh Presiden Jokowi merupakan bagian dari upaya konsolidasi perusahaan tambang dan percepatan pengerukan komoditas tambang. Pencabutan ribuan IUP tersebut tidak didasari penyelamatan lingkungan, serta perlindungan hak warga dan evaluasi atas carut marut proses perizinan tambang.“Pencabutan izin ini jelas dalam rangka untuk mempercepat pengerukan di tapak-tapak tambang. Ditambah lagi ada jaminan proses perizinan yang lebih singkat dan mudah untuk perusahaan yang mau masuk ke konsesi yang sudah dicabut itu,” jelas JATAM dalam rilisnya.Menurut JATAM, para pelaku bisnis pertambangan dalam lingkaran pemerintahan saat ini juga patut diduga akan menjadi pihak yang paling diuntungkan dalam pencabutan izin tambang ini. Hal itu tidak lepas dari berbagai regulasi yang muncul belakangan yang memberikan banyak insentif fiskal dan perizinan.[caption id="attachment_4782" align=aligncenter width=1600]
Warga Kampak kompak menanam pohon dan pasang banner tolak tambang emas/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]
Baca juga: Dampak Tambang Emas, Warga Kampak Harus Siap Hadapi Tanah Longsor dan Banjir Skala BesarJATAM menyebutkan, peraturan seperti Revisi UU Minerba dan UU Cipta Kerja, bisa memberikan karpet merah bagi para oligarki tambang di lingkar kekuasaan untuk masuk dan menguasai konsesi dari ribuan izin yang telah dicabut Presiden Jokowi.“Rangkaian cerita ini jika ditinjau dari aspek regulasi pasca revisi UU Minerba 3/2020 dan UU cipta Kerja 11/2020 yang mengunci segala urusan perizinan pada pemerintah pusat maka akan sangat mudah untuk mengkonsolidasi para pengusaha tambang dilingkar senayan dan Jakarta. Timses Jokowi-Ma'ruf dan Sandi-Prabowo juga mayoritas pengusaha tambang,” tandas Jamil.Hingga berita ini diterbitkan, kabartrenggalek.com belum mendapatkan daftar 2.078 IUP yang dicabut oleh Presiden Jokowi. Data daftar IUP yang sampai saat ini disembunyikan oleh pemerintah, membuat JATAM semakin curiga dengan adanya konsolidasi kepentingan para pelaku bisnis pertambangan dalam lingkaran pemerintahan.Baca juga tulisan lainnya di kabartrenggalek.com tentang
TAMBANG