Kabar Trenggalek - Rencana pertambangan emas PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) di Trenggalek mendapatkan penolakan yang masif dari masyarakat. Konsesi eksploitasi PT SMN seluas 12 ribu hektare dan mencaplok 9 dari total 14 kecamatan yang ada di Trenggalek.Berdasarkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Tambang Emas PT SMN, lokasi awal eksploitasi yaitu di pegunungan Dusun Sentul (Desa Karangrejo) dan Buluroto (Desa Ngadimulyo), Kecamatan Kampak. PT SMN menyebutnya sebagai Prospek Sentul-Buluroto.Berbagai fasilitas pertambangan emas akan dibangun di wilayah Prospek Sentul-Buluroto. Seperti disposisi area, bukaan tambang pit, jalan tambang, kantor administrasi tambang, gudang bahan peledak, dan lain-lain.Padahal, secara faktual Kecamatan Kampak menjadi catatan sejarah penting bagi Trenggalek. Fakta itu dibuktikan dengan Prasasti Kampak yang kini berada di Museum Nasional Indonesia, di Jakarta.[caption id="attachment_22432" align=alignnone width=589]
Prasasti Kampak di Museum Nasional Indonesia, Jakarta/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Tak ayal, saat gruduk Jakarta pekan lalu, Komunitas Laskar Mpu Sindok yang juga tergabung dalam Aliansi Rakyat Trenggalek (ART), turut menyambangi Prasasti Kampak di Museum Nasional Indonesia.Adib Tamami, anggota Laskar Mpu Sindok, mengungkapkan bahwa perjuangan penolakan tambang emas tidak lepas dari kesadaran historis. Sebab, wilayah Kecamatan Kampak masuk konsesi bisnis ekstraktif yang kini di pegang PT SMN."Tidak bisa dipungkiri, perjuangan kami menolak rencana tambang emas tentunya tidak lepas dari kesadaran historis bahwa daerah Kampak yang merupakan wilayah yang pertama bakal ditambang merupakan wilayah hunian pertama di Trenggalek yang tercatat," jelas Adib."Ini dibuktikan dengan keberadaan Prasasti Kampak yang dahulu sebelum dipindahkan ke Surabaya kemudian dipindah lagi ke Museum Nasional Jakarta berasal dari Sumber Ngudalan, Dukuh Kampak, Desa Karangrejo," tambah pemuda asal Desa Ngadirenggo, Kecamatan Pogalan, itu.[caption id="attachment_22431" align=alignnone width=1089]
Dalam tanda panah, ada tulisan "Kampak" di Prasasti Kampak/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Menurut Adib, Prasasti Kampak yang saat ini berada di Museum Nasional Indonesia dengan kondisi cukup aus, alias sulit untuk bisa dibaca. Tapi, meskipun kondisinya cukup aus, dirinya masih menemukan kata 'Kampak' dalam prasasti.Hal demikian menjadi fakta kuat jika pertambangan emas beroperasional di Kampak dan kecamatan di Trenggalek lainnya, akan menabrak wilayah penting dalam historis dan cagar budaya."Memang secara kondisi sejak pertama kali ditemukan dan dicatat jawatan kepurbakalaan Hindia-Belanda, tulisan yang terpahat di prasasti Kampak banyak yang sudah aus alias tidak bisa terbaca lagi, tetapi setidaknya dari kunjungan ini, kami masih bisa menemukan kata Kampak di sini" tegas Adib.Adib mengaku tak rela jika pertambangan akan merusak kawasan historis dan cagar budaya. Hal itu menjadi tekad bulat dirinya ikut menjadi satu barisan untuk menyuarakan penolakan tambang emas di Kota Alen-Alen Trenggalek itu."Nah, dengan pembuktian dalam kunjungan ini, tentunya kita harus sadar bahwa meskipun tanggal hari jadi diambil dari Prasasti Kamulan, akan tetapi toponimi Kampak beserta eksistensinya baik itu masyarakat maupun kebudayaannya lebih tua daripada daerah Kamulan atau Trenggalek itu sendiri," ujar Adib."Sehingga, bagaimana mungkin wilayah yang merupakan wilayah tertua dan sangat bernilai historis di Kabupaten Trenggalek ini kita relakan untuk diratakan bahkan hilang dari peta karena keberadaan tambang emas?" tandas Adib.
UPDATE RAKYAT TRENGGALEK GERUDUK JAKARTA:
Ikuti Breaking News dan Berita Pilihan kami langsung di ponselmu.