KBRT – Film dokumenter karya anak Trenggalek berjudul Tambang Emas Ra Ritek berhasil masuk nominasi film dokumenter panjang terbaik dalam ajang bergengsi nasional, Festival Film Indonesia (FFI) 2025.
Film ini merekam perjuangan masyarakat Trenggalek dalam menolak kehadiran tambang emas di wilayahnya. Lebih dari sekadar nominasi, Tambang Emas Ra Ritek menjadi simbol keteguhan warga dalam menjaga lingkungan dari ancaman kerusakan alam.
“Siapa sangka, saya dan teman-teman tim kolaborasi Tambang Emas Ra Ritek tidak menyangka bisa masuk sebagai salah satu nominasi film dokumenter panjang terbaik di FFI 2025. Karena ini film dokumenter panjang pertama yang kami kerjakan sebagai anak-anak muda Trenggalek bersama warga yang berjuang menolak tambang emas,” kata Alvina N.A. (27), sutradara film tersebut.
Perempuan asal Desa Pule, Kecamatan Pule, itu mengaku bangga isu tambang emas di Trenggalek mendapat perhatian di tingkat nasional.
“Tentu rasanya bangga, ternyata FFI juga mempertimbangkan isu tambang emas di Trenggalek. Sehingga perjuangan masyarakat Trenggalek untuk melindungi lingkungan turut disuarakan di ruang yang lebih luas dan diketahui oleh masyarakat di Indonesia,” tulis Vina kepada Kabar Trenggalek.
Film yang mengisahkan alasan warga Trenggalek menolak tambang emas ini diproduksi oleh tim kolaborasi dari berbagai komunitas, seperti Serikat Suket yang bergerak di bidang kesenian, serta Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Menurut Vina, ide film mulai digarap sejak Februari 2025 dengan tahap pra-produksi yang berfokus pada pengumpulan arsip berita, foto, dan video perjuangan warga. Produksi dilanjutkan pada Maret–April dengan pengambilan gambar di sejumlah titik konsesi tambang emas. Tahap pascaproduksi rampung pada Mei 2025.
“Hingga 29 Mei 2025, kami menggelar nonton bareng (nobar) perdana di Kecamatan Kampak, wilayah yang pertama akan dieksploitasi oleh perusahaan tambang emas,” tuturnya.
Vina menjelaskan, judul Tambang Emas Ra Ritek berasal dari bahasa Jawa yang berarti “tidak usah”, sebuah jargon yang kerap diteriakkan warga Trenggalek untuk menolak tambang emas.
Film ini menampilkan kisah warga dari berbagai latar belakang, mulai petani, nelayan, perempuan, tokoh agama, seniman, hingga anak muda yang menilai tambang emas sebagai bentuk penjajahan gaya baru.
“Selain cerita tentang alasan warga Trenggalek tidak membutuhkan tambang emas, film ini memaparkan kronologi pertambangan emas di Trenggalek mulai dari babak eksplorasi (2005–2019) dan eksploitasi (2019–2029). Kronologi ini penting supaya masyarakat tahu informasi pertambangan emas di Trenggalek, karena pemerintah tidak selalu memberi informasi yang jelas dan adil,” ujar Vina.
Rencananya, Tambang Emas Ra Ritek akan diputar di 14 kecamatan di Kabupaten Trenggalek. Pada pemutaran perdana di Kampak, sekitar 100 penonton dari berbagai kecamatan turut hadir, seperti Pule, Tugu, Watulimo, Munjungan, Panggul, Pogalan, Dongko, Gandusari, hingga Karangan.
Penonton menganggap film ini sebagai media edukasi tentang potensi kerusakan lingkungan akibat tambang serta ruang berbagi informasi dan pengalaman antarwarga.
“Di Trenggalek, kegiatan nobar film ini sudah dilakukan di Kecamatan Kampak, Pule, dan Dongko. Sementara di luar kota, film sudah diputar di Malang, Surabaya, Yogyakarta, Madura, dan berbagai kampus,” terangnya.
Vina mengaku banyak tantangan selama proses produksi, seperti keterbatasan personel, alat, dan dana. Namun dukungan datang dari berbagai pihak, seperti Serikat Suket yang membantu peralatan produksi, videografer dari Persma Jimat, dan JATAM yang mendukung pendanaan tahap pra hingga produksi.
Pendanaan pascaproduksi turut ditopang dari hasil penjualan kaos dan zine oleh warga Trenggalek untuk mendukung kegiatan nobar di berbagai kecamatan.
Dalam nominasi Dokumenter Panjang Terbaik FFI 2025, Tambang Emas Ra Ritek bersaing dengan film lain seperti Goodbye Tarling, Forgive Me Darling karya Ismail Fahmi Lubis—sutradara yang pernah meraih penghargaan serupa pada 2019 lewat Help Is On The Way.
“Semoga menang jadi juara terbaik. Harapannya, film ini bisa jadi arsip, pengingat, dan penyambung solidaritas antarwarga di berbagai daerah yang memperjuangkan lingkungan hidupnya,” ujarnya.
Menurut Vina, film ini dapat menjadi dokumentasi perjuangan warga Trenggalek sekaligus sarana edukasi publik tentang proses dan perizinan tambang emas.
“Kami berharap film ini bisa jadi pemantik bagi warga bahwa mereka bisa melindungi lingkungan dari ancaman tambang bahkan sebelum kegiatan eksploitasi dimulai. Film dokumenter juga bisa menjangkau lebih banyak audiens untuk kampanye advokasi penolakan tambang emas di Trenggalek,” kata dia.
Kabar Trenggalek - Mata Rakyat
Editor:Zamz















