Satu guru yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Trenggalek resmi dipecat. Pemecatan guru cabul di Trenggalek itu dilatarbelakangi kasus yang menjeratnya soal pencabulan siswa pada tahun 2023.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek memberikan vonis 6 tahun penjara dan denda 60 juta kepada AS (50). Terdakwa berstatus sebagai guru di Kecamatan Bendungan, Trenggalek.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Trenggalek, Agoes Setiyono mengungkapkan, sesuai dengan regulasi undang-undang, ASN divonis 5 tahun lebih bisa dipecat.
"Karena bersangkutan sudah divonis, sehingga sesuai ketentuan aturan perundang undangan, seorang ASN dituntut paling tidak 5 tahun lebih, bisa diberhentikan [dipecat]," tegasnya saat dikonfirmasi sejumlah awak media.
Kata Agoes, terdakwa AS (50) saat ini tengah menjalani masa hukumannya, di Rutan Kelas II B Trenggalek. Kemudian, surat keputusan pemecatan sudah dilayangkan kepada terdakwa.
"Kemarin yang bersangkutan sudah menjalani hukuman dan sudah diserahkan oleh Pemerintah Daerah, diwakili Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Disdikpora soal Surat Keputusan pemberhentian dan tidak mendapat hak pensiun," tegas Agoes.
Lebih lanjut Agoes, untuk mengantisipasi peristiwa hukum serupa, Sekolah yang dibawah naungan Disdikpora bakal membentuk tim pencegahan, dan pengendalian kekerasan seksual terhadap anak.
"Sekolah upayakan bentuk tim, penanganan pengendalian kekerasan, sesuai dengan amanat Kemendikbud Ristek, harus ada pengendalian dan penanganan kekerasan," tandasnya.
Sebelumnya, Abraham Amrullah, Humas Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek, menerangkan AS (50) terdakwa pencabulan sesama jenis dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) penjara 7 tahun dan denda Rp. 60 juta subsider 2 bulan.
“Pertimbangan majelis hakim kami memutuskan lebih ringan dengan 6 tahun penjara dan denda 60 juta subsider 1 bulan,” terangnya saat dikonfirmasi sejumlah awak media.
Lanjutnya, majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa AS (50) karena meresahkan masyarakat serta membuat citra buruk pemerintah.
“Yang memberatkan juga menimbulkan trauma kepada saksi anak yang menjadi korban, [meski tidak ada pencabulan merusak fisik],” tegasnya.
Tambahnya, hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa berlaku sopan di persidangan, guru yang berprestasi yang tidak hanya bermanfaat di tempat kerja namun masyarakat.
“Jeratan Undang-Undang Perlindungan Anak dakwaan alternatif kesatu pasal 76e juncto 80 ayat 2,” ujarnya.