Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Mengenang Banjir Trenggalek 2006, Warga Kaget Pagi-Pagi Sudah Seperti di Aceh

Kubah Migunani

Hari ini, Kamis 20 April, tepat 17 tahun yang lalu, warga Kabupaten Trenggalek mengalami tragedi banjir bandang. Peristiwa banjir Trenggalek 2006 menjadi tragedi yang tak bisa dilupakan dalam ingatan masyarakat.

Departemen Pekerjaan Umum (sekarang Kementerian PUPR), mencatat banjir Trenggalek pada Kamis, 20 April 2006, merupakan banjir terparah sepanjang tahun itu. Kala itu, Trenggalek berada dalam masa pimpinan Bupati Soeharto (2005-2010).

Berdasarkan laporan Tempo, Bupati Soeharto menyampaikan ada 12 kecamatan di Trenggalek yang terdampak banjir bandang 2006. Ada Kecamatan Tugu, Trenggalek, Bendungan, Gandusari, Pogalan, Durenan, Kampak, Watulimo, Dongko, Pule, Suruh, dan Karangan.

Ketinggian banjir yang disertai lumpur tebal dan tanah longsor itu mencapai 2 meter. Tercatat, banjir Trenggalek 2006 menewaskan 16 manusia. Selain itu, puluhan warga hilang, puluhan warga mengalami luka dan dirawat di rumah sakit, ribuan warga terisolasi.

Tragedi banjir Trenggalek 2006, masih terekam jelas dalam ingatan seorang relawan, Soeripto. Usia Soeripto kini 53 tahun. Ia lahir di Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo. Saat tragedi banjir terjadi, Soeripto tinggal di Kelurahan Surodakan, Kecamatan Trenggalek.

Kepada Kabar Trenggalek, Soeripto menceritakan detik-detik terjadinya banjir bandang yang mengakibatkan Bumi Menak Sopal Trenggalek lumpuh selama hampir 1 bulan itu.

Detik-Detik Banjir Trenggalek 2006

Banjir Trenggalek 2006, pohon tumbang di pinggir jalan/Foto: Dinas Komidag

Kamis, 20 April 2006, pukul 12 malam. Usai ngobrol bersama rekannya di Kelurahan Sumbergedong, Soeripto menunggu hujan reda. Hujannya sangat deras. Setelah beberapa menit, firasat Soeripto mulai tidak enak. Khawatir hujan bakal semakin deras, ia memutuskan menerjang hujan untuk pulang.

Perjalanan dari Sumbergedong ke Surodakan dilalui dengan lancar. Sesampai di rumah, Soeripto bersiap untuk tidur. Pukul 02.00 WIB, saat Soeripto terlelap, ada tanggul sungai yang jebol. Air sungai meluap, dengan cepat masuk ke rumah-rumah warga Trenggalek.

Sekitar pukul 07.00 WIB, Kamis 20 April 2006, Soeripto hendak berangkat kerja ke kantor. Pagi itu, Soeripto masih belum tahu bahwa tragedi besar telah terjadi di Trenggalek, sampai seorang tetangganya yang menyadarkannya.

"Mau ke mana, Mas?" tanya tetangga itu.

"Mau ke kantor," jawab Soeripto.

"Halah, di barat [Kecamatan Trenggalek] sudah kayak banjir di Aceh," kata tetangga Soeripto.

Ucapan tetangga itu membuat Soeripto tak percaya. Akhirnya, ia tetap memutuskan untuk berangkat ke kantor.

"Saya jadi ke kantor, justru melihat banjir itu. Saya ke bangjo [lampu merah] ke barat itu, ya Allah banjirnya. Ngantru tempat jajanan tempe keripik itu parah di sana itu. Tinggi daerah situ. Arus banjir deras, orang bisa terbawa arus, banter derasnya," cerita Soeripto kepada Kabar Trenggalek.

Menurut kesaksian Soeripto, berbagai rumah warga, fasilitas umum, dan kantor pemerintahan juga terendam banjir. Ia menyaksikan arus banjir yang deras di sekitar Jalan Panglima Sudirman.

"Ngantru, Dinas Pertanian, terus Surodakan, depan Masjid Al-Askar ke selatan kena banjir. Termasuk dekat kantor PKS, ngembang airnya. Termasuk di SD Inovatif. Sampai kalau sawah-sawah daerah Karangan itu tergenang. Termasuk rumah sakit itu, lorong utaranya rumah sakit kan rumah-rumah, itu deras sekali [arus banjirnya]," terang Soeripto.

Beberapa wilayah yang mengalami dampak parah dari banjir bandang yaitu Kecamatan Bendungan (Desa Sumurup, Desa Sengon, Desa Dompyong), Trenggalek (Kelurahan Ngantru, Dusun Kranding Kelurahan Tamanan, Kelurahan Kelutan), Pogalan (Dusun Jatisari), Karangan (Desa Salamrejo), Tugu (Desa Prambon), Gandusari, dan lain-lain. Genangan banjir lumpur itu semakin meluas ke arah timur, menuju Kabupaten Tulungagung.

Sementara di arah utara, jalan Trenggalek - Ponorogo lumpuh total. Menurut laporan Liputan 6, jalur Trenggalek - Ponorogo terputus karena timbunan tanah longsor dari tebing yang ambrol di Desa Nglinggis, Kecamatan Tugu. Humas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek, Joko Setiono, mengatakan jalan Trenggalek - Ponorogo lumpuh total mulai pukul 05.00 WIB.

Akibat jalan Trenggalek - Ponorogo lumpuh total, jalan dipenuhi deretan truk angkutan hasil pertanian dan kendaraan lainnya. Jalanan macet sepanjang 1 kilometer. Saat petugas BPBD Trenggalek belum datang, pengendara motor nekat melintasi pinggir tebing meskipun kondisinya berbahaya.

Kepada Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Pemberdayaan Daerah Tertinggal, Bupati Soeharto menyampaikan kerugian akibat banjir bandang di Trenggalek mencapai Rp. 50,4 miliar. Sejumlah 50 desa di 12 kecamatan mengalami banjir ataupun tanah longsor.

"Kalau hari pertama dan kedua, orang itu benar-benar banyak yang kelaparan. Tidak ada yang mau dimakan, mau masak ya tidak bisa, karena hancur alat masaknya. Warung juga jelas gak ada yang buka. Orang mampu maupun tidak mampu, sama-sama tidak bisa makan," kata Soeripto.

"Korban meninggal dunia di Bendungan, di sana yang banyak," tambahnya Soeripto.

Setelah melihat dan menyadari tragedi bencana banjir di Trenggalek, secara spontan Soeripto menghubungi jejaring di Muhammadiyah untuk membuka posko bencana. Posko itu menjadi lokasi dapur umum untuk memasak makanan supaya bisa membantu warga terdampak banjir.

Soeripto bersama relawan dari Muhammadiyah bekerjasama dengan pemerintah dan organisasi masyarakat di Trenggalek untuk melakukan penanganan bencana. Kemudian, ada juga relawan dari berbagai kota/kabupaten lain yang datang ke Trenggalek.

Menurut keterangan Soeripto, wilayah Pendapa Manggala Praja Nugraha Trenggalek tidak terendam banjir. Oleh karena itu, pemerintah menjadikan Pendapa Trenggalek sebagai tempat koordinasi stok logistik untuk bantuan kepada warga terdampak banjir.

Penanggulangan Banjir Trenggalek 2006

Banjir Trenggalek 2006, warga mengangkut barang menggunakan becak/Foto: Dinas Komidag

Sebagai relawan, Soeripto menjadi koordinator logistik dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Trenggalek. Relawan MDMC Trenggalek membangun posko dapur umum di Sumbergedong, posko stok logistik di SMK Muhammadiyah, dekat Alun-Alun.

"Sambil mendistribusikan makanan, kami lakukan pemetaan, asesmen dampak banjir se-kabupaten. Karena kalau turun lapangan ndak membawa apa-apa, dikira hanya orang yang mau lihat," ucap Soeripto.

MDMC Trenggalek mendistribusikan logistik seperti nasi bungkus, beras, telur, mie, minuman kemasan, minyak, dan pakaian. Selain itu, mereka juga melakukan penanggungan bencana jangka panjang. Salah satu tujuannya, supaya warga terdampak banjir bisa mandiri untuk memasak lagi.

Dalam penanggulangan bencana jangka panjang, MDMC Trenggalek membangun mushola di Sumberdadi (Kecamatan Trenggalek), memperbaiki rumah di Dusun Jatisari (Kecamatan Pogalan), dan membersihkan sumur di Desa Prambon (Kecamatan Tugu).

"Kami menurunkan relawan membersihkan sumur. Parah Prambon itu. Lama [penanggulangannya]. Kami sampai bawa diesel untuk bersihkan sumur, supaya mempercepat orang bisa masak," terang Soeripto.

Dalam segi kesehatan, MDMC Trenggalek juga menurunkan relawan dokter dan tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya dan Mojokerto. Kehadiran dokter dan tenaga kesehatan berupaya untuk cepat tanggap menangani warga terdampak banjir yang terluka.

Kegiatan penanggulangan bencana banjir Trenggalek 2006 itu dilakukan hampir selama 1 bulan penuh. Selama melakukan kegiatan relawan bencana, Soeripto mengaku tidak banyak memerhatikan kinerja pemerintah.

"Saya ndak banyak ngelihat apa yang dilakukan pemerintah. Karena kami fokus distribusi logistik dan koordinasi relawan dari berbagai daerah. Termasuk ngirim relawan untuk mencari yang tertimbun longsoran di bendungan. Tim yang kami kirimkan gabungan dari pemerintah dan berbagai pihak," jelasnya.

Beberapa hari pasca banjir Trenggalek 2006, warga terdampak mulai bisa memasak sendiri. Perlahan-lahan, warga Trenggalek mulai pulih dari tragedi yang mengerikan itu.

Berbagai media nasional ramai memberitakan banjir Trenggalek 2006. Beberapa media itu menyebutkan bahwa banjir disebabkan oleh hujan dera serta luapan air di Sungai Ngasinan, sungai terpanjang di Trenggalek.

Akan tetapi, Soeripto membantah informasi itu. Menurut kesaksian Soeripto, banjir Trenggalek 2006 disebabkan oleh pertempuran antara tiga sungai besar di Trenggalek. Tiga sungai besar itu adalah Sungai Keser (Desa Nglinggis, Kecamatan Tugu), Sungai Prambon (Desa Prambon, Kecamatan Tugu), dan Sungai Bagong (Desa Sumurup dan Sengon, Kecamatan Bendungan).

"Pertempuran dari tiga sungai itu bertemu di barat rumah sakit [RSUD Dr Soedomo]. Sedangkan Sungai Ngasinan adalah muara dari aliran tiga sungai besar itu tadi," papar Soeripto.

Belajar dari Banjir Trenggalek 2006

Soeripto, relawan banjir Trenggalek 2006/Foto: Beni Kusuma (Kabar Trenggalek)

Banjir Trenggalek 2006 tercatat sebagai bencana paling parah sepanjang tahun itu, lebih besar dari banjir 1992 dan 2005 di Trenggalek. Menteri PU, Djoko Kirmanto, menyoroti penyebab banjir karena hujan deras tidak normal selama dua hari. Selain itu, banjir juga disebabkan oleh kerusakan hutan di daerah hulu, seperti kawasan pegunungan di Kecamatan Bendungan, Tugu, dan lain-lain.

"Kerusakan hutan yang terdapat di hulu, yakni sekitar Kecamatan Bendungan. Diperlukan penghijauan kembali di wilayah hulu [reboisasi]. Perlu digalakkan guna mengurangi timbulnya bencana seperti longsor dan banjir bandang. Program ini selain harus menghijaukan hutan gundul juga menghijaukan Daerah Aliran Sungai [DAS] yang dinilai sangat kritis," terang Djoko Kirmanto, dilansir dari laman Kementerian PUPR.

Soeripto sepakat dengan pernyataan Menteri PU. Menurut pengamatan Soeripto, hingga hari ini belum ada perubahan signifikan yang dilakukan Pemkab Trenggalek untuk melakukan upaya pencegahan bencana.

"Di hulu yang jadi penyebabnya bencana, itu kan tidak ada perubahan untuk melakukan reboisasi, tegakan, yang siginifikan. Ya sudah, ndak ada upaya itu. Ndak ada langkah yang serius dan kongkrit untuk ngomong tentang pencegahan banjir itu yang bersifat jangka panjang," ungkap Soeripto.

Soeripto mengatakan, upaya yang dilakukan Pemkab Trenggalek masih jangka pendek yang bersifat reaksi saja. Akan tetapi, upaya yang bersifat pencegahan dan preventif itu belum dilakukan oleh pemerintah.

"Karena faktor banjir itu kan banyak. Seperti revitalisasi itu harusnya rutin supaya tidak terjadi pendangkalan. Itu kan tidak rutin dilakukan," tegas Soeripto.

Data Korban Banjir Trenggalek 2006

Warga terdampak banjir Trenggalek 2006 makan nasi bungkus di pinggir jalan/Foto: Koces Siswanto (Facebook)

Departemen PU mencatat, banjir Trenggalek 2006 menewaskan 16 manusia. Sejumlah 900 rumah terendam banjir, ratusan hektare sawah porak-poranda. Selengkapnya, berikut data korban banjir Trenggalek 2006, dihimpun dari laporan berbagai media.

Sedangkan Bupati Soeharto melaporkan, kerugian akibat banjir Trenggalek 2006 mencapai Rp. 50,4 miliar. Jumlah kerugian itu dihasilkan dari penghitungan di seluruh wilayah terdampak. Ada 50 desa di 12 kecamatan mengalami banjir, serta 6 desa di 3 kecamatan mengalami longsor.

Wilayah Terdampak Banjir dan Longsor

Korban Banjir yang Meninggal Dunia

Kecamatan Bendungan

  • Desa Sengon: 3 warga meninggal dunia
  • Desa Dompyong: 8 warga meninggal dunia
  • Desa Sumurup: 2 warga meninggal dunia

Kecamatan Tugu

  • 1 warga terseret banjir

Kecamatan Trenggalek

  • Kelurahan Kelutan: 2 warga terseret banjir

Atas peristiwa banjir Trenggalek 2006, pemerintah maupun masyarakat perlu bersama-sama untuk melakukan langkah serius dalam mencegah bencana supaya tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

Ingatan kolektif atas peristiwa banjir Trenggalek 2006, menjadi bekal bagi warga untuk menjaga kelestarian alam dari segala ancaman perusakan, baik dari faktor alam, manusia, maupun industri ekstraktif tambang.

Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *