Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Fakta-Fakta Polisi Bunuh Warga Penolak Tambang Emas di Sulawesi Tengah

Kabar Trenggalek - Penolakan tambang emas PT Trio Kencana yang dilakukan oleh warga di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Sabtu, (12/02/2020) berujung duka. Pasalnya, anggota polisi bunuh warga penolak tambang emas saat melakukan aksi.

Menurut laporan Jaringan Advokask Tambang (JATAM), korban yang tewas ditembak polisi saat aksi itu adalah Erfaldi (21), warga penolak tambang emas di Kabupaten Parigi Moutong.

JATAM mencatat, kejadian itu bermula, ketika pada 7 Februari 2022 lalu, warga dari tiga kecamatan yang menggelar aksi tolak tambang menuntut gubernur Sulteng, Rusdy Mastura, untuk mencabut izin tambang PT Trio Kencana.

Gubernur Sulteng, melalui Tenaga Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan Antar Lembaga dan HAM, Ridha Saleh, berjanji untuk menemui massa aksi sehingga bisa mendengar aspirasi dan tuntutan warga.

"Janji gubernur Sulteng itu pun ditagih oleh masyarakat pada aksi Sabtu, 12 Februari 2022 kemarin. Warga yang menggelar aksi sejak pagi sekitar Pkl. 10.30 Wita hingga malam hari itu, terus menunggu, namun gubernur Sulteng tak kunjung datang menemui massa aksi," tulis JATAM dalam pers rilisnya.

Warga yang kecewa lantas memblokir jalan di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong. Pemblokiran itu diharapkan bisa memantik respons gubernur untuk segera bertemu dan mengabulkan tuntutan warga untuk mencabut izin tambang PT Trio Kencana.

Warga yang enggan membubarkan diri sebelum bertemu gubernur itu, kemudian dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian yang berjaga. Dari video yang beredar, terdengar letusan tembakan yang berulang-ulang dari arah aparat kepolisian yang berjaga.

"Dalam insiden itu, seorang massa aksi atas nama Aldi tewas, dan puluhan lainnya luka-luka. Puluhan lainnya ditangkap dan masih ditahan di Polres Parigi Moutong. Kejadian tewasnya massa aksi itu diduga terkena tembakan peluru dari aparat kepolisian," jelas JATAM.

Berikut fakta-fakta polisi bunuh warga penolak tambang emas di Sulawesi Tengah:

1. Tambang Emas Mengancam Lahan Pertanian, Perkebunan, dan Pemukiman Warga

Perjuangan penolakan tambang emas PT Trio Kencana oleh warga di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Sulawesi Tengah itu telah berlangsung lama.

Berbagai aksi penolakan telah dilakukan, mulai sejak Kamis, 31 Desember 2020; Senin 17 Januari 2020; Senin, 7 Februari 2022; hingga puncaknya pada Sabtu, 12 Februari 2022.

Penolakan warga atas tambang emas PT Trio Kencana, itu disebabkan luas konsesi tambangnya yang mencapai 15.725 hektare, mengancam lahan pemukiman, pertanian dan perkebunan milik warga.

2. Warga Tolak Tambang Emas Dibunuh Polisi Berbaju Sipil

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irjen Ferdy Sambo, mengungkapkan warga penolak tambang emas di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng, ditembak oleh anggota polisi berbaju sipil.

"Jangan ada lagi kejadian Kendari, kejadian di Parigi, yang melakukan penembakan semua anggota berpakaian preman," ujar Sambo, dikutip dari video unggahan akun @divpropampolri, Kamis (17/02/2022).

Atas kejadian pembunuhan oleh anggota polisi ini, Sambo meminta pembatasan terhadap penggunaan senjata selama pengamanan unjuk rasa, sehingga penembakan ke massa aksi tidak terulang. Selain itu, anggota yang mengamankan demo juga harus memakai seragam.

Sambo menegaskan, jika kesalahan prosedur penggunaan senjata api terus terjadi, sanksi tak hanya dijatuhkan pada anggota polisi terkait. Namun, pimpinan satuan bahkan Kapolres juga harus bertanggung jawab.

3. Polisi juga Menangkap Paksa dan Memukuli Puluhan Warga Tolak Tambang Emas

Selain membunuh salah satu warga penolak tambang emas, polisi juga menangkap paksa sebanyak 59 warga lainnya. Mereka ditahan di Polres Parigi Moutong. Warga yang ditangkap paksa juga mendapat penyiksaan. Polisi melakukan pemukulan di bagian kepala, badan, wajah dan perut menggunakan tangan, kaki dan rotan.

Menurut JATAM, brutalitas polisi itu juga terlihat dari tindakan memburu dan menyisir warga sipil setempat. Padahal, beberapa warga korban penyisiran tersebut sama sekali tidak tergabung dalam aksi massa penolakan tambang PT. Trio Kencana.

Sehingga, menurut JATAM, tidak ada alasan pembenar dan pemaaf bagi pelaku dalam kasus tewasnya peserta aksi di Parigi Moutong itu.

“Peristiwa ini harus ditetapkan sebagai tindak pidana pembunuhan atau setidak-tidaknya pidana penganiyaan hingga menyebabkan hilangnya nyawa korban. Selain pelaku harus dihukum, secara institusi, Kepolisian juga harus bertanggung jawab dengan menghadirkan keadilan bagi korban dan keluarga korban, serta melakukan pembenahan agar peristiwa serupa tak kembali terulang,” ujar Muhammad Jamil, Divisi Hukum JATAM.

4. Sosok Di Balik Tambang Emas PT Trio Kencana Sulawesi Tengah

Berdasarkan surat keputusan operasi produksi nomor 540/426/IUP-OP/DPMPTSP/2020,  PT Trio Kencana memiliki luas konsesi sebesar 15.725 hektar, berlaku sejak 28 Agustus 2020 hingga 27 Agustus 2040. Konsesi tambang perusahaan ini berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan.

Dalam dokumen Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Kemenkumham, pengurus dan pemegang saham PT Trio Kencana antara lain, Goan Umbas (eks anggota Dewan Penasehat Daerah Partai Gerindra Provinsi Sulawesi Tengah) sebagai Komisaris dengan jumlah kepemilikan saham sebanyak 1.205 lembar saham.

Kemudian, ada H. Surianto (Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah PAN Kalimantan Selatan untuk periode 2015-2020), selaku pendiri yang memegang posisi sebagai Komisaris Utama dan pemegang saham mayoritas, yakni sebanyak 2.810 lembar saham. Selain dua nama itu, ada nama Hi. Syahrussiam Abdul Mujib sebagai Direktur Utama dan Rendy Umbas sebagai Direktur.

"Dengan demikian, penerbitan izin tambang operasi produksi PT Trio Kencana pada tahun 2020 lalu itu diduga penuh dengan transaksional antara gubernur selaku pemberi izin sekaligus ketua partai politik dengan pengusaha tambang yang berada di partai politik yang sama," tegas JATAM.

Menurut catatan JATAM, Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura, yang tengah berkuasa saat ini, dalam perjalanan politiknya tak pernah berpihak pada perjuangan warga dalam menolak ekspansi industri tambang di Sulawesi Tengah.

Pada Pilgub Sulteng 2020 lalu, Rusdy secara terang-terangan mendorong sektor tambang sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan perekonomian warga.

“Pengelolaan tambang emas adalah salah satu strategi yang paling cepat untuk meningkatkan pendapatan. Kalau semua itu dikelola dengan baik bagi hasil dengan investor, anggaran 100 miliar itu kacang-kacang (mudah). Tapi bertahap mana yang prioritas,” jelas Rusdy, dikutip dari pers rilis JATAM.