Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Polisi Menempati Peringkat Pertama sebagai Pelaku Kekerasan pada Jurnalis Sepanjang 2021

Kabar Trenggalek - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengungkapkan catatan kekerasan yang dialami jurnalis sepanjang 2021. Berdasarkan catatan akhir tahun (Catahu) 2021 AJI Indonesia, pelaku kekerasan pada jurnalis yang paling banyak adalah Polisi.Sasmito Madrim, Ketua AJI Indonesia, menyebutkan ada 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang teratat sejak 1 Januari 2021 hingga 25 Desember 2021. Dari sisi pelaku, polisi menempati urutan pertama dengan 12 kasus, disusul orang tidak dikenal 10 kasus.Berikutnya, pelaku kekerasan terhadap jurnalis yaitu aparat pemerintah 8 kasus, warga 4 kasus, pekerja profesional 3 kasus, perusahaan, serta TNI, Jaksa dan Organisasi Masyarakat (Ormas) masing masing 1 kasus.Dari 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis, jenis kekerasan paling banyak berupa teror dan intimidasi (9 kasus), disusul kekerasan fisik (7 kasus) dan pelarangan liputan (7 kasus). AJI juga mencatat masih terjadi serangan digital sebanyak 5 kasus, ancaman 5 kasus dan penuntutan hukum baik secara pidana maupun perdata sebanyak 4 kasus. Sayangnya, hanya 1 kasus saja yang dibawa ke ranah pengadilan.Baca juga: Novia Bunuh Diri di Makam Ayahnya, Diduga Alami Kekerasan Seksual oleh Anggota Polisi“Kalau kami lihat dari kasus yang dibawa ke pengadilan, ini hanya ada satu kasus, yaitu kasus yang dialami jurnalis Tempo, Nurhadi, yang akan sedang memasuki sidang putusan. Itu artinya praktik impunitas [pembiaran oleh negara] terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis ini masih terus terjadi,” jelas Sasmito dalam konferensi pers Catahu 2021 AJI Indonesia, secara virtual, Rabu (29/12/2021).Mengutip Catahu 2021 AJi Indonesia, salah satu kasus yang menjadi perhatian pada 2021 adalah penganiayaan yang dialami jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi pada 27 Maret 2021. Nurhadi mengalami kekerasan fisik dan intimidasi, ketika melakukan peliputan terkait kasus dugaan suap, yang diduga melibatkan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji.“Pengadilan Negeri Surabaya, saat ini sedang menyidangkan dua terdakwa polisi aktif anggota Polda Surabaya sebagai pelaku penganiayaan tersebut, yakni Purwanto dan Muhammad Firman Subkhi. Jaksa penuntut umum telah menuntut kedua terdakwa masing-masing 1 tahun 6 bulan penjara,” tulis AJI Indonesia dalam Catahu 2021.Jaksa penuntut Winarko dalam nota tuntutannya mengatakan, dua anggota polisi aktif itu dinilai terbukti melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. “Mereka terbukti secara bersama-sama menghambat kerja wartawan,” kata Winarko saat membacakan nota tuntutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, 1 Desember 2021.[caption id="attachment_8216" align=aligncenter width=1200]Poster dukungan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, yang dianiaya oleh anggota Polisi Poster dukungan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, yang dianiaya oleh anggota Polisi/Foto: AJI Indonesia[/caption]Baca juga: Mencegah Perbudakan Seksual di Pondok PesantrenPurwanto dan Firman masih dituntut memberikan restitusi pada korban Nurhadi sebesar Rp. 13.813.000, dan kepada saksi kunci Muhammad Fahmi sebesar Rp. 42.650.000. Jika tidak mampu membayar restitusi tersebut, jaksa menuntut dua terdakwa menggantinya dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.“Kasus Nurhadi menjadi perhatian karena menjadi satu-satunya kasus kekerasan jurnalis yang pelakunya adalah polisi dan berhasil diseret ke meja hijau, di mana puluhan kasus lain dengan pelaku polisi tidak pernah diusut,” terang AJI Indonesia.Menurut AJI Indonesia, vonis yang diberikan kepada terdakwa nantinya akan menjadi bukti, apakah Majelis Hakim PN Surabaya menegakkan hukum seadil-adilnya pada pelaku kejahatan jurnalis atau malah sebaliknya, memperpanjang praktik impunitas. AJI Indonesia juga terus mendesak Polda Surabaya untuk mengungkap kasus ini hingga menyentuh aktor intelektual.Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Ika Ningtyas, menegaskan bahaya dari praktik impunitas yang dilakukan oleh negara kepada kasus kekerasan yang dialami jurnalis. Menurut Ika, jika negara melanjutkan praktik impunitas akan menimbulkan kekerasan baru kepada jurnalis.[caption id="attachment_8219" align=aligncenter width=1366]Konferensi Pers Catatan Akhir Tahun 2021 AJI Indonesia Konferensi Pers Catatan Akhir Tahun 2021 AJI Indonesia/Foto: AJI Indonesia[/caption]Baca juga: Kritik ke Polisi, Warganet Sebut Novia Diperkosa Randy, Bukan Hubungan Suami Istri“Praktik impunitas ini apabila dilanjutkan, maka akan melahirkan kekerasan kekerasan baru kepada jurnalis maupun kelompok masyarakat sipil lainnya. Oleh karena itu praktik impunitas ini harus dihentikan oleh pemerintah supaya ke depannya tidak ada lagi kasus kekerasan terhadap jurnalis,” tegas Ika.Berdasarkan kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2021 ini, Ika menyampaikan rekomendasi kepada berbagai pisak, di antaranya adalah Presiden Joko Widodo, Kepala Kepolisan Republik Indonesia (Kapolri), aparat penegak hukum, dan Dewan Pers.AJI Indonesia merekomendasikan, Presiden Joko Widodo dan Kapolri untuk melakukan reformasi di tubuh Polri. Sebab, personel polisi selalu menjadi aktor dominan dalam kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis hampir setiap tahun.Reformasi tersebut diperlukan untuk menjadi Polri lebih profesional, tidak melakukan kekerasan, dan memproses kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang mangkrak di kepolisian. Dari 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2021 hanya satu kasus yang pelakunya diadili di pengadilan.[caption id="attachment_8217" align=aligncenter width=885]Infografis kekerasan terhadap jurnalis sepanjang tahun 2021 Infografis kekerasan terhadap jurnalis sepanjang tahun 2021/Foto: AJI Indonesia[/caption]Baca juga: Ayah Randy Minta Maaf atas Kematian Novia, Warganet Tidak MemaafkanBerikutnya, AJI Indonesia merekomendasikan aparat penegak hukum perlu memastikan orang yang melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah. Sanksi pidana tersebut seperti yang diatur dalam Pasal 18 UU Pers dan guna memastikan peristiwa sama tidak terulang kembali.Kemudian, AJI Indonesia merekomendasikan Dewan Pers untuk memperkuat Nota Kesepahaman dengan lembaga-lembaga penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung. Sebab, AJI Indonesia masih mencatat produk jurnalis yang sudah dinyatakan Dewan Pers sebagai karya jurnalistik masih diproses pidana oleh aparat.Bahkan, beberapa di antaranya divonis bersalah oleh pengadilan seperti jurnalis berita.news Muhammad Asrul dan jurnalis Banjarhits.id/Kumparan.com Diananta Putra Sumedi. Perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan merevisi poin-poin kesepakatan seiring dengan ketentuan waktu yang akan berakhir.Semisal Nota Kesepahaman (MOU) Dewan Pers dengan Kapolri yang akan berakhir pada 9 Februari 2022. Dewan Pers wajib melibatkan publik, khususnya komunitas pers guna mendapat masukan yang dapat memperkuat poin kesepakatan dengan lembaga penegak hukum.“MOU Dewan Pers dengan Kapolri akan berakhir pada 9 Februari 2022. Ini bisa menjadi momentum bagi Dewan Pers untuk menindaklanjuti dan juga memperkuat nota kesepahaman tersebut,” tandas Ika.