KBRT - Seorang petani asal Desa Surondakan, Trenggalek, Ahmad Anshori (56), berhasil mengubah kebun jeruk miliknya menjadi agrowisata petik buah. Inovasi ini membantunya keluar dari ketergantungan terhadap pemborong dalam memasarkan hasil panen.
Kebun jeruk milik Anshori berada di RT 2 RW 1, Desa Rejowinangun. Di atas lahan seluas sekitar 1 hektare itu, ia menanam lebih dari 500 pohon jeruk sejak tahun 2017. Saat ditemui di lokasi, ia menyampaikan bahwa kini kebunnya sudah memasuki musim panen.
“Wisata petik jeruk mulai saya buka pada musim panen tahun 2021, sedangkan panen sebelumnya saya masih menggunakan sistem borongan dari pedagang besar,” ujar Anshori.
Jeruk milik Anshori dapat dipanen sekali dalam setahun. Pada panen pertamanya tahun 2019 hingga 2020, seluruh hasil jeruk ia jual secara borongan kepada pedagang besar. Namun, karena harus menunggu pemborong datang sementara buah sudah matang, ia memilih untuk memasarkan sendiri hasil panennya.

“Awalnya saya pernah belajar budidaya jeruk di Kediri, lalu saat melihat di Trenggalek belum banyak yang buat, akhirnya saya putuskan untuk menanam jeruk,” jelasnya.
Kini, Anshori menjual seluruh hasil panennya langsung dari kebun. Ia melayani pembeli eceran maupun grosir, termasuk para pedagang buah di Trenggalek yang datang langsung ke lokasi.
Harga jeruk yang dipetik langsung oleh pengunjung ia banderol Rp 20.000 per kilogram. Sementara jeruk yang sudah dipetik sebelumnya dijual Rp 17.000 per kilogram. Anshori menyebut perbedaan harga tersebut disebabkan oleh kerugian yang mungkin timbul akibat aktivitas pengunjung di kebun.
“Ya kalau pengunjung petik sendiri itu pertama buah jeruk pasti ada yang telah dicicipi dan ada yang terbuang, kedua tanah kebun yang sering dilewati perlahan akan mengeras dan tidak subur,” tandasnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz