KBRT - Petani singkong di Desa Gador, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, mengeluhkan anjloknya harga singkong yang terus terjadi sejak satu tahun terakhir. Minimnya pengepul membuat harga jual hasil panen mereka menurun drastis dan berdampak pada penghasilan harian.
Anam, salah satu petani singkong, mengatakan bahwa harga singkong kini hanya berkisar Rp2.000 per kilogram, padahal tahun lalu sempat menyentuh Rp2.800 per kilogram.
“Harga singkong tahun lalu itu Rp2.800 per kilo. Kalau sekarang sudah turun harga jadi Rp2.000 per kilo,” ungkap Anam.
Akibat harga yang terus menurun, sebagian besar petani tidak mengolah hasil panen sendiri dan memilih langsung menjualnya meski dengan jumlah terbatas. Rata-rata penjualan singkong berkisar antara 30 kilogram hingga 1 kuintal.
“Petani di sini itu kebanyakan menjualnya karena tenaganya sudah lemah dan nggak kuat. Tapi kalau saya sendiri saya buat gaplek untuk saya jual. Untuk rata-rata singkong yang bisa saya hasilkan, sekitar 20 kilo dan paling banyak sekitar 30 kilo,” tutur Bu Muti, petani singkong di Desa Gador.
“Repot, karena saya punya ternak dan harus cari rumput. Jadinya saya memilih menjual singkong ini daripada mengolahnya sendiri. Hasil singkong yang saya jual rata-rata 70 kilo, yang paling banyak 1 kuintal,” tambah Anam.
Dalam menghadapi harga yang tak stabil, petani memiliki strategi masing-masing. Bu Muti memilih menjual singkong dalam bentuk olahan gaplek ke pasar tradisional.
“Biasanya orang-orang pasar minta dibuatin gaplek terus saya jadikan tepung, daripada singkongnya nggak laku, saya manfaatin buat pendapatan saya. Untuk harga gaplek saya jual Rp5.000 saja,” ucap Bu Muti.
Sementara Anam lebih memilih membiarkan tanaman singkong tetap di ladang hingga ada pembeli.
“Ditanam atau dibiarkan saja sampai tua, nanti kalau ada yang beli dijual,” ujarnya.
Kondisi ini membuat para petani berharap adanya perhatian dari pemerintah agar harga singkong kembali stabil dan mampu menopang kehidupan mereka sehari-hari.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz