KBRT – Polemik penggunaan dana pinjaman daerah memanas di Kabupaten Trenggalek. Komisi II DPRD Trenggalek menolak rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) mengalokasikan tambahan anggaran Rp7 miliar untuk kawasan wisata Dilem Wilis di Kecamatan Bendungan.
Ketua Komisi II DPRD Trenggalek, Mugianto, menyampaikan bahwa proyek pengembangan Dilem Wilis sudah digarap sejak era Bupati Soeharto hingga sekarang, namun belum memberikan kontribusi nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau kita hitung dari zaman Bupati Soeharto, Mulyadi, Emil Dardak, sampai sekarang, investasi di Dilem Wilis sudah hampir Rp100 miliar. Tapi outcome-nya untuk daerah, baik PAD maupun manfaat ekonominya, bisa kita bilang nyaris nol,” kata Mugianto.
Komisi II memandang tambahan dana Rp7 miliar untuk kawasan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan prioritas dan tidak sejalan dengan tujuan pinjaman daerah yang seharusnya diarahkan pada kegiatan produktif.
Menurut Mugianto, Pemkab perlu memastikan pinjaman daerah dialihkan ke sektor yang mampu menghasilkan pendapatan sehingga proses pengembalian pokok pinjaman dan bunga dapat berjalan aman.
“Dana pinjaman harus kita gunakan untuk sektor yang jelas menghasilkan PAD. Kalau destinasi itu berpenghasilan, kita juga lebih mudah mengembalikan pinjaman,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa perbaikan jalan rusak dan penguatan destinasi wisata pantai harus diprioritaskan karena terbukti memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan.
“Jalan rusak di Trenggalek sudah terlalu banyak. Kalau Pemkab malah menambah Rp7 miliar ke Dilem Wilis yang sepi pengunjung, itu sama saja buang-buang uang. Lebih baik perbaiki jalan atau dukung wisata pantai yang jelas ramai,” ujar Mugianto.
Selain menyoroti Dilem Wilis, Komisi II juga menolak rencana penganggaran proyek ‘Kota Atraktif’ senilai Rp6 miliar yang mencakup revitalisasi Pasar Pon, Alun-alun, dan Hutan Kota (HuKo).
Mugianto meminta Pemkab menunda proyek-proyek tersebut dan memfokuskan anggaran pada kebutuhan mendesak seperti penanganan banjir di Jalan Panglima Sudirman.
“Kalau Pemkab menganggarkan drainase Panglima Sudirman sebesar Rp2 miliar, itu masih masuk akal karena di sana sering banjir. Tapi proyek alun-alun, pasar, atau hutan kota sebaiknya ditunda dulu,” jelasnya.
Komisi II mengingatkan bahwa dana pinjaman daerah harus digunakan secara hati-hati dan memastikan setiap alokasi memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
“Kita ini sedang berutang. Jadi, setiap rupiah dari pinjaman daerah harus memberi dampak bagi ekonomi rakyat, bukan hanya proyek indah di atas kertas atau proyek gagal manfaat yang terus kita biayai,” ujarnya.
Kabar Trenggalek - Politik
Editor:Zamz













