KBRT – Peternak sapi perah di Desa Botoputih, Kecamatan Bendungan, memanfaatkan sistem pinjam modal Gaduh untuk tetap bertahan dan mengembangkan usaha. Skema ini membuka peluang bagi warga yang belum memiliki modal untuk ikut memelihara sapi perah melalui sistem bagi hasil.
Gaduh merupakan pola kerja sama dalam usaha pertanian atau peternakan, di mana hasil ternak dibagi antara pemilik hewan dan penggaduh. Umumnya, pembagian dilakukan setengah atau sepertiga sesuai kesepakatan.
Sunaji (64), warga Dusun Krapyak RT 17 RW 06, merasakan langsung manfaat sistem tersebut setelah tiga ekor sapinya terdampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada awal 2025.
“Satu kandang kena semua, yang satu mati terus yang dua masih bisa saya jual. Makanya saat ini saya Gaduh 1 sapi dan beli lagi dua ekor,” katanya.
Dengan skema itu, Sunaji kini kembali memiliki tiga ekor sapi perah yang siap laktasi. Dua di antaranya ia beli sendiri, sementara satu ekor merupakan sapi gaduhannya.
Ia menilai sistem Gaduh memberinya kesempatan untuk tetap produktif setelah sempat kehilangan seluruh ternaknya pada tahun-tahun sebelumnya.
“Masih enakan Gaduh daripada pinjam di tempat lain, kalau di bank belum bunganya, terus misal sapinya mati sudah rugi, Gaduh ruginya bisa diringankan, kita hanya modal tenaga saja,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Nur Ikhsan, peternak asal RT 04 RW 02. Ia bercerita bahwa pada 2007 dirinya bekerja sebagai pencari rumput di salah satu kandang milik tetangga. Melihat peluang usaha susu, ia kemudian meminjam sapi betina melalui sistem Gaduh.
Ikhsan menjelaskan, dari satu sapi betina yang ia pelihara, anak pertama menjadi miliknya. Sedangkan anak kedua dibagi hasil dengan pemilik sapi.
“Sekarang sudah punya 5 ekor sapi, yang 3 sudah aktif diperah. Sebenarnya mau nambah lagi, tapi belum bisa,” katanya.
Sekretaris Desa Botoputih, Budi Utomo, membenarkan bahwa sistem Gaduh menjadi salah satu penopang pertumbuhan peternakan sapi perah di desanya. Skema ini memudahkan warga tanpa modal untuk mulai beternak.
“Gaduh itu ya punya peranan sangat besar. Soalnya bagi warga yang belum punya sapi, atau yang sapinya masih satu dua, enggak punya modal, itu juga membantu sebelum semuanya punya seperti sekarang,” ujarnya.
Budi menambahkan, saat ini berkembang pula pola Gaduh baru. Peternak membawa satu ekor sapi betina, kemudian dijual kembali saat hamil tua karena harganya dua kali lipat lebih tinggi. Dana penjualan kemudian dibagi: sebagian untuk mengganti sapi pinjaman pemilik, sisanya digunakan membeli sapi dara.
“Terlebih habis PMK ini, banyak lagi peternak yang Gaduh sapi, ada yang cari ada banyak juga yang menawarkan karena untuk meringankan cari rumputnya, jadi sama-sama membutuhkan,” tuturnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz













