Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia mengecam keras tindakan aparat kepolisian dari Polres Manggarai yang menangkap Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut, saat meliput aksi warga Poco Leok yang tengah melakukan aksi protes atas pematokan lahan Proyek Geothermal di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu, 2 Oktober 2024.
Berdasarkan berita yang dipublikasikan melalui floresa.co, Herry Kabut diangkut dalam mobil aparat bersama beberapa warga Poco Leok lain yang juga ditangkap. Menurut keterangan warga, Herry ditarik dan diangkut paksa ke dalam mobil aparat sambil dianiaya. Kejadian tersebut didokumentasi oleh warga setempat.
“Berdasarkan kejadian tersebut, Komite Keselamatan Jurnalis menilai kasus ini merupakan pelanggaran berat terhadap jaminan perlindungan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Erick Tanjung, Koordinator KKJ Indonesia dalam siaran pers yang beredar Jumat, 4 Oktober 2024.
Pasal 18 ayat 1 UU Pers disebutkan, setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik penjara dapat dipenjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Selain itu, lanjut Erik, tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan juga dapat dijerat tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara.
“Atas perkara tersebut, kami mendesak kepolisian untuk memproses aparat yang melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis secara hukum pidana dan kode etik,” kata Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia ini.
KKJ juga mendesak Kapolri beserta jajarannya untuk menghentikan segala bentuk tindakan penggunaan gas air mata, intimidasi, penghalang-halangan, penyerangan (represi), penangkapan dan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap para jurnalis yang sedang bertugas dalam melakukan peliputan aksi publik sebagaimana dilindungi oleh undang-undang;
KKJ juga meminta Panglima TNI beserta jajarannya untuk menarik mundur seluruh anak buahnya yang ditugaskan dalam pengamanan aksi sipil karena tidak sejalan dengan tugas dan kewajiban sebagaimana amanat Undang-undang;
“Kami juga meminta Kapolri dan Panglima TNI beserta seluruh jajarannya untuk segera melakukan investigasi dan mengusut tuntas praktik kekerasan berupa penganiayaan, intimidasi dan penyerangan fisik yang menyasar jurnalis yang tengah menjalankan tugas peliputan,” tambahnya.
KKJ juga mengimbau para korban kekerasan untuk melaporkan seluruh bentuk kekerasan yang dialami selama proses peliputan;
Kejadian bermula ketika PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai memaksa masuk ke wilayah Pocoleok untuk membuka akses jalan proyek Geothermal pada Rabu, 2 Oktober 2024. Masuknya PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai ini diiringi dengan pengamanan aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat, dan Polisi Pamong Praja. Upaya tersebut dihadang oleh warga dan direspons oleh aparat dengan pemukulan dan penangkapan.
Berdasarkan informasi langsung yang diperoleh dari warga sekitar, aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat dan Pol-PP tidak memperbolehkan warga Poco Leok mengambil gambar. Aparat mendorong, mendobrak, sehingga ada beberapa warga yang terluka karena dipukul polisi berseragam lengkap. Berdasarkan keterangan warga ada sekitar empat orang yang ditahan saat ini dan aparat mengatakan akan melepas mereka, ketika warga aksi bubar. Pemimpin redaksi Floresa juga ditangkap saat melakukan peliputan.
Editor:Danu S