Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

HGU PT Bumisari Terbitan BPN Banyuwangi Jadi Sumber Konflik Agraria di Pakel

Konflik agraria antara petani Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi dengan perkebunan PT Bumisari tak kunjung selesai. Di bulan suci ramadhan ini, petani Pakel mengalami berbagai intimidasi hingga kekerasan fisik karena mempertahankan tanahnya.Harun, Ketua Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP), mengatakan sumber konflik agraria di Pakel adalah Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumisari yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi. HGU itu berlaku mulai 2019 hingga 2034.Harun mengkritisi HGU yang diterbitkan tahun 2019 itu berkebalikan dengan pernyataan BPN Banyuwangi tahun 2018. Melalui surat nomor 280/600.1.35.10/II/2018 tanggal 14 Februari 2018, BPN Banyuwangi menyatakan HGU PT Bumisari tidak ada di Pakel."Akar dari semua permasalahan di Pakel ini ya HGU yang diterbitkan oleh BPN Banyuwangi tahun 2019. Padahal sebelumnya tahun 2018 itu, BPN Banyuwangi menyatakan di Pakel tidak masuk dalam HGU PT Bumisari," ujar Harun saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek.Harun menyampaikan, penerbitan HGU PT Bumisari tahun 2019 itu tidak dikoordinasikan secara transparan dengan petani Pakel. Selain itu, petani Pakel mempertahankan tanahnya dengan dasar Surat Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor: 188/402/KEP/429.011/2015, tanggal 5 Agustus 2015, tentang Batas Desa Pakel.Petani Pakel juga memiliki dasar dari Surat Ijin Membuka Tanah atau akta 1929, yang dikeluarkan oleh Bupati Banyuwangi ke 11, Raden Adipati Aria Mohamad (RAAM) Notoadisoerjo, pada 11 Januari 1929."Karena ada dasar akta 29 itu, kemudian warga membuka hutan. Jadi hutan itu yang buka bukan dari Belanda atau perkebunan Bumisari. Yang membuka untuk lahan pertanian itu warga. Tanam jagung, dan apapun yang bisa dimakan oleh warga pada zaman itu," terang Harun.[caption id="attachment_70791" align=aligncenter width=1280]kronologi-serangan-petani-pakel-pt-bumisari-banyuwangi Segerombol sekuriti PT Bumisari dan diduga preman bayaran sempat menyerang petani Pakel/Foto: Dokumentasi RTSP[/caption]Dampak dari HGU PT Bumisari yang diterbitkan BPN Banyuwangi membuat petani Pakel tak kunjung mendapatkan hak untuk mengelola tanah di desanya. Pada bulan suci ramadhan ini, tepatnya tanggal 2 hingga 14 Maret 2024, petani Pakel mengalami berbagai intimidasi dan kekerasan fisik."Dampak dari HGU untuk yang pada bulan puasa Ini kan sangat besar, dengan adanya penyerangan oleh PT Bumisari, rakyat diintimidasi, mau dibacok, ada yang dipukul sampai pingsan. Itu adalah sebuah bentuk dampak dari HGU yang dikeluarkan oleh Pertahanan Banyuwangi. Itu nyawa taruhannya warga itu," tegas Harun.Harun menceritakan, ratusan pekerja maupun satpam PT Bumisari membawa senjata tajam untuk menebangi tanaman milik petani Pakel. Pekerja dan satpam juga mengintimidasi dengan menyabitkan senjatanya kepada petani Pakel yang mempertahankan tanah."Negara itu juga harus hadir. Karena kami selaku warga Indonesia juga butuh perlindungan, butuh aman hidup di Indonesia ini. Kalau sebagian warga yang berkonflik dengan perkebunan kemudian orangnya juga mau dibacok, terus negara ini diam, di mana ketentraman dan keamanan warga Pakel?" ucap Harun.Menanggapi kritik tersebut, Administratur PT Bumisari, Sudjarwo Adji, mengklaim sudah menjalankan kewajiban dan tanggungjawab HGU secara baik serta tidak pernah melanggar maupun terlambat memenuhi kewajiban kepada pemerintah. Ia juga mengatakan, seharusnya petani Pakel melakukan gugatan kepada BPN Banyuwangi."Sebenarnya, hal surat [HGU PT Bumisari] tidak ada di Pakel menurut BPN, seharusnya orang pakel melakukan gugatan pada BPN dan menyampaikan hak warga pakel yang sebenarnya kepada pengadilan agar terurai permasalahan saat ini," ujar Sudjarwo.Sementara itu, Mujiono, Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Banyuwangi, tidak merespons kritik penerbitan HGU PT Bumisari. Saat Kabar Trenggalek mendatangi BPN Banyuwangi, Senin (01/04/2024), kata staff, Mujiono tidak ada di kantor.Kemudian, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp pada Selasa (02/04/2024), Mujiono hanya mengatakan konflik agraria di Pakel sudah ditangani Tim Terpadu bentukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi. Tim Terpadu terdiri dari Polresta Banyuwangi, Kodim 0825 Banyuwangi, Pemkab Banyuwangi, dan kerjasama dengan BPN Banyuwangi."Karena konflik pakel sudah ditangani Timdu [Tim Terpadu] kabupaten, itu sudah kewenangan Timdu. Ke Timdu aja," kata Mujiono.Ketika ditanyai tentang penerbitan HGU PT Bumisari 2019 yang dikritik petani Pakel karena tidak berdasarkan pernyataan BPN Banyuwangi pada 2018, Mujiono tidak merespons. Begitu juga saat ditelepon pada Rabu (03/04/2024), Mujiono tetap tidak merespons.[caption id="attachment_37494" align=aligncenter width=1080] Poster aksi solidaritas pembebasan tiga petani Pakel Banyuwangi/Foto: @rukunpakel (Instagram)[/caption]Harun menilai, BPN Banyuwangi seperti melemparkan tanggungjawab ke Tim Terpadu. Seolah-olah, semua persoalan konflik agraria di Pakel ditangani Tim Terpadu. Padahal, HGU PT Bumisari yang jadi sumber konflik agraria di Pakel diterbitkan oleh BPN Banyuwangi.Menurut Harun, sikap abai BPN Banyuwangi dan klaim PT Bumisari menjalankan HGU secara baik, itu tidak menyentuh dasar persoalan konflik agraria di Pakel. Harun mengungkapkan, secara mendasar, penerbitan HGU PT Bumisari tidak mempertimbangkan kondisi petani Pakel yang tidak bertanah."Dampak dari HGU yang dikeluarkan oleh BPN itu ya sangat-sangat berpengaruh bagi warga yang tidak bertanah. Enggak ada tanah yang mau dikelola di Pakel. Banyak juga warga yang tunakisma, gak punya tanah, numpang rumah [di kerabatnya]" ujarnya.Perlu diketahui, berdasarkan catatan sejarah di Buku Atas Nama Tanah Pakel, dalam akta 1929, Bupati Notoadisoerjo memberi hak kepada petani Pakel untuk mengelola tanah hutan di Sengkan Kandang dan Keseran.Tanah hutan itu seluas 4000 bahu (2.840 hektare). Dengan pembagian tiap petani 1 ¹/₄ bahu, rincinya 1 bahu untuk pertanian, ¹/₄ bahu untuk rumah. Tanah hutan itu diperuntukkan kepada ribuan petani tak bertanah di Pakel dan desa-desa sekitarnya.Oleh karena itu, petani Pakel memperjuangkan hak atas tanah. Mereka juga menuntut pencabutan HGU PT Bumisari yang dinilai tidak transparan serta mengabaikan kondisi mayoritas petani Pakel tak bertanah."Pemerintah itu kayaknya tutup mata. Enggak mau tahu. Jadi penerbitannya [HGU PT Bumisari] itu kucing-kucingan, enggak transparan," ucap Harun.