Tambak Udang di Trenggalek Terus Bertambah, Ancaman Perusakan Lingkungan Semakin Melimpah
Kabar Trenggalek - Persoalan limbah tambak udang di Trenggalek tak kunjung selesai. Limbah tambak udang di kawasan pesisir pantai selatan Trenggalek membawa beragam dampak buruk kepada lingkungan maupun masyarakat, Senin (06/06/2022).Seperti yang diresahkan oleh Hanung Kurniawan, warga Desa Munjungan. Hanung menceritakan bahwa banyak limbah tambak udang yang mencemari lingkungan di Munjungan. Parahnya, hari ini tambak udang di Munjungan terus bertambah."Tambak udang di Kecamatan Munjungan itu ada di dua desa, Munjungan dan Masaran. Di Desa Munjungan lokasinya di RT 05, di sekitar Pantai Blado, daerah Nggebang. Itu punya Pak Wagub [Wakil Gubernur Jawa Timur] Emil," jelas Hanung saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek."Nah, sekarang ada tambak-tambak baru di Dusun Singgihan RT 11-19, Desa Masaran, memanjang dari timur ke barat. Ada sekitar 4 petak tambak," tambahnya.Hanung menjelaskan, dampak pencemaran lingkungan dikarenakan tambak udang itu tidak memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Dampak pencemaran lingkungan yang pertama adalah bau tidak sedap dari limbah tambak udang.“Dampak tambak itu bau tidak sedap, dan polusi udara, itu jelas. Otomatis, karena limbahnya [dari tambak udang] itu dibuang ke laut," ucap Hanung.Selain bau tidak sedap, kata Hanung, limbah tambak udang juga berdampak terhadap penurunan hasil tangkapan ikan oleh nelayan."Biasanya kalau di laut kan ada plankton-plankton, mereka makannya di pinggir laut. Nah, plankton itu dimakan oleh ikan-ikan kecil, dan ikan kecil dimakan ikan besar lainnya. Jadi kalau limbahnya dibuang ke laut, otomatis plankton akan menghilang, ikan-ikan kecil dan ikan lainnya juga tidak bisa mendapatkan makanan [plankton]," kata Hanung.[caption id="attachment_13525" align=aligncenter width=1280] Limbah tambak udang yang langsung dibuang ke laut di Pantai Blado Munjungan/Foto: Dokumen warga Munjungan[/caption]Menurut keterangan Hanung, sejak 2021, penghasilan nelayan mulai berkurang akibat dampak limbah tambak udang. Sebelumnya, nelayan selalu bisa mendapatkan ikan, tapi sekarang nelayan bisa tidak mendapatkan ikan sama sekali.“Kalau sekarang pas musim hujan itu tidak seberapa, air sungai masih masuk ke laut masih ada plankton, limbahnya masih tawar. Tapi kalau pas kemarau, dari air sungai tidak ada yang masuk ke laut, itu sangat berpengaruh. Hasil nelayan berkurang," ungkap Hanung.Hanung menyampaikan, limbah tambak udang yang terus dibuang ke laut itu memberi dampak abrasi (proses pengikisan pantai).“Akhirnya air limbah itu kan jatuh langsung ke pasir. Pantainya terkikis, akhirnya laut semakin mendekat ke daratan," terangnya.Parahnya, limbah tambak udang juga berdampak meningkatkan potensi bencana alam, salah satunya Tsunami. Sebab, wilayah pantai seharusnya banyak ditanami mangrove maupun tanaman lain untuk menghadang tsunami.Hanung bersama teman-temannya di Perhimpunan Sumbreng Raya (PSR), yang menyadari potensi tsunami itu, terus melakukan kegiatan konservasi. Mereka menanam mangrove, ketapang keben dan tanaman lain di pantai Munjungan. Kegiatan konservasi itu dilakukan bersama komunitas lain seperti Komunitas Peduli Lingkungan (Kopel), Ansor, ISM, IST Munjungan, IPSI dan lain-lain.Selain mengantisipasi potensi tsunami, Hanung dan teman-temannya juga ingin pengunjung pantai juga bisa menikmati wisata mangrove, bukan malah wisata limbah tambak udang.“Biota di mangrove biasanya banyak seperti kepiting, kerang, ikan, itu mati semua karena limbah tambak udang. Cita-citanya temen-temen itu, kan pengennya nanti itu wisatawan gak cuma wisata pantai, tapi juga ke wisata mangrove," ujarnya.[caption id="attachment_4519" align=aligncenter width=1000] Tambak udang yang mangrak ditinggal pengelolanya menjadi sarang nyamuk yang meresahkan warga Munjungan/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Sayangnya, keinginan Hanung dan teman-temannya itu diabaikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek.Sebelumnya, pada tanggal 6 Oktober 2021, warga yang tergabung dalam Perhimpunan Sumbreng Raya mengadakan audiensi dengan Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan) Munjungan dan para petambak."Kami ndak pengin ngutik-ngutik kalau terkait usaha tambak. Kalau orang mau berusaha monggo, tapi yang penting IPAL-nya dibuat, dampaknya itu diminimalisir. Dengan menjalankan peraturan yang sudah berlaku," terang Hanung.Melalui rapat bersama Muspika Munjungan dan para petambak, ada tiga kesepakatan yang dihasilkan. Pertama, dalam jangka waktu maksimal tiga bulan, para petambak harus membuat IPAL. Kedua, jika belum membuat IPAL, para petambak tidak boleh menebar benih udang lagi. Ketiga, jika belum membuat IPAL, para petambak tidak boleh membuat tambak lagi. Akan tetapi, kesepakatan itu dilanggar semua."Masyarakat kecewa dengan ketidakseriusan pemerintah untuk mengatasi masalah lingkungan dari usaha tambak. Bukan dari kecamatan saja, tapi dari Pemkab Trenggalek juga yang tidak serius. Meskipun dari dewan sudah punya iktikat baik datang ke lapangan, tapi nyatanya ya tetap tidak ada solusinya," tandas Hanung."Jadi kami itu guyup rukun dan sangat peduli dengan lingkungan. Pengen kami itu lingkungannya aman dari semua ancaman. Cuman sekarang gak ada titik temu dari pemerintah gitu lho. Tapi tidak ada keseriusan dari pemerintah," tegasnya.
Kabar Trenggalek Hadir di WhatsApp Channel Follow