Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Ratusan Organisasi dan Pesantren di Indonesia Suarakan Darurat Kekerasan Seksual

Kabar Trenggalek - Kasus kekerasan seksual yang terus terjadi akhir-akhir ini membuat ratusan organisasi dan pesantren di Indonesia menyuarakan darurat kekerasan seksual. Hal itu disampaikan melalui pernyataan sikap Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dan Jaringan Masyarakat Peduli Darurat Kekerasan Seksual (JMPDKS) pada Selasa, 14 Desember 2021.Melalui pernyataan sikapnya, KUPI dan JMPDKS didukung oleh lebih dari 300 organisasi, pesantren, lembaga, dan komunitas yang ada di Indonesia.“Fakta bahwa tindakan kekerasan seksual secara terus-menerus terjadi di Indonesia, di hampir seluruh wilayah Indonesia. Dengan berbagai usia korban, dan dilakukan oleh pelaku tanpa memandang latar belakang pendidikan, keagamaan, usia, maupun lainya. Dan terjadi tanpa memandang tempat, baik rumah, asrama, tempat kerja, lembaga pendidikan, jalan, maupun tempat lainnya,” tulis KUPI dan JMPDKS dalam pernyataan sikapnya.KUPI dan JMPDKS juga menimbang fakta bahwa para korban yang terus berjatuhan tidak memperoleh perlindungan yang cukup dan pendampingan yang memadai. Korban selalu disalahkan dan disudutkan dalam berbagai jenjang. Sejak berhadapan dengan pelaku, keluarga yang menganggapnya aib.Kemudian, ketika korban melaporkan kasusnya ke aparat, justru aparat yang menyalahkan perilaku dan pakaian korban. Tidak semuanya memperoleh pendampingan dan sering diselesaikan secara kekeluargaan. Bahkan, masyarakat masih sering menormalisasi prakti-praktik kekerasan.Baca juga: Tiga Tahun Cabuli 34 Santriwati, Ustadz di Trenggalek Ditangkap Polisi“Upaya korban mencari keadilan dan memperoleh pemulihan juga terhambat karena peraturan perundangan-undangan yang ada belum mengenali persoalan kekerasan seksual secara menyeluruh. Bahkan ada yang justru potensial digunakan untuk mengkriminalkan korban, fasilitas dan kapasitas layanan pendampingan bagi bagi korban belum tersedia secara memadai di banyak wilayah,” jelas KUPI dan JMPDKS.“Dampak buruk, trauma berat, dan bahaya besar, baik secara fisik, psikis, maupun sosial pada korban bisa berlangsung seumur hidup mereka. Sedangkan pelaku dapat melenggang lolos dari hukuman setimpal. Jikapun telah menjalani hukuman tidak ada tindakan korektif apapun pada pelaku, sehingga potensial mengulang perbuatannya itu dan korban terus bertambah dan berjatuhan,” tambah keterangan itu.Menurut KUPI dan JMPDKS, pembiaran tindak pidana kekerasan seksual membahayakan kualitas bangsa sebagai individu, baik pelaku maupun korban. Kekerasan seksual mengancam jiwa manusia, terutama perempuan dan anak yang paling rentan. Selain itu, kekerasan seksual juga merusak kesakralan lembaga perkawinan, keutuhan dan ketahanan keluarga, keberdayaan masyarakat, maupun keutuhan bangsa, serta kehidupan manusia pada umumnya.Baca juga: ForMujeres: Ustad yang Memaksa Hubungan Seksual Harus Dilawan, Tidak Boleh PatuhMelalui pernyataan sikapnya, KUPI dan JMPDKS memperhatikan beberapa hal, di antaranya:
  1. Cita-cita Islam untuk mewujudkan sistem kehidupan yang menjadi anugerah bagi semesta atau Rahmatan lil Alamin dan menyempurnakan akhlak mulia manusia atau Li Utammima Makarimal Akhlaq.
  2. Amanah Pancasila sebagai fondasi dalam berbangsa dan bernegara untuk menjunjung tinggi nilai ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan sosial.
  3. Amanah UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara RI untuk menjamin keselamatan dan keamanan seluruh warga negara dari semua tindakan yang membayakan dirinya.
  4. Norma-norma luhur adat istiadat Nusantara yang menghormati perempuan, menyayangi anak-anak, memberdayakan orang-orang lemah, melindungi dan mendukung mereka yang menjadi korban kezaliman dan kejahatan.
  5. Hasil Musyawarah Keagamaan Kongres ULama Perempuan Indonesia (KUPI) di Pondok Jambu Cirebon pada tahun 2017 yang menyatakan bahwa tindakan kekerasan seksual, baik di dalam maupun di luar perkawinan, adalah haram.
Baca juga: Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren Harus Dilakukan Bersama-Sama

KUPI dan JMPDKS Menyatakan Sikap:

  1. Setiap tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh siapa pun, kapan pun, di mana pun, dan dalam bentuk apa pun adalah sebuah kezaliman yang bertentangan dengan cita- cita Islam untuk menjadi rahmat bagi semesta dan menyempurnakan akhlak mulia manusia, norma-norma adat dan tradisi luhur ketimuran, nilai-nilai Pancasila, serta hak- hak dasar warga negara yang dijamin Konstitusi Negara Republik Indonesia.
  2. Kekerasan seksual di Indonesia sudah mencapai tahap darurat yang memerlukan kerjasama seluruh komponen bangsa yang beradab sebagai panggilan iman bagi seluruh umat beragama.
  3. Kondisi Darurat Kekerasan Seksual ini mewajibkan negara sebagai Ulil Amri untuk menciptakan Sistem Perlindungan Hukum untuk mencegah setiap anak bangsa menjadi korban maupun pelaku Kekerasan Seksual, melindungi dan memulihkan korban, juga merehabilitasi pelakunya.
Baca juga: Aktivis Perempuan Sebut Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren seperti Fenomena Gunung Es

KUPI dan KMPDKS Merekomendasikan:

  1. Kepada para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat untuk menjaga adat, tradisi, dan tafsir keagamaan yang adil dan beradab dan secara aktif mewujudkan sistem pendukung bagi pencegahan kekerasan seksual oleh siapapun kepada siapapun, dan perlindungan serta pemulihan korban serta menghukum dan memberi tindakan korektif kepada pelaku.
  2. Kepada pemerintah untuk secara sungguh-sungguh mengupayakan sistem pendidikan publik untuk membangun kesadaran tentang bahaya kekerasan seksual dan membangun sistem pelindungan hukum untuk mencegah siapapun menjadi korban dan pelaku kekerasan, serta melindungi dan memenuhi hak-hak korban.
  3. Kepada masyarakat dan korporasi untuk berpartisipasi mewujudkan sistem pencegahan dini kekerasan kekerasan seksual dan aktif memberikan dukungan pada korban.
  4. Wa bil khusus, kepada DPR Republik Indonesia dan Pemerintah agar segera memenuhi amanat Konstitusi untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan mewujudkan sistem perlindungan hukum yang memberikan akses keadilan bagi korban, mencegah keberulangan tindak pidana kekerasan seksual, menjamin tidak adanya impunitas pelaku, serta menjaga setiap warga bangsa dari menjadi pelaku dan korban kekerasan seksual.
  5. Kepada media massa dan para influencer untuk mengoptimalkan peran pembentukan wacana dan sikap mendukung korban dan memutus impunitas pelaku kekerasan seksual, serta ikut serta mendidik masyarakat untuk berperilaku mulia, beradab, menghormati hak- hak dasar setiap orang, terutama dengan menghindari segala bentuk kekerasan seksual.