Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Pemerintah Desa Trenggalek Tidak Menolak BLT Dana Desa, Tapi Tolak Aturan Minimal BLT Dana Desa

Kabar Trenggalek - Sejumlah 1700 massa aksi yang terdiri dari Kepala Desa (Kades), Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Se-Kabupaten Trenggalek melakukan demo di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Trenggalek. Massa aksi tidak menolak Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa, tapi menolak aturan minimal untuk BLT dana desa. Kamis (16/12/2021).Massa aksi tersebut melakukan demo untuk menolak rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2022, yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 29 November 2021.Peraturan yang ditolak itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 104 tahun 2021 tentang Rincian APBN TA 2022 yang mengatur tentang penggunaan Dana Desa pada TA 2022. Aksi Tolak Perpres no. 104 tahun 2021 dikoordinatori oleh Puryono, Kades Karangturi, Kecamatan Munjungan.Baca juga: Massa Aksi Pejabat Desa Trenggalek Sebut Negara Rampok Kewenangan Desa Melalui Perpres 104 Tahun 2021Massa aksi menolak pasal 5 ayat (4), yang menyebutkan, bahwa dana desa tahun 2022, diatur penggunaanya untuk:
  1. Program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai (BLT) desa paling sedikit 40% (empat puluh persen).
  2. Program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20% (dua puluh persen).
  3. Dukungan pendanaan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) paling sedikit 8% (delapan persen), dari alokasi dana desa setiap desa, dan
  4. Program sektor prioritas lainnya.
[caption id="attachment_5911" align=aligncenter width=1280]Salah satu poster massa aksi pemerintah desa Trenggalek menolak Perpres 140 tahun 2021 Salah satu poster massa aksi pemerintah desa Trenggalek menolak Perpres 140 tahun 2021/Foto: Wahyu Agung Prasetyo - Kabar Trenggalek[/caption]

Aturan Minimal Alokasi Anggaran Dana Desa yang Dianggap Menyulitkan

Menurut Puryono, Perpres no 104 tahun 2021 ini bermasalah karena Perpres tersebut menyulitkan seluruh pihak pemerintah desa yang ada di Kabupaten Trenggalek.“Perpres sangat menyulitkan bagi seluruh apatur pemerintah desa di seluruh Indonesia. Tidak hanya di Trenggalek. Jadi ini tidak terkait BLT dana desa-nya yang kami tolak. Ini yang ditolak adalah minimalnya. Minimal inilah yang membuat pihak desa kesulitan.” ujar Puryono.Perpres no 104 tahun 2021 menetapkan ketentuan minimal alokasi anggaran dana desa bagi pemerintahan desa. Jika ditotal, maka muncul angka 68% sebagai jumlah minimal dana desa yang harus digunakan untuk BLT dana desa, program ketahanan pangan dan hewani, serta penanganan Covid-19. Artinya, dana yang bisa digunakan oleh pemerintah desa yaitu 32% juta untuk program sektor prioritas lainnya.Baca juga: DPRD Trenggalek Siap Menyampaikan Aspirasi Tolak Perpres 104 ke Pemerintah PusatPuryono menyebutkan jumlah anggaran dana desa untuk setiap desa di Trenggalek itu berbeda-beda. Perbedaan tersebut tergantung dengan jumlah penduduk, luas wilayah, serta jumlah orang miskin yang ada di setiap desa. Menurut Puryono, aturan minimal 40% untuk BLT dana desa menaikkan asumsi kemiskinan masyarakat secara keseluruhan di tingkat nasional.Puryono mencontohkan, anggaran dana desa untuk Desa Karangturi, Kecamatan Munjungan, yaitu Rp. 1,5 miliar. Sehingga, jika menggunakan skema dari Perpres 104 tahun 2021, maka akan muncul angka Rp. 600 juta untuk BLT dana desa, Rp. 300 juta untuk program ketahanan pangan dan hewani, Rp. 120 juta untuk penanganan Covid-19. Kemudian, sisa Rp. 480 juta untuk program sektor prioritas lainnya.Puryono menjelaskan, sisa 32% (Rp. 480 juta) sebagai alokasi anggaran dana desa di desa karangturi itu tidak mencukupi untuk keperluan pembangunan insfrastruktur dan pemberdayaan masyarakat.“Sisa 32% kan untuk infrastruktur dan pemberdayaan, gak cukup. Ndak cukup untuk memenuhi janji yang sudah di-refocusing dua tahun ini. Contohnya kami mau membangun rabat jalan di rt 1 rw 1, kemudian anggarannya kami coret karena karena harus menangani BLT dana desa, padat karya tunai, serta penanganan Covid,” jelas Puryono, Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Trenggalek.Baca juga: Kades, Perangkat Desa, dan BPD Se-Kabupaten Trenggalek Demo Tolak Perpres 104 Tahun 2021Selain berdampak pada turunnya alokasi anggaran dana desa untuk program sektor prioritas lainnya, Perpres no. 104 2021 juga menyulitkan pemerintah desa di Trenggalek untuk mencari Kelompok Penerima Manfaat.“Bahwa minimal 40% untuk BLT dana desa, kalau dana desanya 1,5 miliar rupiah, kami kan kesulitan mencari KPM dengan kriteria yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Di desa saya ada sekitar 200 lebih KPM. Saya kesulitan. Kemudian kejadian di tahun lalu saya mencari 10 saja kesulitan, karena kriteria yang mengikat di dalamnya ini sangat berat. Orang tidak punya rumah tidak makan sehari yang lantainya tanah sekarang ini jarang lah yang ada di desa,” katanya.“Untuk hewani dan nabati untuk 20% ini berat juga, ini minimal. Padahal BPNT [Bantuan Pangan Non-Tunai] itu sudah memberikan untuk nabati dan hewani. Untuk Covid-nya 8% padahal hari ini [kasus Covid-19] kita landai. 8% itu juga berat,” tambah Puryono.[caption id="attachment_5912" align=aligncenter width=1280]Salah satu poster massa aksi pemerintah desa Trenggalek tolak Perpres 140 tahun 2021 Salah satu poster massa aksi pemerintah desa Trenggalek tolak Perpres 140 tahun 2021/Foto: Wahyu Agung Prasetyo - Kabar Trenggalek[/caption]

Pemerintah Desa Ingin Mengelola Dana Desa Tanpa Intervensi Negara

Alasan massa aksi pejabat desa Trenggalek melakukan penolakan yaitu, terbitnya Perpres no. 104 tahun 2021 berbenturan dengan hasil kesepakatan saat musyawarah desa (Musdes). Kehadiran Perpres no 104 tahun 2021 dinilai terlambat oleh Puryono.Padahal, pemerintah desa Trenggalek sudah menyepakati Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa dan Rencana Pembangunan Jangka menengah (RPJM) Desa yang termuat dalam Anggaran Pendapatan dan belanja (APB) Desa.“Karena per 31 Desember 2021 itu kita akan dok [menetapkan], kemudian ada Perpres 104. Kegiatan 2022 kan sudah termakub dalam APB Desa, kan harus diimplementasikan. Kami sudah janjikan ke rakyat. Kami sudah dua tahun gak membangun dengan janji-janji kami. Ini gimana ini? Karena peraturan pemerintah itu selalu datang terlambat ketika kita sudah fight untuk bergerak,” tegas Puryono.Baca juga: Sri Mulyani Naikkan Tarif Cukai Rokok Tahun 2022, Berikut RinciannyaMenurut keterangan Puryono, pemerintah desa sudah Musdes untuk menentukan jumlah penduduk miskin supaya bisa masuk di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Oleh karena itu, Puryono meminta pemerintah pusat tidak usah ikut campur urusan yang ada di desa.“Kan sudah banyak yang mendapat BPNT [Bantuan pangan Non Tunai]. Bantuan sosial itu ya BPNT dan PKH [Program Keluarga harapan] itu ajalah pemerintah. Yang lain itu sudah selesai. Ndak usah menyentuh ke ranah kedesaan terkait regulasi dana desa,” protes Puryono.“Kami sudah melaksanakan [program bantuan sosial] selama dua tahun dan tidak ada masalah di desa, Tapi penolakan ini adalah supaya tidak ada minimal-minimal itu. Ya kalau minimal minimal ya habis dong, dana desa ini. Terus apa yang mau kami gunakan untuk implementasi untuk membangun desa,” tambahnya.Puryanto mengklaim bahwa Indeks Desa Membangun (IDM) di Kabupaten Trenggalek sudah naik semua. Sehingga, pihaknya berharap pemerintah pusat tidak memberi batasan minimal untuk alokasi anggaran dana desa.“Jangan dikasih minimal, tapi secara proporsional desa mengatur dengan sendirinya. Atau seperti kemarin ini akan lebih leluasa, lebih bijak. Seperti kemarin itu kan menyesuaikan dana desa yang diterima oleh desa. Ini akan leluasa ketika yang mengatur adalah desa,” tandasnya.