Suara gamelan di balai desa menembus telinga. Masyarakat tampak berbondong-bondong menghampiri sumber suara. Pedagang kaki lima tampak sibuk melayani pengunjung.
Jumat (02/05/2023), tepat pukul 20.30 WIB bersih Desa Prambon, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek, berlangsung. Tradisi Sinongkelan yang sudah bertahan secara turun temurun, tampak jadi magnet warga datang di bersih desa.
Kepala Desa Prambon dan jajaran serasi mengenakan baju adat jawa surjan dan blangkon khas Solo. Kala pemeran Sinongkelan memasuki pendapa desa, masyarakat mulai memadati halaman.
Tampak sosok yang memakai baju compang-camping mengenakan ikat dari sabut kelapa, berperan sebagai Kanjeng Sinongkel. Saat ditemui Kabar Trenggalek, pemeran Kanjeng Sinongkel mengaku sudah menjalankan tugasnya itu selama empat tahun.
"Saya sudah empat tahun berperan jadi Kanjeng Sinongkel. Di Prambon setelah ada tradisi Sinongkelan semakin berkembang, kami didatangi dari beberapa masyarakat dari Jawa Timur dan Jawa Tengah," ungkap Jani, warga Desa Prambon.
Jani mengaku, hingga saat ini generasi muda/milenial masih minim untuk tertarik terhadap budaya Sinongkelan. Tak dipungkiri, dirinya bakal menarik minat anak muda dengan mendirikan sanggar untuk belajar tradisi Sinongkelan.
"Mungkin nanti bisa ada sanggar, sebetulnya kami saat ini sedang menunggu gedung yang dibangun untuk memberikan ruang terhadap tradisi sinongkelan," tegasnya.
Jani mengaku, saat ini pemain sinongkelan berumur 30 tahun ke atas. Kondisi demikian bakal menjadikan tradisi yang sudah menyabet penghargaan budaya tak benda itu luntur.
"Sinongkelan pemain bisa bertambah. Untuk saat ini 23 orang yang berperan sebagai patih 1, gandek 1, kanjeng 1 dan 20 lainnya menjadi pemeran wayang," paparnya saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek.
Pemain Sinongkelan itu diambil secara merata di setiap Rukun Tetangga (RT) di Desa Prambon, dengan total jumlah 74. Uniknya dalam perjalanan pentas sinongkelan jika ada wayang yang tak sesuai gerakan tarian bakal kena hukuman meminum air gula aren.
"Kami hanya latihan satu kali langsung jadi, karena sudah terbiasa. Tidak ada ritual khusus, ritualnya sudah secara turun-temurun. Kami berharap terhadap anak muda supaya mulai sadar tentang tradisi yang sudah berjalan dari nenek moyang," tandas Jani.