Ramainya Pagelaran Sinongkelan, Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Desa Prambon Trenggalek
Kabar Trenggalek - Warga Desa Prambon menggelar bersih desa dan Upacara Adat Sinongkelan di Balai Desa Prambon, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek. Kegiatan itu dilaksanakan pada Jumat malam, 17 Juni 2022, atau malam Sabtu pahing, bulan Sela (dalam penanggalan jawa).Pada pukul 20.00 WIB, Balai Desa Prambon sudah dipenuhi oleh ratusan masyarakat yang ingin menyaksikan upacara adat Sinongkelan. Di seberang jalan depan Balai Desa Prambon juga ramai pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang menjajakan produknya.Tohari, Sekretaris Desa Prambon, mengatakan prosesi sinongkelan diawali dengan ziarah ke makam para leluhur pada hari Kamis (16/06/2022). Kemudian, pada hari Jumat, ada serangkaian kegiatan dalam upacara adat Sinongkelan."Ada serah terima sertifikat Warisan Budaya Tak Benda yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan upacara adat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [Kemendikbud]," ujar Tohari saat ditemui Kabar Trenggalek.Menurut keterangan Tohari, pagelaran Sinongkelan itu diadakan sebagai wujud penghormatan terhadap Kanjeng Sinongkel, yang dipercayai sebagai leluhur Desa Prambon.[caption id="attachment_15535" align=aligncenter width=1280] Proses Upacara Adat Sinongkelan di Desa Prambon/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Tohari menyampaikan, berdasarkan cerita yang turun-temurun disampaikan melalui lisan, Kanjeng Sinongkel merupakan sosok penyelamat dari musibah besar yang pernah melanda wilayah Desa Prambon.Berdasarkan catatan Kabar Trenggalek, Sinongkelan berasal dari kata Sinongkel. Nama Sinongkel merupakan nama samaran dari seorang Kanjeng yang melarikan diri dari sebuah Keraton karena terjadi perang saudara. Kemudian, Kanjeng Sinongkel bersembunyi dan berdiam diri di Gunung Slakar, wilayah Desa Prambon.Sinongkelan dilestarikan setiap tahun sebagai wujud syukur warga Desa Prambon atas hasil perjuangan nenek moyang untuk menjaga alam dan menyejahterakan masyarakatnya. Dalam cerita sejarahnya, dulu di Desa Prambon terjadi bencana alam dan musibah terus menerus. Mengetahui hal ini, Kanjeng Sinongkel berusaha membantu masyarakat Desa Prambon untuk menghilangkan bencana alam dan musibah itu.“Dengan adanya bencana alam, musibah, di kala masih berdiam diri di Desa Prambon, Kanjeng Sinongkel melaksanakan ritual, meditasi, ataupun bertapa, letaknya di sekitar Gunung Slakar. Di situ, Kanjeng Sinongkel menemukan petunjuk, bahwa Desa Prambon, biar bencana alam ataupun musibah itu hilang, itu minta tumbal yang disebut Kidang Kencana dengan ciri-ciri Bubat Kawat, Mata Kumala, Bol Karah, Tracak Wojo,” jelas Tohari saat ditemui di Balai Desa Prambon.[caption id="attachment_15532" align=aligncenter width=1280] Tayuban setelah Upacara Adat Sinongkelan di Desa Prambon/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Kemudian, Kanjeng Sinongkel mengadakan sayembara kepada masyarakat Desa Prambon untuk berburu Kidang Kencana, yang akan dijadikan sebagai tumbal. Setelah beberapa bulan melakukan perburuan, tidak ada satu warga pun yang berhasil menemukan Kidang Kencana.Mendengar kabar itu, Kanjeng Sinongkel menjadi ragu dengan wangsit tersebut. Akhirnya, Kanjeng Sinongkel mendapatkan petunjuk kembali yang isinya Kidang Kencana dengan ciri-ciri “Bubat Kawat, Mata Kuala, Bol Karah, Tracak Wojo” itu adalah sebuah kiasan.Makna kiasan itu adalah Desa Prambon membutuhkan pemimpin memiliki ciri-ciri “Kidang Kencana” yang artinya suatu cita-cita yang tinggi dan harus digapai. “Bubat Kawat” artinya rakyat jelata atau rakyat kecil yang harus dilindungi. “Mata Kumala” artinya pemimpin yang mempunyai pandangan hidup yang baik. “Bol Karah” artinya rejeki yang harus digunakan dengan bijak. Kemudian “Tracak Waja”, artinya seseorang pemimpin yang bisa membawa rakyatnya kepada arah yang lebih baik.“Ternyata sayembara tersebut ndak bisa menemukan Kidang Kencana. Itu ternyata sebuah sanepan [kiasan]. Kidang Kencana Bubat Kawat, Mata Kuala, Bol Karah, Tracak Wojo itu sanepan yang melambangkan seseorang yang mempuyai perwatakan seperti itu. Jadi, mencari tokohlah,” ucap Tohari.[caption id="attachment_15531" align=aligncenter width=1280] Keramaian warga Desa Prambon, dalam Upacara Adat Sinongkelan/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Ketika Kanjeng Sinongkel menyampaikan petunjuk itu kepada masyarakat, akhirnya masyarakat yakin bahwa Kanjeng Sinongkel dapat memimpin Desa Prambon. Kemudian, Kanjeng Siongkel memimpin masyarakat Desa Prambon untuk menghadapi bencana alam dan musibah yang terus menerus terjadi.Tak hanya menyelamatkan warga Desa Prambon dari musibah besar, Kanjeng Sinongkel juga meningkatkan kesejahteraan warga melalui pertanian yang dipadukan dengan semangat menjaga alam."Dulu Kanjeng Sinongkel menyelamatkan warga Desa Prambon dari musibah dengan pertanian. Sebenarnya, proses sayembara hingga Kanjeng Sinongkel dijadikan pemimpin Desa Prambon itu merupakan salah satu upaya untuk menghadapi musibah, saat Kanjeng Sinongkel bersama warga menjalankan pertanian," terang Tohari.[caption id="attachment_15533" align=aligncenter width=1280] Wayangan setelah Upacara Adat Sinongkelan di Desa Prambon/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Setelah upacara adat Sinongkelan selesai, kegiatan dilanjutkan dengan tayuban dan wayangan. Hingga tengah malam pukul 00.00 WIB, warga Desa Prambon masih semangat untuk menyaksikan dan menikmati kegiatan itu.Sebelumnya, Adat Sinongkelan ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2021, pada hari Minggu, 07 November 2021.Penetapan Adat Sinongkelan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, menjadi kebanggaan tersendiri, khususnya bagi warga Desa Prambon.Upacara adat Sinongkelan diharapkan bisa dijalankan terus setiap tahun. Sehingga, Adat Sinongkelan menjadi inspirasi bagi warga Desa Prambon untuk meningkatkan kesejahteraannya melaluo pertanian dengan menjaga dan melestarikan alam.
Kabar Trenggalek Hadir di WhatsApp Channel Follow