KBRT - Jika mandalika punya mbak Rara untuk menangkal hujan, maka Trenggalek punya Tiban sebagai pengundang hujan. Tiban merupakan salah satu tradisi yang sudah melekat pada masyarakat Trenggalek.
Tiban merupakan tradisi adu pecut sebagai ritual untuk meminta hujan. Tradisi ini berkembang luas di daerah jawa timur terutama di daerah Trenggalek, Blitar, Kediri, dan Tulungagung
Asal-usul Tradisi Tiban
Nama Tiban berasal dari kata dasar tiba yang berarti jatuh dalam bahasa jawa, yang dalam konteksnya hal ini merujuk pada jatuhnya air hujan. Nama Tiban mengandung makna timbulnya atau munculnya sesuatu yang tidak terduga, hal ini merujuk pada sebuah hujan yang turun atau terjatuh secara tiba-tiba.
Tradisi Tiban memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang. Kabupaten Trenggalek pada masanya terkenal sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dengan tanah yang subur, terutama pada komoditas pertanian.
Dengan tanah yang subur tersebut masyarakat Trenggalek dapat memiliki hidup yang sejahtera. Mereka dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka dengan hanya menanam tanaman di sawah.
Akan tetapi, pada suatu hari musim kemarau yang parah tiba-tiba datang. Awalnya para masyarakat trenggalek berfikir ini hanya sebuah kemaru biasa. Namun mereka mulai menyadari ada yang tidak beres dengan musim kemarau yang satu ini
Musim kemarau yang melanda mereka saat itu berjalan sangat lama, berbeda dengan musim kemarau biasanya. Musim kemarau yang berkepanjangan tersebut membuat perairan mengering yang berdampak buruk pada tanaman mereka.
Dengan tidak adanya suplai air, mereka hanya dapat bergantung pada sebuah persediaan air yang ada di gunung atau disebut belik. Penyimpanan air ini juga terbatas sehingga tidak semua masyarakat trenggalek dapat menggunakan nya.
Karena keterbatasan sumber daya air ini, timbullah perselisihan di antara masyarakat yang memperebutkan air dari belik tersebut. Perselisihan ini pun berujung pada sebuah perkelahian di antara para petani yang menggunakan cambuk sebagai senjata untuk menyerang satu sama lain.
Ketika perkelahian tersebut sedang berlangsung, tiba-tiba langit berubah mendung dan seketika turunlah hujan. Masyarakat pun terkejut dan bersyukur atas turun nya hujan, awalnya mereka tidak percaya dengan adu cambuk dapat menurunkan hujan.
Namun, ketika masyarakat trenggalek mengulangi adu cambuk tersebut dan mereka berhasil untuk menurunkan hujan, barulah disitu mereka yakin dan percaya dengan mengadakan Tiban atau adu cambuk dapat menurunkan hujan.
Tata Cara Tradisi Tiban
Tradisi Tiban dilaksanakan dengan melalui beberapa tahapan. Berikut adalah rincian dari pelaksanaan upacara Tiban
Runtutan acara
Pembukaan
Ritual ini akan dibuka dan dipimpin oleh sesepuh atau kepala desa kemudian dilanjut dengan perkenalan anggota yang akan beradu cambuk.
Prosesi Tiban dimulai
Ritual akan dimulai dengan membagi peserta menjadi dua kelompok, yang masing-masing kelompoknya terdiri dari 10 orang.
Penutupan
Upacara tiban akan ditutup dengan pemain yang bersalaman satu sama lain sebagai bentuk kerukunan antara masyarakat dan diakhiri dengan ritual doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh desa atau kepala desa.
Peralatan
Cambuk
Baju dan celana komprang berwarna hitam
Kain panjang batik sebagai ikat pinggang
Udheng sebagai ikat kepala
Gambang atau kendhang besar sebagai iringan dalam upacara Tiban
Prosesi Pelaksanaan
Prosesi ritual tiban dibagi kedalam tiga tahap permainan, tahapan bergantung kepada usia pemain tiban.
- Pertama, dilakukan oleh anak-anak
- Kedua, dilakukan oleh para remaja atau pemuda
- Ketiga, dilakukan oleh para senior-senior Tiban
Pelaksanaan ritual ini akan dipimpin oleh 1 wasit disebut landang yang akan menuntun jalan nya ritual Tiban. Ketika semua peserta telah siap, ritual ini akan dimulai dengan cambukan pertama dari salah satu pemain.
Cambukan pertama yang mengawali ritual ini disebut dengan ndisiki, yang berarti mengawali permainan. Cambukan pertama ini akan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua peserta atau dengan undian.
Setelah cambukan pertama dilakukan, akan dilanjutkan dengan cambukan kedua dari peserta kedua. Sebelum cambukan yang kedua ini dilakukan peserta kedua akan melakukan ngunthet atau memegang tali sabuk dari setiap peserta.
Selama prosesi itu berjalan peran sang wasit adalah memantau apakah perang cambukan tersebut masih dalam batas peraturan atau tidak. Jika ada yang melanggar peraturan maka sang wasit wajib untuk menegur, memberikan peringatan, atau juga bisa menghentikan pertandingan.
Setelah semua usai perang cambuk atau tiban ini akan diakhiri dengan jabat tangan semua peserta sebagai bentuk silaturahmi sekaligus mencairkan suasana setelah prosesi adu cambuk, dan akan dilanjutkan dengan doa bersama.
Doa bersama setelah ritual ini bertujuan agar ritual Tiban yang telah dilakukan ini mendapatkan restu dari Tuhan dan berharap agar hujan akan segera diturunkan.
Gimana menarik sekali kan kebudayaan kita? indonesia memiliki kebudayaan yang beragam, salah satunya adalah ritual tiban ini. Ritual ini sebenarnya memiliki sejarah yang sepele.
Karena ketidak sengajaan atas perebutan air mereka menemukan sebuah cara untuk memanggil hujan. Namun mau bagaimanapun juga upacara adat Tiban ini telah menjadi sebuah warisan budaya yang telah melekat dengan masyarakat Trenggalek.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz