Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Luput Mencegah Kiai Cabuli Santri, Kemenag Trenggalek: Kami Manusia Biasa, Bukan Malaikat

Kasus pencabulan yang dilakukan oleh kiai M (77) dan anaknya, gus F (37) kepada 12 santri dikecam oleh Aliansi Mahasiswa Trenggalek. Merasa miris dengan pencabulan oleh pimpinan pondok pesantren, massa aksi mahasiswa mengkritik luputnya pencegahan dan pengawasan dari Kementerian Agama (Kemenag) Trenggalek.Mamik Wahyuningtyas, salah satu massa aksi menyampaikan, seharusnya Kemenag Trenggalek memastikan pondok pesantren di Kecamatan Karangan itu menjalankan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tahun 2022. Peraturan itu tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama."Dalam PMA Nomor 73 ini ada aturan bagi satuan pendidikan untuk mewujudkan ruang aman. Dengan adanya kasus pelecehan seksual yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Trenggalek, maka implementasi dan juga integritas nya patut dipertanyakan," ujar Mamik saat aksi geruduk Kemenag Trenggalek, Kamis (21/03/2024).Aliansi Mahasiswa Trenggalek kecewa dengan kinerja Kemenag dalam menjalankan tugas pengawasan kepada pesantren. Oleh karena itu, dalam menangani kasus kekerasan seksual, Mamik juga mendesak seluruh pesantren di Trenggalek untuk menjalankan PMA Nomor 73 tahun 2022."Mendesak pondok pesantren yang ada di Kabupaten Trenggalek untuk menerapkan PMA Nomor 73 Tahun 2022," kata Mamik.Kepala Kemenag Trenggalek, Mohammad Nur Ibadi, mengatakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, sesuai PMA Nomor 73 Tahun 2022.[caption id="attachment_70969" align=aligncenter width=1280]luput-mencegah-kiai-cabuli-santri-kemenag-trenggalek-kami-manusia-biasa-bukan-malaikat Aliansi Mahasiswa Trenggalek membacakan tuntutan penanganan kekerasan seksual kepada Kemenag Trenggalek/Foto: Zamz (Kabar Trenggalek)[/caption]"Sudah [sosialisasi PMA], sudah berkali-kali. Bahkan di seluruh satuan pendidikan di Kementerian Agama. Ada madrasah, pesantren. Tahun lalu sudah pesantren ramah anak," ujar Ibadi saat dikonfirmasi awak media.Akan tetapi, Ibadi mengaku bahwa implementasi atau penerapan PMA Nomor 73 Tahun 2022 masih perlu dikawal terus. Pasalnya, setelah melakukan sosialisasi peraturan tersebut, Kemenag Trenggalek tidak mampu memastikan apakah pesantren benar-benar menjalankan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual atau tidak."Kami manusia biasa, bukan malaikat. Jadi kami sudah berusaha sekuat mungkin. Melakukan penguatan-penguatan di sana-sini. Ternyata masih ada kasus di pondok pesantren Karangan tersebut," ucap Ibadi.Menurut Ibadi, kasus pencabulan yang dilakukan kiai dan anaknya (gus) di pesantren Karangan itu perlu menjadi pelajaran bersama. Sehingga, penerapan PMA Nomor 73 Tahun 2022 harus benar-benar dikawal penerapannya."Peraturan sebaik apapun harus kita kawal bersama-sama. Kami sendiri tidak akan mungkin. Oleh karena itu, masyarakat, media dan semuanya, mana kala ada [kekerasan seksual] laporkan ke pihak berwajib. Nanti kami akan bersama pihak polisi menindaklanjuti," tandas Ibadi.Perlu diketahui, PMA tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sudah diterbitkan sejak 2022. Sedangkan kasus pencabulan oleh kiai dan anaknya kepada 12 santri dilakukan sejak 2021. Oleh karena itu, Aliansi Mahasiswa Trenggalek menilai Kemenag telah gagal mengawasi penerapan peraturan tersebut.Ibadi mengungkapkan, pekan depan Kemenag akan langsung menindaklanjuti tuntutan aksi Aliansi Mahasiswa Trenggalek terkait penerapan PMA Nomor 73 Tahun 2022. Ia mewacanakan untuk mengumpulkan 78 pesantren se-Trenggalek."Insyaallah, kami Selasa [26/03/2204] akan mengumpulkan 78 pengasuh pondok pesantren. Kami akan memberi penguatan-penguatan, literasi hukum kepada kiai-kiai, sehingga di Trenggalek aman [dari kekerasan seksual]" tandas Ibadi.