Kapan terakhir kali Kamu melihat kunang-kunang? Apakah kunang-kunang masih ada di sekitar rumahmu? Atau jangan-jangan, kamu termasuk anak di generasi yang tidak pernah lagi melihat kunang-kunang?
Apa pun jawabanmu, memang kenyataannya kunang-kunang saat ini terancam punah. Melansir dari Treehugger, meskipun alasan pastinya tidak diketahui, diduga ada tiga faktor utama yang menyebabkan kunang-kunang menghilang.
Ketiga faktor itu adalah hilangnya habitat, bahan kimia beracun atau pestisida yang cenderung bertahan di lingkungan perairan tempat kunang-kunang memulai hidupnya, dan polusi cahaya.
Kunang-kunang merupakan makhluk yang bisa mengeluarkan cahaya. Cahaya kunang-kunang itu dihasilkan dari hasil rekasi kimia oleh senyawa organik bernama luciferin. Letak luciferin ada di perut kunang-kunang. Ketika ada udara masuk ke perut kunang-kunang, maka udara itu bereaksi dengan luciferin.
Menurut Firefly.org, Sebagian besar spesies kunang-kunang berkembang sebagai larva di kayu yang membusuk dan serasah hutan di pinggiran kolam dan sungai. Saat kunang-kunang tumbuh, mereka kurang lebih tinggal di tempat mereka dilahirkan.
Beberapa spesies kunang-kunang ditemukan di tempat yang berair, tapi ada juga di daerah yang lebih gersang. Sebagian besar kunang-kunang ditemukan di ladang, hutan, dan rawa-rawa. Lingkungan pilihan mereka hangat dan lembap. Lalu, semacam genangan air seperti kolam, aliran, dan sungai, bahkan cekungan dangkal yang menahan air lebih lama daripada tanah di sekitarnya.
Ketika jumlah manusia terus bertambah, semakin banyak habitat liar akan dikembangkan untuk digunakan. Keberadaan kunang-kunang akan terus menghilang akibat aktivitas manusia.
Aktivitas itu seperti mengubah lahan hutan menjadi perumahan modern, bahkan yang lebih parah yaitu mengeksploitasi hutan dengan industri ekstraktif seperti tambang emas.
Penyebab menghilangnya kunang-kunang berikutnya adalah polusi cahaya. Tiga perempat spesies kunang-kunang aktif di malam hari.
Baik kunang-kunang betina dan jantan menggunakan cahaya mereka yang bersinar untuk berkomunikasi satu sama lain, menemukan pasangan, menjauhkan penyusup, dan membangun wilayah. Bergantung pada spesiesnya, pesan mencolok itu terkoordinasi, seringkali di antara kelompok besar ribuan serangga.
Penelitian telah menunjukkan bahwa lampu buatan manusia (baik yang diam seperti lampu jalan atau lampu dari rumah, maupun sementara, seperti lampu depan mobil) mempersulit kunang-kunang untuk berkomunikasi.
Bagian ini cukup menyedihkan. Bayangkan sepasang kunang-kunang yang bisa mengeluarkan cahaya, tidak bisa saling bertemu karena cahaya yang dibuat manusia. Pasangan kunang-kunang yang tidak bisa bertemu tentu tidak bisa berkembang biak. Akhirnya, tidak pernah ada anak kunang-kunang lagi. Cahaya yang diciptakan oleh manusia membuat cahaya cinta kunang-kunang tak pernah bersatu lagi.
Selain lampu buatan manusia, bahan kimia atau pestisida yang digunakan untuk mengendalikan populasi serangga, juga mengganggu kunang-kunang.
Kunang-kunang dewasa bisa hidup kurang dari sebulan, tetapi larva hidup di air hingga dua tahun. Larva kunang-kunang ini sangat rentan terhadap limpasan bahan kimia.
Larva hidup dan tumbuh di sungai, lahan basah, dan ladang lembab. Ketika tempat-tempat itu dipompa, dikeringkan, digali, atau disemprot, maka larva kunang-kunang akan mati.
Generasi yang tidak pernah lagi melihat kunang-kunang tentu sangat disayangkan. Mereka tidak bisa merasakan indahnya kenangan saat melihat gemerlip cahaya kunang-kunang di malam hari.
Tapi, bagi generasi yang pernah melihat kunang-kunang, sepertinya ada perasaan dan kenangan yang sama. Pada malam hari, kunang-kunang memancarkan cahayanya, detik demi detik.
Kunang-kunang terbang semakin jauh, cahayanya pun semakin tak kelihatan. Ada harapan untuk terus bisa melihat kedipan cahaya dari makhluk kecil itu. Sayangnya, tidak ada yang pernah mengira, kini kedipan cahaya itu adalah yang terakhir kali dilihat manusia.
Bagi Kamu yang berharap bisa melihat kunang-kunang lagi, setidaknya ada hal-hal yang bisa kamu lakukan untuk melindungi makhluk kecil ini, yaitu:
- Meninggalkan tumpukan serasah daun di sekitar halaman dan pekarangan untuk dijadikan habitat kunang-kunang
- Memotong pohon lebih sedikit untuk melestarikan habitat
- Mengurangi penggunaan pestisida kimia
- Membiarkan siput hidup, karena kunang-kunang suka memakannya
- Mematikan lampu yang tidak perlu dan menutup selambu di malam hari
- Jika tinggal di peternakan, gunakan pagar untuk menjauhkan ternak dari rawa atau lahan basah