KBRT — Pagi itu Selasa Pon 28 Oktober 2025 di Pasar Hewan Kelurahan Tamanan, Kecamatan Trenggalek, suara kambing bersahut-sahutan mengimbangi teriakan para pedagang dan pembeli. Di antara kerumunan itu, langkah Tukimin (60) tampak gesit, berpindah dari sisi utara ke selatan pasar, sambil menggenggam tali kambing di tangannya.
Keringat menetes di dahinya, tapi semangatnya tidak surut. Ia mendekati pemilik kambing, menyampaikan tawaran harga dari seorang pembeli yang baru saja ia temui.
“Kadang-kadang menjualkan milik tetangga, kadang kalau tetangga butuh uang aku disuruh beli kambingnya. Biasanya saya disebut blantik, penjual, juga peternak,” ujarnya sambil tersenyum, sebelum kembali melangkah ke arah utara pasar untuk menyampaikan balasan dari pemilik kambing kepada penawar.
Setelah harga disepakati, Tukimin menyerahkan dua tali kekang kambing kepada pembeli, lalu menerima sejumlah uang yang kemudian diserahkan kepada pemilik kambing yang menunggu di ujung selatan pasar. Begitulah rutinitasnya setiap Selasa Pon—hari pasaran terbesar bagi pedagang hewan di Trenggalek.
Menjadi Blantik Sejak Tiga Dekade Lalu
Tukimin mengaku telah menekuni profesi sebagai blantik sejak awal tahun 1990-an. Ia masih ingat betul, di awal tahun 2000-an dirinya sudah kerap menjualkan kambing milik para peternak di pasar yang sama.
“Kalau tidak laku ya seikhlasnya, sedangkan kalau saya lagi untung bisa jual Rp100.000 saya ambil sendiri, dapat Rp200.000 juga saya ambil sendiri,” kata Tukimin, sambil menepuk pundak pembeli yang baru saja bertransaksi.
Keuntungan yang didapatnya tidak menentu. Kadang besar, kadang kecil, bahkan tak jarang nihil.
“Ada ini saksinya teman-teman saya, cuma untung 20 ribu. Kalau harga yang nentuin ya yang punya kambing, kalau ada kelebihan ya untung saya,” ucapnya ringan.
Menyambung Hidup dari Tali Kambing

Pria asal Desa Jombok, Kecamatan Pule, itu mengaku tak pernah bosan berkeliling pasar hewan setiap pekan. Ia datang bukan hanya untuk mencari nafkah, tapi juga karena merasa hidupnya melekat dengan dunia ternak.
“Kadang kalau pasar ramai atau pas Iduladha, saya bisa jual sampai 10 ekor kambing sehari,” tuturnya sambil mengusap peluh.
Baginya, menjadi blantik bukan sekadar perantara jual beli. Ada nilai kepercayaan dan hubungan sosial yang terbangun antara dirinya, pemilik kambing, dan pembeli. Ia mengenal sebagian besar peternak di Trenggalek, dan sebagian besar juga sudah mengenalnya sebagai blantik yang jujur dan sabar.
Matahari kian meninggi, Tukimin masih sibuk menuntun kambing sambil sesekali berbincang dengan pembeli. Di tengah bising pasar, semangatnya menjadi bukti bahwa kerja keras dan keikhlasan masih menjadi modal utama bagi banyak orang di bumi Trenggalek.
Kabar Trenggalek - Feature
Editor:Zamz















