Pendamping hukum korban santriwati yang menjadi korban kekerasan seksual pengasuh pondok pesantren di Kampak, Kabupaten Trenggalek mendesak kepolisian agar gerak cepat dalam pengusutan kasus kliennya. Dilaporkan ke Polres Trenggalek sejak April 2024, hingga saat ini, penanganan kasus belum menunjukkan titik terang. Padahal, korban sudah melahirkan sejak 2 bulan silam.
Haris Yudhianto, pendamping hukum yang ditunjuk Dinsos PPPA Trenggalek menerangkan, jika ada korban pasti ada pelaku. Kemudian, ia menegaskan untuk mencari siapa pelaku tersebut tugas polisi.
“Ini harus dituntaskan, polisi ditugaskan untuk penyelidikan sampai tuntas, kalau tidak tuntas selamanya akan menjadi pertanyaan. Kenapa ada korban hamil, tidak ada pelaku,” terang Haris.
Sampai saat ini ia mengaku korban belum dilakukan tes genetik atau DNA. Haris mengaku karena terduga pelaku belum ada. Sehingga saat ini masih menggali keterangan dari korban.
Berdasarkan UU TPKS: Satu Alat Bukti Cukup
Haris menerangkan, jika kasus ini dianggap sulit, tergantung Undang-undang yang dipakai pihak Polisi. Dirinya menyebut jika menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) satu alat bukti cukup.
“Jadi salah satunya undang-undang TPKS, satu alat bukti cukup dan tambahan keterangan yang bisa menunjukkan, dan itu tergantung penyidik,” tegasnya.
Haris mendesak polisi segera menuntaskan kasus kekerasan seksual pada santriwati ini karena sudah menjadi perhatian publik. “Kalau pemeriksaan masih dugaan, tapi tugas polisi menuntaskan sampai selesai,” tandasnya.
Keluarga Nilai Pengusutan Berjalan Lambat
Kasus kekerasan seksual pada santriwati ini memicu kemarahan massa. Keluarga korban yang didampingi oleh massa berturut-turut mendatangi pondok pesantren dan balai desa pada Minggu (22/9/2024).
Keluarga korban dugaan kekerasan seksual pengasuh pondok pesantren di Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek menyoroti kepolisian dalam penanganan kasus yang berjalan lambat. Sebab, kasus ini sudah dilaporkan sejak April 2024, namun tak menunjukk kejelasan perkembangan kasusnya.
Bahkan, pada awal kasus dilaporkan, Warto mendapatkan penjelasan dari kepolisian jika saksi tindak asusila tersebut cukup minim. Sehingga proses selanjutnya harus menunggu saat anak korban lahir. Saat ini, bayi tersebut sudah lahir. Usianya 2 bulan.
"Penyidik bilang pertama kali itu begini, karena kurang saksi , waktu itu katanya menunggu bayi [lahir]. Sekarang bayinya sudah sebesar itu, hasilnya seperti apa, nol kalau dari polres," imbuhnya.
Sudah Ditindaklanjuti Satreskrim
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Zainul Abidin, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan resmi terkait kasus tersebut dan kini sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Kami sudah menerima laporan polisi, dan saat ini sedang bekerja untuk memintai keterangan dari para saksi serta mengumpulkan barang bukti lainnya,” ungkap AKP Zainul Abidin dalam keterangannya, Senin (23/09/2024).
Proses ini dilakukan guna memperkuat dasar hukum yang akan digunakan dalam penanganan kasus tersebut.
Kasus ini bermula dari laporan orang tua seorang santriwati yang menuduh pimpinan pesantren telah melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap putri mereka. Santriwati tersebut diduga menjadi korban pelecehan hingga menyebabkan kehamilan.
"Dalam tahap awal penyelidikan, pihak kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam,” tandasnya.
Editor:Danu S