- Sarkam merupakan band punk asal Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek. Sarkam tergabung dalam kolektif musik Kampak Squad dan memulai panggung pertamanya pada bulan Desember 2015.
- Sang vokalis, Shams Shaffar, berpendapat bahwa dunia musik di Trenggalek merosot sepi.
- Pada Kabar Trenggalek, Shams menceritakan perjalanan band Sarkam dan pendapatnya soal dunia musik bawah tanah di Trenggalek.
Sarkam, Band Punk Trenggalek, mulanya digawangi oleh Shams Shaffar (gitar & vokal), Jhoufi (gitar), Gandung (bass) dan Bagus (drum). Keempatnya merupakan pemuda asli dari Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek. Saat dunia musik di Trenggalek tak seramai kota lain, Sarkam terus berkarya. Meski, kini hanya menyisakan Shams sebagai personil asli yang masih aktif.Shams, vokalis Sarkam, telah menapaki dunia musik Trenggalek selama bertahun-tahun. Pada Kabar Trenggalek, Shams menyampaikan pendapatnya soal skena musik Trenggalek saat ini, terkhusus
skena musik bawah tanah."Untuk skena musik, hari ini Trenggalek merosot jauh. Tentu saja ini ironi, melihat betapa canggihnya perkembangan zaman. Semua karena mental ndeso yang tidak kunjung ditanggalkan, dan karena banyak putra daerahnya yang tidak mampu bertahan disini," ujar Shams, Selasa, (12/12/2023)."Banyak kawan-kawan yang berpotensi terpaksa atau mungkin dengan sukarela menggantungkan hidup pindah ke kota besar. Itu pilihan mereka dan diluar kapasitas saya," tambah musisi
band punk itu.Menilik jauh ke belakang, perjalanan musik Sarkam bermula dari Pasar Kampak, Trenggalek. Beberapa tahun silam, Pasar Kampak menjadi titik berkumpul bagi segerombol anak-anak muda. Terlebih saat malam, mereka gemar berlama-lama bercokol di sana. Dari kesamaan hasrat untuk bersenang-senang dan meluapkan emosi masa remaja, lahirlah sebuah band punk "Sarkam" (akronim Pasar Kampak).Sarkam menjajaki panggung pertamanya di bulan Desember 2015 pada perhelatan bertajuk The Workerrockers Party kres kedua. Perhelatan itu dibesut oleh Kampak Squad, kolektif musik bawah tanah bagi anak-anak muda di Kecamatan Kampak.Kolektif Kampak Squad muncul sekitar bulan September 2014. Kini, lewat sub-divisi Kampak Squad Net Label. Kolektif ini mengakomodir proyek-proyek musik bawah tanah Trenggalek, tak terkecuali Sarkam. Shams juga dedengkot Kampak Squad. Ia berbagi cerita tentang perjalanan proyek musiknya."Karena kami [Sarkam] ada di dalamnya [Kampak Squad], keduanya berjalan beriringan, sama seperti band Kampak Squad yang lain. Semua proyek kami kerjakan secara kolektif, dari mulai konsep, artistik, sampai keuangan, semua dikerjakan dengan etos gotong royong," terang Shams.[caption id="attachment_59430" align=aligncenter width=1071]
Sampul demo Two Brand New Songs from The Street Pub (2017). Ditujukan dalam tulisan/Foto: Dok. Kampak Squad[/caption]Selama perjalanannya, Sarkam telah melahirkan dua rilisan. Masing-masing yakni 4 Boys From The Street Pub berisi 7 lagu (2016), dan Two Brand New Songs from The Street Pub berisi 2 lagu (2017). Shams mengaku bahwa tahun 2017 ialah tahun terakhir Sarkam merilis karya sejauh ini. Dari empat personel, kini hanya menyisakan Shams seorang sebagai personel asli."Kesulitan hanya satu, sulit mencari personel. Karena ya itu tadi, banyak kawan-kawan yang tidak bisa survive di sini," jelas Shams.Kendati demikian, dua rilisan Sarkam tetaplah menjadi karya yang mengisi jejak belantika musik di Trenggalek. Mereka sukses menghasilkan deruan street punk, kental dengan Oi! music."Benang merah street punk (baca: Oi! music) yang akan dipertahankan oleh Sarkam," jelas Shams.Melalui lagunya, Sarkam menyuarakan tentang kegelisahan remaja, kecemburuan sosial, hingga ungkapan anti-nasionalis. Shams mengaku, dirinya terinspirasi oleh beberapa band, salah satunya Dom 65 dari Yogyakarta."Dom 65 dari Yogyakarta sangat menginspirasi saya. Selebihnya ya standar seperti Sex Pistols, Rancid, Dead Kennedys dan lain-lain," terangnya.Menilik perjalanan kreatifnya, Sarkam memilih berkarya pada lini musik punk berkat minat yang besar. Terlebih bagi Shams, punk menjadi jembatan baginya terhadap banyak hal."Seperti anak desa lainnya, masa kecil hingga remaja saya hanya mengkonsumsi apa yang ada di TV, radio, dan toko kaset/CD bajakan. Hingga pada waktu saya menemukan Punk Rock, yang menjadi cinta pertama saya pada musik. Yang di kemudian hari menuntun saya kepada banyak hal; literasi, kesenian, politik, sampai tentu saja fashion," cerita Shams."Bagi saya Punk adalah yang menjembatani saya melihat dunia, naif memang, tapi benar begitu yang saya rasa dan alami. Tentu ini akan sangat berbeda dengan experience anak kota, apalagi di kota besar dengan segala infrastrukturnya," tambahnya.Ada hal menarik yang pernah dilakoni Sarkam dengan karya musiknya. Rilisan demo Sarkam pada 12 Desember 2017, Two Brand New Songs from The Street Pub, mereka cetak dalam format CD-R sebanyak 500 keping. Rilisan sebanyak itu mereka bagikan secara gratis pada sejawat di setiap pertunjukan Sarkam."Tidak ada alasan selain karena kami sudah cukup kaya raya. Lagipula, sepertinya hanya sedikit sekali orang yang tidak senang mendapatkan gratisan, dan membuat orang senang adalah kebaikan dalam hal
hablum minannas. CD-R itu kami bagikan ke tiap teman-teman yang kami jumpai pada show kami. Ya, sebagai cinderamata atau memorabilia," terang sang vokalis.Ke depan, Sarkam berniat akan terus membuat karya. Mereka berencana untuk membuat studio rekaman dan membeli paket amplifier drum. Niatnya, fasilitas yang mereka rencanakan akan disewakan dengan harga miring untuk setiap acara yang digelar oleh Kampak Squad. Sarkam juga berencana merilis lagu-lagu terbaru dan mengunggahnya pada layanan streaming musik digital.Shams membeberkan, "Nanti di karya yang baru akan di unggah ke platform digital. Sebenarnya dalam kurun 6 tahun ini saya masih tetap menulis lagu, merekamnya beberapa kali, namun masih kurang puas dengan hasilnya. Toh, masterpiece tidak diciptakan dalam satu malam bukan?"Soal belantika musik di Trenggalek, sang vokalis, Shams, memberikan komentarnya tersendiri. Menurutnya, Trenggalek menyimpan talenta musik yang potensial. Yang perlu talenta musik di Trenggalek lakukan ialah memperbanyak referensi, konsisten aktif dalam berkarya, serta menjalin banyak koneksi."Musik di Trenggalek, juga daerah lainnya akan maju jika orang-orang yang di dalamnya juga bermental maju. Sekarang anak-anak SMA nongkrong di café pada pake kaos band kok, katakan mereka poser, tapi setidaknya percepatan informasi ini memang nyata. Jadi tinggal bagaimana eksekusinya saja," kata Shams."Saya cerita sedikit, suatu waktu di café yang lagi hits ada kawan yang bertanya kepada saya 'kenapa ya di Trenggalek musiknya tidak bisa serame kota lain, atau yang paling dekat seperti di Tulungagung?'. 'Ya karena kamu tidak melakukan apa-apa,' jawab saya singkat. Jadi semakin banyak yang aktif di suatu daerah, tentu eksposure yang didapat akan semakin besar. Saling aktif dan saling dukung satu sama lain adalah syarat mutlak!," tandasnya.