Seniman Trenggalek melangsungkan pagelaran seni wayang kulit dengan penampilan berbeda. Pagelaran wayang kulit dinamai wayang sandosa, dengan teknik kreasi bayangan dengan berbahasa Indonesia.
Penampilan wayang sandosa berlangsung di gedung olahraga Jwalita, Sabtu (21/12/2024), dalam rangka peringatan hari wayang nasional. Banyak penonton antusias melihat pagelaran wayang sandosa.
Ketua Panitia Septa Erwida menerangkan, kegiatan itu disebut sebagai Kelir Bumi Sopal kedua. Karena kegiatan wayangan sudah dua kali, pertama dengan wayang konvensional, kedua menampilkan wayang sandosa.
Daftar Isi [Show]
Tak Berhenti di Tari, Mengangkat Kisah Jaranan Turonggo Yakso Jadi Wayang
Trenggalek memiliki kesenian yang sudah mengakar, yaitu Turonggo Yakso. Seni yang biasa menampilkan tarian ini menjadi pemantik untuk diperankan dalam gelaran wayang sandosa.
“Kisah turonggo yakso itu kami berharap tidak hanya berhenti pada tarian saja. Bisa menjadi kidung baru, dari tari bisa dikembangkan menjadi artistik yang luas,” terang Septa.
Selain itu, harapannya kisah turonggo yakso bisa terkenal kepada masyarakat luas. Karena wayang sandosa memiliki durasi penampilan tidak panjang dan menggunakan bahasa indonesia.
“Semoga wayang sandosa menjadi pemantik generasi muda agar memahami wayang dengan cepat, dan punya semangat untuk belajar tentang wayang,” harapnya.
Dalam wayang sandosa, septa masih mempertahankan seni tari. Karena ia tak mau meninggalkan ruh seni tari turonggo yakso.
Wayang Sandosa Dimainkan 7 Dalang, Teknik Gunakan Cahaya Sorot
Wayang sandosa yang disutradarai Jaka Permadi dimainkan 7 dalang dengan memegang peran masing-masing. Tekniknya masih menggunakan wayang kulit dan kelir. Namun, para dalang bermain wayang dengan cahaya.
“Teknik tampilan bayangan ini menjadi referensi pertunjukan baru, dimensi ukuran wayang tetap bisa dikembangkan lebih besar karena ada cahaya,” ungkap Septa.
Dalam pertunjukkan wayang sandosa latar belakang suasana menambah hidup lakon turonggo yakso. Menurut Septa semua desain dari seniman Suket yang diprakarsai Saga Tanjung.
“Seniman Suket yang mengejawantahkan design suasana menjadi hidup, kemudian untuk komposer musik aransemen Ahmad Lutfi yang juga seniman dari Trenggalek,” papar Septa.
Kenalkan Wayang Lewat Lukisan, Pelajar Jadi Sasaran
Menurut Septa, rangkaiannya tak hanya mengenalkan wayang sandosa kepada penonton. Pagi harinya, Forum Perupa Trenggalek melangsungkan lomba mewarnai grafis wayang.
“Lomba mewarnai wayang ini menyasar pelajar SD dan SMP. Tujuannya mengenalkan wayang lebih dekat karena dengan mewarnai para siswa ini mengingat grafis dan nama wayang,” tandasnya.
Dalam agenda ini, Kabul Cultural Space (KCS) Serikat Suket, Forum Perupa Trenggalek (FPT), serta beberapa komunitas seni dan kreatif di Trenggalek. Dalam hal ini Kabar Trenggalek terlibat media patner.
Kabar Trenggalek - Sosial