KBRT – Hari raya Iduladha biasanya menjadi momen yang dimanfaatkan oleh Sumiran (78), pengrajin wayang kulit asal Dusun Brongkah, Desa Kedunglurah, Kabupaten Trenggalek, untuk mendapatkan bahan kulit hewan dengan harga lebih murah. Namun, tahun ini, ia tidak lagi bisa memanfaatkannya secara maksimal karena faktor usia dan menurunnya permintaan wayang.
Pada Iduladha 2025 ini, Sumiran hanya membeli satu kulit sapi dan enam kulit kambing. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan masa-masa produktifnya dahulu.
“Dulu total bisa sampai 30 kulit, sekarang sudah tidak kuat tenaganya mau buat sebanyak itu,” ujar Sumiran saat ditemui di rumahnya.
Selain karena usia, Sumiran menyebut berkurangnya peminat juga menjadi alasan ia mengurangi produksi. Biasanya, jika bukan saat Iduladha, ia memperoleh kulit dari tukang sate atau pedagang daging dengan harga sekitar Rp300.000 per lembar kulit sapi atau kerbau. Namun saat Iduladha, harganya lebih murah karena banyaknya hewan qurban.
Kulit-kulit yang didapatkannya kemudian dijadikan wayang atau lukisan hiasan dinding bertema pewayangan. Kulit kambing, menurut Sumiran, lebih sering digunakan untuk membuat lukisan wayang dengan tetap menjaga pakem pewayangan asli.
“Untuk wayang gapit (asli) belum bisa menerima pesanan, bahan yang bagus belum ada, sama dengan modalnya,” kata Sumiran sambil mengerjakan lukisan wayang Werkudara di halaman rumahnya.
Sumiran mengaku kini tidak sanggup lagi mengerjakan pengolahan kulit dalam jumlah banyak. Setelah membeli kulit, ia harus segera membersihkan sisa daging yang menempel, lalu merentangkannya agar cepat kering dan tidak membusuk. Proses ini menurutnya cukup menguras tenaga dan harus dikerjakan dengan cepat.
“Kalau beli dari tukang sate kan bisa kalau waktu butuh saja, karena kalau beli kebanyakan tidak bisa mentengnya (merenggangkan),” tambahnya.
Saat ini, Sumiran masih mengerjakan pesanan lukisan pewayangan dari sepasang calon pengantin. Ia mengatakan bahwa lukisan Arjuna dan Srikandi yang sedang dikerjakannya kerap dipesan untuk pernikahan sebagai simbol kesetiaan.
“Dua lukisan tadi kerap diminta saat pernikahan, untuk simbol kesetiaan,” tutupnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz