Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Kisah Sukses Istiqomah Membangun Bisnis Tempe Keripik Pasca Banjir Trenggalek 2006

Arena Parfum
  • Istiqomah, perempuan dengan keseharian memproduksi tempe keripik bersama 6 orang tenaga kerja. Pembeli terus berdatangan tiada henti.
  • Ia mengawali usahanya sejak tahun 2010 bersama suaminya pasca banjir tahun 2006 melanda Kota Trenggalek.
  • Sehari ia mampu memproduksi 2.500 tempe keripik dengan sajian fresh, renyah, dan gurih.
Senin, (20/10/23) pagi, cuaca yang sangat cerah. Terlebih pemandangan gunung-gunung yang mengelilingi setiap sudut Kota Trenggalek. Suasana yang tak pernah pudar dari keunikan Kota Alen-Alen.Perjalanan melintasi Jalan Raya Bendorejo lumayan ramai. Pengendara motor maupun mobil harus piawai dalam mengambil celah jalan.Hingga tiba di pusat jajanan khas Trenggalek. Setelah Jembatan Dawung, di sepanjang pinggir jalan terdapat toko yang menjual oleh-oleh khas Trenggalek. Terpampang olahan keripik apapun ada di toko-toko tersebut.Salah satunya tempat produksi tempe keripik Istiqomah (51) di Kranding, Desa Bendorejo, Kecamatan Pogalan. Terlihat dari jauh, terdapat beberapa tempe keripik yang sudah dikemas menggunakan plastik besar.Perempuan kelahiran Tulungagung itu terlihat sibuk pada pagi itu. Ia wara wiri melayani pembeli untuk membeli produknya yaitu tempe keripik.Konsumen yang datang silih berganti untuk membeli produk olahan tempe keripik. Kemudian, Istiqomah menimbang serta mengemas produknya sesuai permintaan pelanggan.Perempuan berusia 55 itu mengatakan, ia memulai dan memilih usaha memproduksi tempe kripik pasca banjir di Trenggalek tahun 2006."Sebelum ke keripik kan ke itu apa, ikan lele itu. 2006 kan banjir dan itu habis semua, habis pokok e habis. Mau nyapo ae [mau ngapain saja] ya jualan jajan bikin jajan, geneman itu. Karena ndak punya pekerjaan terus kepepet ekonomi, terus mau ngapain bingung," ungkap Istiqomah.Menarik ke belakang, sebelum banjir melanda Trenggalek pada tahun 2006. Istiqomah memiliki usaha dan ternak lele yang dijual per kilogram. Dari lele yang masih kecil hingga berkembang menjadi banyak. Suami Istiqomah juga menjual bibit lele."Karena habis semua, lele itu ternak juga konsumsi, terus lele punya bapaknya [suami] berkembang kemudian punya induk. Bibit lele juga dijual" tambah Istiqomah.Setelah banjir melanda, Istiqomah mencoba jualan jajan kemudian berganti ke jajan lainnya. Kendati ia merasa jajan yang dibuat justru tidak membuahkan hasil.Pada tahun 2010, akhirnya ia mencoba belajar membuat tempe di tempat saudaranya. Meskipun saat memproduksi tempe sering gagal dan tidak menjadi sempurna.Kemudian, Istiqomah berfikir, daripada bersusah payah membuat sendiri, ia membeli kedelai dan memproduksi tempe keripik bersama suaminya.[caption id="attachment_47915" align=aligncenter width=1280] Proses penggorengan tempe keripik/Foto: Deva Elisia (Kabar Trenggalek)[/caption]Perempuan itu memulai produksi tempe keripik dari nol. Dalam proses memproduksi tempe keripik, ia mempunyai 6 tenaga kerja. Belum lagi saat hari Raya Idul Fitri tiba, tenaga kerja bertambah mencapai 12 orang. Permintaan dari konsumen seakan-akan datang seperti banjir.Sampai 2023 ini, Istiqomah setiap hari memproduksi tempe keripik. Per hari, ia mampu memproduksi tempe keripik sebanyak 2.500 lembar tempe atau 2 wajan besar penggorengan. Ia mengaku menggunakan kedelai jenis impor yang dibeli dari toko."Kedelai impor untuk pakai yang lokal itu kalau pemula terlalu rumit. Karena kalau kedelai impor besar-besar jadi gak repot" ujar Istiqomah.Setiap sudut rumah Istiqomah terdapat tempe keripik yang sudah di kemas secara rapi menggunakan plastik yang beragam. Dimulai dari plastik kecil hingga plastik yang paling besar.Setiap kemasan plastik memiliki harga yang berbeda. Tetapi untuk 1 kg tempe keripik seharga Rp40 ribu. Ia juga membungkusnya melalui kemasan kecil dengan harga yang beragam. Sebab, ia membungkus sesuai dengan permintaan dari pembeli."Kalau dihitung sering lupa jadi enggak dikilo. Ada yang 25, 20, 15 tergantung permintaan" ujar perempuan itu.Istiqomah menjual tempe keripik itu paling jauh di Kota Blitar. Tetapi ia tidak berani jika mengantarkan lebih jauh lagi. Untuk pembeli yang jauh, biasanya mengambil sendiri di rumah produksi Istiqomah.Menurut Istiqomah, bisnis tempe keripik ini menjadi tantangan baginya. Karena tempe keripik yang memiliki sifat renyah, maka untuk kota-kota yang jauh Istiqomah meminta supaya pembeli mengambil sendiri.Istiqomah juga selalu memberikan tempe keripik yang fresh serta tidak membuat persedian terlalu banyak. Sebab ia tidak menginginkan pembelinya merasa kecewa."Kalau tempe keripik itu gampang hancur kalau dijual terlalu jauh. kalau saya itu ndak mau nyetok [tidak ingin persedian] banyak. Kalau terlalu banyak stok nanti rasanya nggak enak, kita juga jualnya yang fresh. jangan sampai pembeli kecewa," ujar IstiqomahIstiqomah berharap produk tempe keripiknya bisa berkembang dan bisa terjual di kota yang jauh. Ia pun berharap ada pengganti yang akan meneruskan bisnisnya."Penerusnya dari saya untuk mengembangkan, sekarang sulit ndak bisa dijual di luar kota, bisa dijual jauh. Moga-moga kalau bisa ada penerusnya" tambah Istiqomah.
Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *

This site is protected by Honeypot.