KBRT – Berbeda dari bangunan candi pada umumnya, Cagar Budaya Candi Brongkah di Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, masih tersembunyi di dalam cekungan tanah. Struktur bangunan kuno tersebut berada sekitar 3,5 meter di bawah permukaan tanah sekitar.
Candi Brongkah ditemukan pada tahun 1994 oleh Soim (64), warga Dusun Brongkah, saat menggali sumur di belakang rumahnya. Kini, pemeliharaan situs tersebut dilanjutkan oleh anaknya, Supriyadi (41), yang menjadi juru kunci.
“Setelah banjir beberapa tahun lalu, air jernih yang bersumber dari bawah candi berubah jadi keruh karena walet saat banjir banyak yang masuk ke dalam bangunan candi,” ujar Supriyadi saat ditemui Kabar Trenggalek pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Saat itu, Supri tengah membersihkan lumut yang menempel pada susunan batu bata candi, yang sering kali terendam air. Ia menjelaskan, saat musim hujan, air yang memancar dari bawah candi kerap meluap dan menenggelamkan sebagian struktur bangunan.
“Kalau musim penghujan, seminggu bisa dua atau tiga kali saya bersihkan. Tapi kalau airnya masih tinggi atau bahkan sampai memenuhi tempat candi, terpaksa harus menunggu airnya surut dahulu,” ujarnya.
Supri mengenang, air yang mengalir dari sumber bawah candi dulu sangat jernih dan menyegarkan karena suhu air yang dingin, meskipun tidak digunakan untuk konsumsi langsung.
Candi Brongkah sendiri berada di wilayah yang rawan banjir, lantaran posisinya dekat dengan bantaran Sungai Ngasinan dan berada pada kontur tanah rendah. Saat banjir besar terjadi, air bahkan sempat setinggi pinggul di halaman rumah Supri.
“Banjir terakhir itu, di halaman rumah saya airnya setinggi pinggul. Kalau saja sampai masuk candi, waletnya akan sangat susah dibersihkan,” tutur Supri.
Fenomena kemarau basah yang terjadi tahun ini juga berdampak pada kondisi candi. Curah hujan yang masih tinggi membuat air terus naik dan memicu pertumbuhan lumut di permukaan bata candi.
Menurut Supri, bangunan candi yang terlihat saat ini diduga baru bagian atapnya. Penggalian ke bagian bawah tidak dilanjutkan karena kedalamannya sudah ekstrem dan posisinya yang berada tepat di belakang rumah keluarga Supri.
Sejak pertama ditemukan, tembok pembatas (plengsengan) yang mengelilingi candi beberapa kali ambrol akibat tekanan air dan kemudian diperbaiki.
“Kalau musim hujan, hampir setiap hari dibersihkan kalau memungkinkan. Selain itu, lingkungan sekitar candi juga rutin saya bersihkan dan saya juga melayani pengunjung jika ada yang datang,” ujarnya.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Zamz