KBRT - Usaha menekan angka stunting di Trenggalek, sebuah gerakan baru muncul dari Puskesmas Ngulankulon, Kecamatan Pogalan. Mereka memperkenalkan inovasi layanan publik bertajuk “SRIWULAN MENGASIHI”, sebuah program yang dirancang untuk memperkuat pengetahuan menyusui dan meningkatkan capaian ASI eksklusif serta Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Program ini lahir dari kegelisahan tenaga kesehatan mengenai masih lemahnya pemahaman masyarakat terhadap praktik menyusui yang benar. Rendahnya akses edukasi, minimnya konseling, hingga derasnya hoaks di media sosial menjadi latar belakang utama munculnya inisiatif tersebut.
Kepala Puskesmas Ngulankulon sekaligus dokter umum, dr. Ika Fibrin Fauziah, mengisahkan bahwa banyak ibu baru menghadapi kebingungan pada hari-hari pertama kelahiran bayinya.
“Banyak masyarakat yang belum terjamah konseling menyusui. Banyak pula hoaks yang membuat ibu bingung dan akhirnya gagal memberikan ASI eksklusif,” kata dr. Ika.
Dalam pandangannya, ASI merupakan “nutrisi emas” bagi bayi. Cairan kolostrum yang keluar di awal masa menyusui, lanjutnya, memegang peran penting karena membawa bakteri baik dan nutrisi yang membantu tubuh bayi menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
Konseling Dua Tahap, Melibatkan Keluarga
Melalui program ini, Puskesmas Ngulankulon menerapkan dua jenis konseling. Konseling rawat jalan menyasar ibu yang mengalami tantangan seperti pelekatan tidak tepat, puting datar, atau rasa tidak nyaman pascapersalinan. Sedangkan konseling rawat inap dilakukan segera setelah proses persalinan untuk memastikan teknik menyusui sudah benar sejak awal.
Menurut dr. Ika, persoalan terbesar justru tidak selalu datang dari ibu, melainkan lingkungan terdekatnya.
“Keluarga yang belum paham sering panik melihat bayi menangis, lalu memberikan susu formula. Setelah bayi terpapar formula, itu sudah bukan ASI eksklusif lagi,” ujarnya.
Karena itu, setiap sesi konseling diwajibkan menghadirkan pendamping keluarga—mulai dari suami hingga nenek—agar edukasi menyusui tidak berhenti di ruang klinik. Para petugas juga kerap membongkar mitos yang masih kuat, seperti larangan membawa bayi keluar rumah sebelum 40 hari.
Agar Bayi Tidak “Bingung Puting”
Program pemerintah melalui konsultasi neonatus (KN) juga diintegrasikan untuk memastikan setiap bayi mendapat pemantauan menyusui dan kenaikan berat badan.
Tidak sedikit kasus kegagalan ASI eksklusif terjadi akibat keterlambatan mendapatkan konseling, bahkan beberapa bayi mengalami “bingung puting” karena diberi dot sejak hari pertama.
“Dot itu kan tinggal netes. Kalau bayi sudah merasakan yang mudah dulu, dia enggan bekerja keras menyedot ASI dari puting ibu,” jelas dr. Ika.
Untuk memperluas jangkauan pendampingan, petugas rutin melakukan kunjungan rumah bagi keluarga yang membutuhkan penanganan lebih intensif.
Puskesmas Ngulankulon berharap, “SRIWULAN MENGASIHI” dapat menjadi gerakan bersama yang memperkuat pengetahuan laktasi sejak dini, sekaligus memastikan setiap ibu di Pogalan dan sekitarnya mendapatkan dukungan yang layak untuk menyusui.
Kabar Trenggalek - Kesehatan
Editor: Zamz















