Artikel ini mencerminkan pengalaman penulis dalam menghadiri acara "Unboxing Oleh-Oleh" yang diselenggarakan oleh Aliansi Rakyat Trenggalek.
Acara tersebut menjadi medium untuk mengeksplorasi dan menyampaikan temuan serta pengalaman yang ditemui oleh Tim Ekspedisi Indonesia Baru. Melalui presentasi mereka, tim membuka tabir realitas sulit yang dihadapi oleh masyarakat pesisir, terutama para nelayan, akibat faktor-faktor seperti kenaikan harga BBM, pertambangan, dan ekspansi tambak udang.
Artikel ini merenungkan peran penting generasi muda dalam mengatasi tantangan lingkungan di masa depan.
Selasa pagi, tanggal 5 Desember 2023, menjadi titik awal kehadiran saya dalam sebuah peristiwa yang tak terduga, namun penuh makna—acara "Unboxing Oleh-Oleh" yang digelar oleh Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) di STKIP Trenggalek. Bukanlah acara seputar membuka benda fisik, melainkan ungkapan mendalam atas temuan dan pengalaman Tim Ekspedisi Indonesia Baru berkeliling Indonesia.Perjalanan mereka mengelilingi Indonesia, dimulai pada 1 Juli 2022 hingga 28 Agustus 2023, menjadi fokus perbincangan. Rentang waktu 424 hari ini membuka lembaran baru dalam pemahaman mereka mengenai keberagaman dan permasalahan yang ada di tanah air.Gedung Auditorium STKIP PGRI Trenggalek, dengan sebagian besar penontonnya adalah mahasiswa, menjadi tempat pengungkapan realitas. Suasana putih gedung yang dipadukan dengan pencahayaan lampu menciptakan panggung yang pas untuk memproyeksikan hasil temuan tim kepada penonton.Saya, yang awalnya hanya mengikuti perkembangan tim melalui media sosial dan layar ponsel, tidak menyangka bisa bertatap muka langsung dengan mereka. Sebuah kesempatan yang mengubah perspektif saya terhadap kegiatan ekspedisi ini.[caption id="attachment_57795" align=aligncenter width=1280] Tim Ekspedisi Indonesia Baru berswa foto bersama peserta Unboxing Oleh-oleh Indonesia Baru[/caption]Film dokumenter Angin Timur yang diproduksi oleh Ekspedisi Indonesia Baru telah menjadi sorotan sebelumnya. Film ini menjadi jendela bagi penonton untuk melihat realitas sulit yang dihadapi oleh para nelayan, dipicu oleh dinamika kenaikan harga BBM, dampak pertambangan, ketidakpastian iklim, dan ekspansi tambak udang.Dalam presentasinya, Farid Gaban, salah satu anggota tim, membongkar lapisan demi lapisan kerusakan alam yang diakibatkan oleh campur tangan manusia. Menyajikan video mengenai kerusakan air laut, di antaranya oleh aktivitas tambak udang dan pertambangan, membuat saya terhenyak."Kerusakan ekosistem pesisir, seperti yang diceritakan dalam film Angin Timur, tergambar dari aktivitas tambang di Tumpang Banyuwangi yang menyebabkan endapan lumpur di teluknya dan merugikan keberadaan ikan. Mangrove, sebagai pelindung ekosistem pesisir, juga mengalami kemunduran akibat kerusakan ini. Jadi, kerusakan lingkungan tidak hanya berdampak pada sektor perikanan tetapi juga merusak keberlanjutan ekosistem pesisir," jelas Farid Gaban.Film Angin Timur juga menyoroti kisah nelayan Pancer yang terpukul oleh kegiatan pertambangan di pegunungan Tumpang Pitu. Sedimentasi atau pengendapan lumpur yang diakibatkan oleh tambang emas mencapai dasar laut, membuat ikan semakin sulit dijangkau.Pada menit ke 1:20:51, video memperlihatkan Ahmad Darsono, seorang nelayan, menunjukkan mesin giling es miliknya yang telah terbengkalai karena jarang digunakan. Ahmad, yang merasakan dampak pertambangan emas, masih menaruh harapan pada kembalinya ikan. Namun, sejak operasional tambang emas, pendapatannya merosot hingga 70%.Realitas yang dihadapi oleh nelayan Pancer membawa saya pada pertanyaan mendalam, "Bagaimana nasib nelayan yang telah terpukul oleh kerusakan lingkungan?"Penderitaan para nelayan, khususnya dalam aspek ekonomi, meresap dalam hati saya. Bagi mereka, kehidupan sehari-hari bergantung pada hasil tangkapan ikan. Setiap mereka melaut, harapan mereka adalah membawa sebanyak mungkin ikan untuk dijual kepada pengepul.Bayangkan betapa besar harapan mereka?Dalam konteks ini, Benaya Harobu, anggota tim Ekspedisi Indonesia Baru, menyampaikan pesan khusus kepada generasi Z mengenai kontribusi mereka terhadap isu lingkungan."Menurut saya, kontribusi anak muda terhadap isu lingkungan sangat krusial. Meskipun saat ini orang tua dan pembuat kebijakan memiliki tanggung jawab besar, namun di masa depan, anak muda yang akan membawa perubahan. Masa depan kita ada di tangan generasi muda, bukan di tangan orang tua atau pembuat kebijakan," papar Benaya.Sebagai generasi muda, kita memiliki peran krusial dalam perubahan dan pembaruan untuk Indonesia. Kita, sesuai dengan ucapan Benaya, adalah penggerak perubahan, bukan orang tua atau pembuat kebijakan.Salah satu bentuk dukungan yang bisa kita berikan adalah mendukung pasar lokal untuk produk perikanan. Hal ini dapat membantu nelayan mendapatkan harga yang lebih adil dan mengurangi ketergantungan pada pasar global yang tidak stabil. Mengembangkan pasar lokal juga dapat memperkuat ekonomi komunitas pesisir.Tidak hanya itu, perhatian khusus terhadap perubahan iklim juga sangat penting. Generasi muda dapat aktif dalam kampanye dan aksi nyata, seperti penanaman mangrove, untuk melindungi wilayah pesisir dan mengurangi dampak buruk yang terjadi.Dengan demikian, Unboxing Oleh-Oleh Ekspedisi Indonesia Baru telah membuka mata kita terhadap realitas yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Indonesia. Perjalanan ini bukan hanya milik Tim Ekspedisi Indonesia Baru, melainkan milik kita semua. Bagaimana kita, sebagai generasi muda, merespons dan bertanggung jawab atas tantangan lingkungan ini, akan membentuk masa depan Indonesia yang lebih berkelanjutan.Anda bisa menonton Film Angin Timur di sini