- Tim Ekspedisi Indonesia Baru berkunjung ke Kabupaten Trenggalek untuk berbagi "oleh-oleh" berupa temuan selama perjalanan pada Selasa (5/12/2023)
- Selain untuk memaparkan temuan, kegiatan yang diselenggarakan oleh Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) itu merupakan salah satu bentuk dukungan tim Ekspedisi Indonesia Baru pada masyarakat Trenggalek dalam menolak tambang emas.
- Dandhy Laksono, salah satu personil Ekspedisi Indonesia Baru, menyampaikan pendapatnya tersendiri soal masyarakat Kabupaten Trenggalek setelah sebelumnya melakukan perjalanan keliling Indonesia
Dandhy Laksono menyampaikan kekagumannya terhadap
masyarakat Kabupaten Trenggalek dalam menolak tambang emas. Hal itu ia sampaikan pada Kabar Trenggalek usai gelaran
Unboxing Oleh-Oleh Ekspedisi Indonesia Baru, Selasa (05/12/2023).Diketahui, berbagai elemen masyarakat Trenggalek hingga kini konsisten menolak keberadaan tambang emas oleh PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Penolakan terus digelorakan masyarakat, sebab menurut mereka, tambang emas yang melahap 9 dari 14 kecamatan tersebut dinilai akan menimbulkan kerusakan lingkungan.Masyarakat yang tergabung dalam
Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) menjadi salah satu yang paling getol menolak tambang hingga kini. Gelaran Unboxing Oleh-Oleh Ekspedisi Indonesia Baru adalah salah satu bukti bahwa pergerakan terus digelorakan.Bagi Dandhy Laksono, berbagai upaya penolakan tambang emas di Trenggalek memiliki kesan tersendiri. Menurut pengamatannya, masyarakat Trenggalek memiliki cara pandang yang berbeda melihat tambang emas dibandingkan daerah pesisir yang lain."Yang kami rekam ketika membuat film Angin Timur dan melihat temen-temen di Aliansi Rakyat Trenggalek, saya merasa ada energi yang keren," ujar Dandhy.Hal itu ia sampaikan berdasarkan pengamatannya selama perjalanan ekspedisi 424 hari di penjuru Indonesia. Menurut Dandhy, masyarakat di daerah pesisir biasanya memiliki perasaan seolah tertinggal.Dandhy menyebutkan, "Biasanya, karena [daerah pesisir selatan Jawa] tidak di tengah lintasan ekonomi utama dan ada karakter di mana mereka seolah merasa tertinggal dan segala macam. Tapi [masyarakat] di Trenggalek keren banget karena mereka nggak merasa tertinggal".Ketika dihadapkan pada rencana penambangan emas, menurut Dandhy, terdapat masyarakat pesisir yang akan menyambut rencana penambangan. Namun hal ini berbeda apabila dibandingkan dengan masyarakat Trenggalek."Mungkin kalau orang lain melihat, oh, penambangan emas, kita bisa kaya. Di [Trenggalek] sini kayaknya tidak begitu cara pandangnya. Menurut saya itu keren banget," ujarnya.[caption id="attachment_57795" align=aligncenter width=1280]
Tim Ekspedisi Indonesia Baru berswa foto bersama peserta Unboxing Oleh-oleh Indonesia Baru[/caption]Begitu pula dengan anak-anak muda di Trenggalek. Dandhy merasa bahwa terdapat perbedaan antara pemuda Trenggalek dan pemuda di daerah lain. Menurutnya, pemuda pada umumnya memiliki kecenderungan untuk melakukan perombakan, salah satunya dapat berupa eksploitasi sumber daya alam.Namun lagi-lagi, Dandhy justru melihat banyak pemuda Trenggalek yang memiliki kecenderungan berbeda dari pemuda pada umumnya."Yang bergerak [menolak tambang] di Trenggalek juga banyak anak-anak muda. Di tempat lain saya melihat [yang bergerak ialah] orang-orang tua. Karena orang-orang tua yang punya sense tanggung jawab untuk mempertahankan apa yang sudah ada," ujar Dandhy."Anak muda nih kan biasanya justru harapannya [membuat] apa yang belum ada. Dia menginginkan apa yang yang belum ada. Tapi di [Trenggalek] sini, kayaknya visi [anak-anak muda] nya juga berbeda," tambahnya.Menurut Dandhy,
pemuda di Trenggalek justru cenderung memiliki keinginan mempertahankan kearifan daerah, termasuk sumber daya alam. Melihat kecenderungan pemuda Trenggalek, mengingatkan Dandhy pada pemuda yang ada di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Pemuda Flores juga ia anggap memiliki kecenderungan mempertahankan kearifan daerah."Saya sudah melihat juga, di daerah lain anak-anak mudanya juga punya kesadaran yang kurang lebih sama. Di Flores itu anak-anak mudanya juga di kampung-kampung itu merasa setelah kuliah, dia harus kembali ke akarnya [daerahnya]," cerita Dandhy.Dandhy berharap
solidaritas masyarakat Trenggalek dalam menolak tambang tetap langgeng. Ia juga menyampaikan pesan bagi pemuda agar dapat terus mempertahankan kearifan daerah. Terlebih, bagi para pemuda Trenggalek yang sedang menempuh pendidikan di luar daerah."Justru dengan ilmunya dia [pemuda] harus mengembangkan [daerahnya]. Jadi jangan sampai ilmunya justru dipakai untuk menghancurkan kampungnya sendiri, karena [misalnya] dia datang sebagai karyawan atau sebagai anak buahnya investor, gitu ya," terang Dandhy.Jadi dia [seharusnya] datang sebagai delegasi pendidikan yang dikirim oleh orang-orang di kampungnya untuk berkuliah. Ketika dia pulang, dia pakai ilmunya itu justru untuk memperkuat kampungnya. Jadi, [bukan] sebaliknya, ilmunya tidak di pakai untuk melawan kampungnya sendiri," tandasnya.