Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Rakyat Merdeka dari Penjajah Tapi Terdesak oleh Pengusaha yang Difasilitasi Negara

Coba tanya sekali lagi, kita sebagai rakyat Indonesia ini sudah merdeka dari apa? Hayo jawab, merdeka dari apa?Dari penjajahan? Ya tentu saja, jika yang dimaksud penjajah seperti yang di maksud Soekarno waktu silam. Sang proklamator itu mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.Setiap tanggal 17 Agustus, sejak Tahun 1945 masyarakat Indonesia bersukacita merayakan kemerdekaan sebagai bangsa negara. Setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi kebahagiaan ini.Pertama, berbahagia oleh sebab terlepas dari belenggu tirani penjajah. Kedua, berbangga oleh sebab telah menjadi negara yang diakui negara lain yang tentu saja telah ada lebih dahulu.Tapi sekali lagi, mari kita bertanya, siapa yang telah menyebabkan tirani bagi rakyat Indonesia kala itu sebelum merdeka?Tentu saja penjajah paling terkenal di Indonesia ada dua, yakni Belanda dan Jepang, akan tetapi menurut catatan sejarah sebenarnya ada negara lain yang turut menjajah Indonesia sebelum merdeka, yakni Portugis, Spanyol, Prancis, Inggris.Sedikit tulisan ini akan diawali dengan cerita-cerita penjajahan, supaya pembaca mengetahui apa maksud dari tulisan ini. Jika ceritanya salah, muhun diluruskan.Mula-mula Negara Portugis (Portugal) datang ke Nuswantara (untuk menyebut Indonesia sebelum merdeka). Tercatat pada Tahun 1509, Portugis mengutus Antonio de Abreu untuk mencari daerah kaya rempah-rempah.Pencarian Antoni dan geng sampai pada wilayah gemah ripah loh jinawi yang ada di Nuswantara, yakni Maluku. Portugis dengan berbagai trik diplomasinya berhasil menjalin kerjasama dengan Kerajaan Ternate untuk berbisnis. Deal-dealan kerjasama ini berjalan mulus.Di tengah-tengah tirani Portugis menyedot rempah-rempah Nuswantara, Negara Spanyol datang dengan niat sama, yaitu mencari barang dagangan ke Nuswantara. Akan tetapi, status Spanyol sebagai penjajah hanya dalam waktu singkat, antara tahun 1521 hingga tahun 1529.Portugis berang atas gangguan Spanyol, mereka berduel sampai akhirnya melahirkan perjanjian Saragosa pada Tahun 1529. Tentu saja Spanyol kalah. Menurut perjanjian, Spanyol harus meninggalkan Maluku dan boleh mengambil kekuasaan ke utara Indonesia, yaitu Filipina.Spanyol hengkang dari Nuswantara, tetapi Portugis tetap bercokol, sambil terus mendapatkan keuntungan dari rempah-rempah Nuswantara.Tapi, kerjasama antara Portugis dan beberapa Kerajaan di Maluku akhirnya rusak, Portugis nyata-nyata menerapkan sistem monopoli yang berimplikasi merugikan rakyat, tentu saja begitu karena mereka penjajah. Merasa dikecewakan, rakyat Maluku melawan, di bawah pimpinan Sultan Baabullah.Belanda cerdik memanfaatkan keos yang terjadi, di tengah-tengah peperangan antara portugis dan squad Sultan Baabullah, Belanda turut campur untuk mengalahkan Portugis, tentu saja bukan karena Belanda baik –camkan dalam benak kita masing-masing, tidak ada penjajah baik– hanya karena mereka ingin menggantikan perannya sebagai penjajah..Portugis hengkang dari Nuswantara Tahun 1595, kemudian digantikan perannya sebagai penjajah oleh Belanda sejak tahun 1602. Dari sinilah, tirani penjajahan menjadi semakin berat dan panjang menyengsarakan rakyat.Alasan utama penjajahan Belanda adalah untuk menguasai wilayah penghasil rempah-rempah. Mereka membangun bisnis di Nuswantara melalui perusahaan dagang Verenigde Oostindische Compagnie (VOC). Perusahaan yang di-backup penuh oleh negaranya, Belanda.Belanda juahat pol, penjajah kebacut, tidak hanya mengeruk sumber daya alam, melainkan juga mengeksploitasi sumber daya manusia untuk berperang.Salah satu kebijakan Belanda yang sangat membuat rakyat menderita adalah cultuurstelsel, atau sistem tanam paksa. Kebijakan ini berisi aturan penguasaan tanah, pekerja, hingga hasil panen rakyat semata-mata untuk Belanda.Tapi penjajahan Belanda di Nuswantara sebenarnya tidak berjalan mulus-mulus saja. Calon rakyat Indonesia tidak tinggal diam, perlawanan-perlawanan terus mereka galakkan di berbagai daerah-daerah yang dijajah. Dari sinilah, konon melahirkan para hero Indonesia yang kini sebagian sudah ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Perlawanan ini menyebabkan krisis bagi VOC.Belanda mengalami krisis akibat perang hingga menyebabkan VOC dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1800. Wilayah-wilayah jajahan yang semula di kuasasi Belanda akhirnya jatuh di tangan Prancis (1806-1811). Mulai dari sini menjadi babak baru bagi penjajahan di Nuswantara.Prancis nyata-nyata juga tidak bisa bertahan lama menjajah Indonesia, mereka harus pasrah menyerahkan kekuasaannya kepada Inggris di Tahun 1811. Inggris sempat menghapus kebijakan tanam paksa produk Belanda, namun setelah 5 tahun berkuasa, Inggris harus hengkang dari Nuswantara akibat Belanda datang kembali.Kalaulah Belanda tak kalah dalam perang dunia II, mungkin akan terus menancapkan taringnya, kekalahan perang tersebut memaksa mereka hengkang dari Indonesia. Tetapi penderitaan rakyat belum berhenti sampai di situ. Jepang nyatanya kepincut dengan SDA Indonesia. Jepang menjajah Indonesia selama 3,5 tahun. Kendati singkat, tapi kekejaman Jepang tidak kalah dari Belanda.Jepang menerapkan sistem kerja paksa alias romusha terhadap rakyat Indonesia. Selain itu, Jepang juga membangun organisasi militer dan memaksa rakyat untuk ikut agar bisa menjadi sumber daya perang melawan Amerika Serikat serta sekutunya di Perang Dunia II.Jepang angkat kaki dari Nuswantara setelah Kota Hiroshima dan Nagasaki dibom AS dan sekutu pada 15 Agustus 1945. Momen ini digunakan para pejuang Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, hari yang akan selalu kita peringati setiap tahun.Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis, Inggris, dan Jepang menjadi negara tiran bagi kehidupan rakyat Indonesia sebelum merdeka. Negara-negara ini berkeinginan untuk menguasai sumber daya baik alam maupun manusia dengan cara mengambil paksa dari pribumi.Cara-cara yang mereka lakukan sama sekali tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan. Rakyat selalu menjadi korban atas keserakahan sumber daya alam.Dari cerita kilas tersebut, di momen kemerdekaan Indonesia yang ke 77, benarkah kita sudah terbebas dari upaya-upaya penguasaan lahan untuk kesejahteraan ekonomi segelintir orang?Faktanya, kita seperti berganti penguasa, namun belum berganti nasib. Rakyat tetap harus mengokang semangat mengusir perusahaan-perusahaan yang diizinkan negara untuk mengambil keuntungan di tanah yang mereka kehendaki. Rakyat harus berteriak lantang dan menentang untuk bisa terhindar dari penguasaan sumber daya alam.Di Trenggalek misalnya, apa yang membedakan antara dijajah belanda dengan merdeka sebagai rakyat republik Indonesia? Nyata-nyata, tanah yang menjadi ruang hidup masyarakat "dipaksa" oleh negara untuk dikeruk emasnya.Perampasan ruang hidup itu difasilitasi melalui Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) untuk PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Dalih legal formal ini seperti alat mainan penjajahan bagi negara terhadap rakyat.Apakah Masyarakat Setuju?Seharusnya pengabdi negara tidak berpikir setuju dan tidak setuju, tapi berpikir apakah rakyat menderita atau sejahtera? Sebagai wujud keinginan kuat untuk merdeka dari penjajah, yang notabene menyebabkan penderitaan rakyat.Karena, yang mampu berpikir jauh seperti itu adalah para pelayanan negara, yang digaji dan difasilitasi rakyat untuk menjaga bangsa ini aman dan sentosa.Jika masih ada masyarakat yang bernasib sama seperti di Trenggalek, seperti masyarakat Tumpang Pitu, Pakel Banyuwangi dan lainnya, tentu saja narasi rakyat merdeka hanya sekedar terlepas dari penguasa lama, namun kembali terhimpit oleh kepentingan penguasa baru. Sama-sama menderita dan menjadi korban atas kepentingan segelintir orang. *) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kabartrenggalek.com.