KBRT – Produksi singkong di Kabupaten Trenggalek belum kembali ke kondisi puncak sejak 2021. Tren lima tahun terakhir memperlihatkan penurunan yang dipengaruhi harga jual yang rendah serta minimnya industri pengolahan turunan.
Hal itu disampaikan Purwanto, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek.
"Produk turunan ubi kayu juga sangat minim di sektor industri, harga jualnya juga tidak bisa bersaing," ujarnya.
Purwanto merinci catatan produksi singkong dalam lima tahun terakhir. Pada 2020, produksi mencapai 135.206 ton dan meningkat tajam pada 2021 hingga 285.804 ton.
Namun produksi turun signifikan pada 2022 menjadi 169.994 ton, lalu kembali merosot pada 2023 hingga tinggal 98.850 ton.
"Naik turun produksi sudah biasa, banyak faktor yang memengaruhi. Ada program khusus untuk peningkatan produksi yaitu bantuan pupuk organik. Tapi terbatas kemampuan anggaran yang disediakan," katanya.
Pada 2024, produksi tercatat naik kembali menjadi 179.775 ton. Sementara data hingga Oktober 2025 menunjukkan produksi berada di angka 137.269 ton.
Meski masih jauh dari capaian puncak 2021 dan belum melampaui total produksi tahun sebelumnya, Purwanto optimistis angka tersebut akan bertambah.
"Sampai bulan Oktober 137.269 ton. Yang jelas produksi akan bertambah karena masih ada panen di bulan November dan Desember," ucapnya.
Di sisi lain, pelaku usaha tepung pati singkong juga terdampak penurunan produksi tersebut. Balok Kurnianto (48), produsen tepung pati di Oro-oro Ombo RT 18 RW 09, Desa Pogalan, menyampaikan pasokan singkong lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan usaha rumahan.
Ia menjelaskan, pasokan dari wilayah seperti Bendungan, Suruh, dan Gandusari terus menurun setiap tahun, membuat banyak produsen kecil menghentikan aktivitasnya.
"Dulu ada sekitar 30-an lebih produsen rumahan seperti saya, sekarang tinggal 8 termasuk saya," kata dia.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor: Zamz















