Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Praktisi Politik Tanyakan Netralitas Ketua KPU Trenggalek dalam Baliho Besar yang Tersebar 

Kabar Trenggalek - Gembong Derita Hadi. Dia adalah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Trenggalek. Sebagai Ketua KPU Trenggalek, Gembong adalah orang pertama yang dipandang untuk memberikan contoh netralitas sebagai penyelenggara pemilihan umum (pemilu), Kamis (12/05/2022).Akan tetapi, di sisa jabatan sekitar dua tahun ke depan, Gembong mulai berperilaku kontroversial belakangan ini dengan memasang baliho besar di sejumlah titik yang dinilai banyak orang menyalahi etika sebagai ketua KPU trenggalek.Kondisi ini membuat Murkam, Praktisi Politik serta Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PCNU Trenggalek, mempertanyakan netralitas Ketua KPU Trenggalek."Selama saya berkecimpung di parpol [Partai Politik] sejak 1998, juga sebagai orang yang bersinggungan di dunia politik. Dari perpolitikan di tingkat Nasional atau daerah, yang sudah saya kritik. Ternyata, baru kali ini ada kejadian di mana kepala daerah dan Ketua KPU dipasang dalam satu baliho yang sama," ujar lelaki yang tergabung dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.[caption id="attachment_13133" align=aligncenter width=655]Murkam, Praktisi Politik dan Ketua Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PCNU Trenggalek Murkam, Praktisi Politik dan Ketua Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PCNU Trenggalek/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Murkam mengatakan, manusia dikaruniai akal dan pikiran, niscaya akan memiliki persepsi yang berbeda-beda. Orang mempersepsikan orang lain merupakan hal yang wajar, entah itu persepsi yang benar atau yang salah. Asalkan tidak sampai menuduh."Semua orang berhak mempersepsikan orang, pendapat orang tak bisa disalahkan, selama belum menge-judge [menuduh]," ucapnya.Murkam menjelaskan, sejak sebelum memasuki Ramadhan, Ketua KPU Trenggalek secara terang-terangan mewacanakan penataan daerah pemilihan (dapil), meskipun belum didapati Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).Selanjutnya, ada baliho yang berisi foto Kepala Daerah dengan ketua KPU Trenggalek. Tak sebatas itu, kata Murkam, Ketua KPU Trenggalek juga aktif bersosial media yang mengarah pada upaya pencitraan. Misalnya, berfoto dengan petani, dan sebagainya. Atau bahkan, ada kanal media sosial (medsos) Relawan Gembong.Menurut Murkam, manusia yang memiliki akal-pikiran akan mempertanyakan hal itu. Apakah ketua KPU Trenggalek akan mencalonkan diri dalam kontestasi legislatif atau Pemilihan Kepala Daerah (pilkada), atau masyarakat berpikiran tahapan pemilu sudah dimulai?"Diketahui kepala daerah juga menjabat sebagai salah satu ketua parpol. Selama ini, pasangan sebelahnya adalah Mas Syah," jelas Murkam.[caption id="attachment_11170" align=aligncenter width=1599]Kotak pemungutan suara oleh KPU Trenggalek Kotak pemungutan suara oleh KPU Trenggalek/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Murkam mengaku, ada pula orang yang menganggap keberadaan baliho itu sebagai bentuk mencuri start pemilu."Itu [Baliho Bupati Trenggalek dan Ketua KPU Trenggalek] menjadi semacam bargaining [tawar-menawar] atau skenario yang menggiring opini, karena sebetulnya lebih elegan jika dalam baliho itu juga memasukkan foto forkopimda," terang Murkam.Murkam menilai, dampak dari Baliho itu tidak lain memicu prediksi-prediksi liar di masyarakat. Sebagaimana diketahui, sudah menjadi rahasia umum bahwa politik itu dinamis, bukan soal lawan atau kawan, melainkan sebuah kepentingan. Ibaratnya, kata Murkam, hari ini oposisi, besok bisa jadi koalisi."Meskipun ketua bisa mewakili suatu lembaga, namun menurut analisa saya, perilaku itu kurang etis [sebagai ketua KPU Trenggalek yang masih aktif]," tandasnya.