Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Polisi Jadi Beking Tambang Ilegal, JATAM: Negara Tak Punya Kendali Sumber Daya Alam Indonesia

Kabar Trenggalek - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengungkapkan data keterlibatan polisi dalam memuluskan usaha pertambangan. Salah satunya, polisi jadi beking tambang ilegal di Kalimantan Timur.

Kasus pertambangan ilegal di Kalimantan Timur merupakan hal jamak yang seringkali terekspos ke publik dan mudah dilihat oleh masyarakat. JATAM menilai, permasalahan tambang ilegal di Kalimantan Timur yang melibatkan Ismail Bolong, eks anggota Polri, hanyalah fenomena gunung es

"Sebab selama ini praktek pertambangan tanpa izin di Kalimantan Timur adalah hal yang terus terjadi dan berulang, bahkan melibatkan aparat kepolisian. Namun sayangnya, praktek keterlibatan polisi dalam tambang ilegal tak pernah ada respons," terang JATAM melalui keterangan tertulis.

Fathul Huda dari LBH Samarinda, menyampaikan ada keterlibatan oknum tertentu yang membekingi tambang ilegal. Berulangkali LBH Samarinda melaporkan praktek tambang ilegal, tapi laporan sering tidak berprogres.

"Bahkan pernah suatu ketika, ada warga yang melaporkan pertambangan ilegal, malah ada intimidasi dari aparat Polsek Samboja, Kutai Kartanegara. Laporan tambang ilegal yang dilakukan di dekat kampus UIN Samarinda misalnya, tidak ada respons sama sekali dari kepolisian,” ujar Fathul.

Baca: Lokasi Pertama Tambang Emas PT SMN Dilanda Longsor, 8 Rumah Tertimpa Tanah

Berdasarkan catatan dari JATAM Kalimantan Timur, saat ini ada sekitar 160 titik tambang ilegal yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Jumlah ini meningkat tajam sejak tahun 2018 yang teridentifikasi ada 3 titik di Samarinda.

Data tersebut diperoleh dari laporan masyarakat, liputan media, dan temuan langsung JATAM Kalimantan Timur di lapangan. Temuan atas aktivitas pertambangan ilegal itu sudah pernah dilaporkan oleh JATAM, termasuk laporan ke Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tapi tak pernah ada penindakan.

Pertambangan ilegal yang terjadi di Kalimantan Timur dimulai dari pertambangan koridor yakni pertambangan yang dilakukan di lokasi tidak berizin, tetapi dihimpit oleh dua lokasi berizin. Pola penambangan lain yang dilakukan yakni aktivitas penambangan yang dilakukan di atas tambang berizin oleh pihak yang tidak memiliki izin. Pola ketiga yakni pertambangan ilegal yang dilakukan oleh tambang berizin di wilayah yang dilarang oleh undang-undang.

Rakyat dan Negara Dirugikan Tambang

Mareta Sari dari JATAM Kalimantan Timur, mengatakan aktivitas pertambangan ilegal itu tidak hanya proses penambangannya, tapi juga pengangkutan dan penjualan. Proses membeli dan menerima adalah ilegal.

JATAM Kalimantan Timur belum bisa memeriksa siapa yang menampung dan membeli batubaranya, tapi pihaknya sedang mencari tahu. JATAM Nasional sudah pernah menyurati 15 instansi tentang aktivitas pertambangan ilegal, bahkan warga Kalimantan Timur sudah pernah melakukan aksi.

"Di Desa Sumbersari dan Dusun Merangan misalnya, masyarakatnya menghadapi masalah aktivitas pengangkutan yang bising, debu, dan jalanan rusak. Tidak hanya aktivitas pertambangan ilegal,” terang Mareta.

Baca: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Apresiasi Perjuangan Tolak Tambang Emas PT SMN di Trenggalek

Sementara itu, Muhammad Jamil dari JATAM Nasional, menjelaskan aktivitas pertambangan sudah pasti menimbulkan daya rusak baik lingkungan hidup maupun konflik sosial.

Jamil menyebutkan, masyarakat bisa melihat adanya jenis uang baru, perubahan nama sungai, nama jalan, dan itu terjadi. Ketika masyarakat fokus ke tambang ilegal, artinya tidak punya izin dan dokumen lingkungan hidup, maka sudah pasti tidak menggunakan dokumen lingkungan hidup.

"Sebagai contoh, dalam pertambangan emas, mereka menggunakan merkuri dan sianida untuk memurnikan, ketika pertambangan dilakukan secara ilegal, sudah pasti mereka tanpa metode dan izin limbah, jadi dibuang begitu saja. Maka hal tersebut harus ditindak,” ucap Jamil.

Berdasarkan temuan dari Trend Asia, sepanjang tahun 2020-2021, terdapat catatan transaksi dugaan ekspor tambang ilegal ke berbagai negara yang dilakukan oleh perusahaan yang menjadi penadah. Aktivitas pertambangan ilegal ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan.

Novita Indri dari Trend Asia, menduga tambang ilegal diekspor ke Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam. Pihaknya belum bisa menyebutkan secara eksplisit, tapi pemain lama dan juga ada dugaan pemain besar yang menjadi penadah.

Baca: Tolak Tambang Emas Trenggalek Sampai di Gedung Menteri ATR/BPN Jakarta

Di Indonesia, lanjut Novita, ada celah yang seringkali luput yakni keberadaan surveyor sebelum tambang keluar. Kurangnya penegakan dan transparansi kepada surveyor yang bisa memainkan data atau dokumen. Dan kepada negara yang menerima ekspor tambang ilegal, mereka berarti turut merusak lingkungan dan merugikan negara.

"Ini paket kombo karena para penambang ini setelah mengeruk ditinggal begitu saja, lalu ada potensi kerugian negara karena mengurangi penerimaan negara,” tegas Novita.

Negara Tak Punya Kendali 

JATAM mengkritik, seharusnya Presiden dan kepolisian turun tangan atas permasalahan tambang ilegal ini. Keterlibatan aparat dalam pertambangan ilegal merupakan operasi beking dan terorganisir.

"Masifnya pertambangan ilegal yang terjadi di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa negara tidak punya kendali atau kontrol terhadap sumber daya alam di Indonesia," ungkap JATAM.

Menanggapi persoalan tambang ilegal ini, Satrio Manggala dari Eksekutif Nasional WALHI, menyebutkan hampir tidak ada pertambangan ilegal yang terjadi tanpa keterlibatan aparat penegak hukum. Sebab, aktivitas pertambangan ilegal tidak mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Baca: Rakyat Trenggalek Geruduk Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Suarakan Tolak Tambang Emas

Aktivitas dan pengangkutannya, kata Satrio, bisa terlihat dengan mata telanjang. Ada tiga pola sebenarnya keterlibatan aparat di pertambangan ilegal yakni aparat tutup mata, aparat melakukan beking, atau seperti yang dilakukan Ismail Bolong, Ia menjadi pelaku.

"Tapi jangan sampai ini jadi mis leading, aktivitas pertambangan sudah pasti menimbulkan daya rusak, tapi pemerintah jangan sampai kemudian malah memberikan izin bagi penambang ilegal ini,” kata Satrio.

Muhammad Isnur dari Yayasan LBH Indonesia, menanggapi temuan JATAM semakin meyakinkan bahwa keterlibatan aparat di aktivitas pertambangan bukan hanya oknum, tapi terorganisir. Bukan hanya di tingkat lokal, karena kalau di tingkat lokal melanggar, seharusnya ada penindakan di tingkat Polda.

Bahkan, lanjut Isnur, keterlibatan aparat ini bukan sekadar pelanggaran etik, ini adalah pidana korupsi. Saat ini polisi sudah kelebihan kekuasaan, harus ada revolusi kepolisian karena aparat negara yang seharusnya mengayomi atau melakukan penegakan hukum, dia malah melakukan pelanggaran hukum.

"Presiden juga tidak bisa diam saja, Ia harus turun tangan dan harus berani menyatakan perang terhadap penambangan ilegal. Jadi masalah tambang ilegal tidak boleh hanya berhenti pada Ismail Bolong, tetapi ini harus menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus lain,” tandas Isnur.

Melihat adanya fenomena polisi jadi beking tambang ilegal, YLBHI, JATAM Nasional, JATAM Kaltim, LBH Samarinda, WALHI, dan Trend Asia menuntut:

  1. Presiden Jokowi agar memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana pertambangan ilegal di Kalimantan Timur secara serius, terbuka, profesional, dan akuntabel.
  2. KPK dan Kejaksaan Agung untuk mengusut dugaan korupsi tambang ilegal di Kalimantan Timur.
  3. Kompolnas RI untuk mengusut secara serius dan terbuka mengenai keterlibatan perwira polisi yang disebut-sebut dalam pusaran tambang ilegal.