Ratusan warga Kecamatan Kampak, Trenggalek, mendatangi Pondok Pesantren (Ponpes) di Desa Sugihan pada Minggu pagi (22/09/2024). Mereka menuntut pertanggungjawaban dari pimpinan pesantren yang dituding menghamili seorang santriwati hingga melahirkan. Warga mulai berkumpul di lokasi sejak pukul 05.00 WIB.
Menurut pantauan Kabar Trenggalek, massa datang dengan terorganisir menggunakan kendaraan pick-up. Aksi ini dilatarbelakangi oleh kemarahan warga karena pimpinan pesantren tersebut belum juga menunjukkan itikad baik untuk bertanggung jawab atas dugaan tersebut.
Situasi sempat memanas ketika massa berdebat dengan pihak pesantren. Ketegangan terjadi karena pimpinan pesantren yang dituduh tidak berada di lokasi. Ratusan warga sempat mengelilingi area pesantren dan kediaman pimpinan, namun sosok yang dicari tidak ditemukan.
Korban dan bayinya turut hadir dalam aksi tersebut. Ayah korban, Warto, juga angkat bicara mengenai kasus yang menimpa putrinya. Ia menyatakan ketidakpuasannya terhadap proses hukum yang dinilai berjalan lambat.
“Terus terang saya tidak terima, menurut keterangan anak saya, yang menghamili adalah pimpinan Ponpes,” ujar Warto.
Warto menegaskan bahwa ia tidak menginginkan anaknya dinikahi oleh terduga pelaku. Ia menuntut agar proses hukum segera dijalankan.
“Kalau sudah ketemu, saya tidak sudi tanggung jawabnya dengan cara dinikahi. Yang saya minta adalah proses hukum,” tegasnya.
Warto juga mengungkapkan bahwa ia sempat bertemu dengan pihak kepolisian, namun penyelidikan kasus terhambat karena kekurangan saksi. Polisi disebut meminta keluarga korban menunggu hingga bayi lahir untuk dilakukan tes DNA sebagai bukti.
Salah satu tetangga korban, Yaidi, menambahkan bahwa aksi warga akan berlanjut jika tidak ada titik terang. Ia menuntut pimpinan Ponpes untuk hadir pada malam harinya guna melakukan mediasi.
“Pemimpin pondok tidak ada, nanti malam kami akan kembali untuk mediasi antara korban dan pimpinan pondok,” tambah Yaidi.
Pihak kepolisian hingga saat ini masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Berdasarkan laporan yang diterima, polisi membutuhkan bukti tambahan dan keterangan saksi untuk memperkuat dugaan.
Diberitakan sebelumnya oleh Kabar Trenggalek (21/08/2024), pengaduan dari orang tua korban dibenarkan oleh Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Zainul Abidin. Namun, proses penyelidikan masih memerlukan pendalaman lebih lanjut.
“Memang benar ada pengaduan dari orang tua korban, masih kami dalami. Teradunya adalah seorang tokoh agama,” ujar Zainul.
Polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan sejumlah saksi, termasuk terduga pelaku. Meski demikian, status kasus masih dalam tahap pengaduan dan belum ditingkatkan ke penyidikan. Pihak kepolisian masih memerlukan saksi tambahan dan bukti ilmiah, seperti tes DNA, untuk memastikan kebenaran tuduhan.
“Tindakan lebih lanjut memerlukan tes DNA untuk memastikan hubungan genetik antara anak korban dan terduga pelaku,” terang Zainul.
Desakan untuk mempercepat proses hukum juga datang dari organisasi GP Ansor Trenggalek, PAC Kampak. Imam Syafi’i, anggota GP Ansor Kampak, menyatakan bahwa pihak kepolisian berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini.
“Hasil pertemuan kami dengan pihak kepolisian menyatakan bahwa kasus ini tidak akan dihentikan,” kata Imam.
Ia mengakui bahwa proses penyelidikan berjalan lambat karena masih membutuhkan bukti-bukti yang kuat. Meskipun demikian, Imam berharap agar kasus ini dapat diungkap secara adil dan jelas, serta meminta semua pihak untuk bersabar menunggu hasil penyelidikan.
“Jika terbukti tidak bersalah, nama baik pimpinan pesantren harus dipulihkan. Namun, jika bersalah, ia harus bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku,” tegas Imam.
Editor:Bayu S