KBRT – Memasuki musim penghujan, para petani di Trenggalek ramai menanami sawah mereka dengan padi. Namun, curah hujan yang tidak menentu membuat sebagian petani resah karena pasokan air yang tidak mencukupi.
Seperti yang dirasakan oleh Hasim Purwanto (65). Saat ditemui di sawahnya, yang berjarak sekitar 150 meter di selatan lapangan bola voli Desa Ngetal, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, ia tengah mengaliri sawahnya menggunakan pompa air yang sudah dihidupkannya sejak Kamis pagi (06/03/25).
“Saat ini padi sudah mulai mengeluarkan bulir, jadi sangat sayang jika kekurangan air. Hasil panen bisa tidak maksimal karena padi kekurangan makanan,” ujarnya.
Hasim bukanlah warga asli Desa Ngetal. Ia menggarap sawah milik anak dan menantunya yang tinggal di desa tersebut. Hasim sendiri merupakan warga Desa Tanggulkundung, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung. Selama lebih dari satu tahun, ia sudah menggunakan pompa air untuk mencukupi kebutuhan sawahnya.
“Saya memasang pompa air karena jika hanya mengandalkan sistem pengairan yang berjalan saat hujan saja, jelas hasil panen tidak akan maksimal,” ungkapnya.
Hasim mengibaratkan air sebagai makanan dan padi sebagai manusia. Menurutnya, jika manusia tidak mendapatkan makanan yang cukup, maka tubuhnya akan sakit dan kurus. Begitu pula dengan padi, jika kekurangan air, maka hasil panennya tidak maksimal, bahkan bisa mati kekeringan.
“Dengan pompa air, saya mencukupi kebutuhan air untuk sawah saya, sama seperti beberapa petani lain di persawahan ini,” jelasnya.
Untuk pemasangan listrik dan pompa air, Hasim harus merogoh kocek lebih dari Rp4 juta. Biaya yang tidak murah, namun diperlukan untuk menunjang kebutuhan sawahnya, yang tidak bisa ditanami padi sepanjang tahun.
“Untuk pemasangan listrik 900 watt lengkap menghabiskan biaya Rp2,5 juta, lalu untuk pompa air Rp2,3 juta. Itu belum termasuk pembuatan sumur bor dan pipanya,” keluhnya.
Hasim biasanya mengairi sawahnya dengan pompa sekali dalam seminggu. Ia menyalakan pompa dari pagi hingga siang hari, dengan biaya pulsa listrik sekitar Rp6.000 per sekali pemakaian. Menurutnya, irigasi penuh jauh lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan pompa air yang membutuhkan biaya pemasangan mahal.
“Saya merasa kasihan pada sawah-sawah lain yang padinya kering karena tidak mendapatkan air yang cukup. Kebanyakan petani hanya bisa berharap agar hujan segera mengairi persawahan mereka,” pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz