KBRT – Hujan deras disertai angin kencang yang terjadi pada akhir bulan Ramadan menyebabkan padi milik Abdul Salam (72), petani asal Dusun Jatisari, Desa Pogalan, roboh jelang masa panen. Kejadian itu terjadi pada Selasa (08/04/2025), namun padi baru bisa dipanen lebih dari seminggu kemudian karena bertepatan dengan Hari Raya Idulfitri.
Salam, sapaan akrabnya, mengaku sempat mengikat sebagian padi yang roboh di sawahnya yang terletak di selatan Musala Jatisari. Namun, karena keterbatasan tenaga dan waktu, sebagian besar padi dibiarkan terendam air hingga Lebaran Ketupat usai. Kondisi itu menyebabkan penurunan kualitas hasil panen.
“Hasil panen kali ini akan saya jual semua rencananya, karena kondisi padi yang telah terendam lama di air akan membuat kualitas beras turun. Bulir beras yang dihasilkan pasti gampang patah dan hancur. Bahkan setelah panen pun saya harus memilah bulir padi yang sulit dipisahkan dari sampah setelah dirontokkan menggunakan mesin,” ujarnya.
Saat ditemui, Salam tengah memisahkan bulir padi yang tercampur dengan batang dan sisa jerami di pinggir jalan dekat sawahnya. Ia mengaku, banyak bulir padi yang ikut keluar bersama limbah sisa penggilingan akibat terlalu lama terendam air.
“Seluruh padi di sawah saya kali ini mengalami kerobohan yang tak pernah terjadi sebelumnya. Hanya sebagian kecil yang sempat saya ikat kembali agar tidak terendam air. Tapi kebanyakan padi yang basah jadi tercampur dengan sampah penggilingan seperti ini,” keluhnya.
Sawah milik Salam seluas 100 ru atau sekitar 1.400 meter persegi mengalami kerusakan total. Selain kehilangan kualitas hasil panen, ia juga harus mengeluarkan biaya lebih besar dibanding musim panen sebelumnya. Untuk musim ini, Salam mengeluarkan Rp500 ribu untuk menyewa tenaga panen dan Rp300 ribu untuk sewa mesin perontok.
“Padahal di panen sebelumnya saya hanya perlu menghabiskan Rp350 ribu untuk menyewa mesin perontok tanpa perlu menyewa orang. Meski begitu, hasil panen kali ini meningkat daripada musim sebelumnya yang hanya 18 karung, sekarang menjadi 20 karung lebih. Itu pun masih ada yang belum dipisahkan dari sampah,” imbuhnya.
Ia menjelaskan bahwa mesin yang digunakan kali ini adalah jenis perontok serbaguna, biasa dipakai untuk menggiling jagung atau kedelai. Hal ini disebabkan padi yang roboh tidak bisa dirontokkan menggunakan mesin perontok biasa. Sebelumnya, ia bersama beberapa pekerja memotong padi secara manual sebelum dimasukkan ke mesin.
“Untuk musim tanam selanjutnya saya akan menanam jenis padi yang berbeda agar tidak roboh kembali. Karena padi yang saya tanam kali ini batangnya tidak terlalu kuat. Saya cukup kecewa pada panen kali ini karena sangat menyusahkan. Padahal hasilnya seharusnya lebih bagus karena saya sudah memakai pupuk kompos dari sisa pohon jagung yang merata,” tandasnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz