Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Mengulik Pahatan Wayang Kulit Pemuda Trenggalek 

Arena Parfum
Kabar Trenggalek - Lincak lebar 1 meter menjadi saksi pahatan wayang kulit pemuda Trenggalek, Anom Trio Setyawan. Tangannya yang tak kekar. Namun, pria itu mampu meladeni pesanan wayang kulit dari berbagai daerah.Bunyi tumpuan tatah berbenturan dengan palu kerap terdengar di area perumahan Desa Kedungsigit Kecamatan Karangan, tak ada protes dari tetangga sekitar atas kegiatan anom memahat wayang kulit.Justru Anom (sapaan akrab) yang sadar akan waktu pekerjaan sehari-hari, kapan berhenti dan kapan memulainya. Hal itu dilakukan Anom demi keberlangsungan usaha warisan budaya wayang kulit.Lekuk tubuh wayang kulit yang amat rumit sudah Anom jajaki sejak tahun 2015. Berbekal belajar dari almarhum ayahnya, kini dirinya bisa menaruh harap hidupnya dari jasa membuat wayang kulit dan sungging wayang."Waktu pandemi tidak ada pesanan, baru dua bulan ini ada pesanan," ungkapnya sambil menghembuskan nafas panjang.[caption id="attachment_15065" align=aligncenter width=1599]Anom sedang melakukan proses pemahatan wayang Anom sedang melakukan proses pemahatan wayang/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Wayang kulit pahatan anom itu tak dijual mahal. Anom mengaku, harga wayang kulit pahatan tangannya itu mulai dibanderol Rp. 200 ribu hingga Rp. 5 juta yang paling mahal."Harga tergantung permintaan pemesan, ada yang rumit jadi ya agak berbeda harga," jelas pria kelahiran 1993.Tak pelak, usaha yang ditekuni di balik himpitan perumahan itu mendatangkan pundi pundi uang dari berbagai daerah. Akunya luar jawa semua sudah ia kirimi seperti, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.Anom menjelaskan, bahan baku pembuatan wayang kulit itu ada dua jenis, memang asli dari kulit hewan sapi dan kambing, namun ada juga yang meminta menggunakan bahan baku plastik mika."Kalau wayang klasik saya buatnya dari kulit, kalau wayang karakter yang saya buat menggunakan mika plastik," katanya.Harga yang sangat ramah di kantong para seniman wayang kulit itu, Anom harus menghabiskan waktu mingguan untuk membuat pesanan jadi tepat waktu.Mulai dari memoles kulit sapi dan kambing, membuat pola, memahat, dan menyungging adalah makanan sehari-hari pemuda Desa Kedungsigit itu."Yang paling penting hafal karakter wayang," jelasnya.[caption id="attachment_15066" align=aligncenter width=1599]Anom mengangkat wayang yang sedang ia pahat Anom mengangkat wayang yang sedang ia pahat/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Berbagai pengalaman pahit dan manis sudah membersamai kucuran keringat anom saat memahat. Bahkan, pengalaman mistis yang tak pernah dilupakan dalam hidupnya.Dirinya mengaku, waktu menggambar wayang pernah berubah-rubah polanya. Hal itu membuat dirinya menganggap wajar dalam kegiatan memahat wayang.Berbekal enam alat pahatan, wayang segala jenis bisa dibuat Anom, seperti asesoris baju adat dirinya juga mengerjakan perihal demikian."Untuk penyelesaiannya ya pewarnaan itu setelah pemahatan, jadi kelihatan wayang kalau sudah ada warnanya," ujarnya.Selama dirinya menekuni bidang pahat wayang itu, lebih dominan mendapatkan pesanan wayang gagrak Solo."Gagrak solo yang sering saya garap, kalau gagrak Jawa Timur atau Yogyakarta pernah tapi tidak sering," tandasnya.
Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *

This site is protected by Honeypot.