Kabar Trenggalek - Kekerasan oleh polisi kepada warga Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, mendapatkan tekanan dari berbagai organisasi besar, seperti Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah. Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, ngeyel bahwa tidak ada kekerasan oleh polisi, Kamis (10/02/2022).
"Polisi sudah bertindak sesuai prosedur untuk menjamin keamanan masyarakat. Tidak ada kekerasan dari aparat, tidak ada penembakan," kata Mahfud, Rabu, (09/02/2022).
Pada Selasa, 08 Februari 2022, polisi melakukan pendampingan kepada petugaa BPN Purworejo yang melakukan proses pengerjaan Proyek Strategis Nasional, yaitu pembangunan Bendungan Bener. Mahfud MD mengklaim polisi bertindak supaya tidak ada konflik antar masyarakat.
"Polisi sudah bertindak atas permintaan untuk pengawalan dan menjaga masyarakat agar tidak terjebak konflik horizontal dan terprovokasi antar sesama masyarakat," kata Mahfud.
Baca juga: Kronologi Ribuan Polisi Kepung dan Tangkap Paksa Warga di Desa Wadas Jawa Tengah
Pada Rabu, 09 Februari 2022, Mahfud MD mengatakan penolakan warga Wadas terhadap proyek tambang batuan andesit dan Bendungan Bener, tidak berpengaruh secara hukum.
"Penolakan sebagian masyarakat tidak akan berpengaruh secara hukum, karena tidak ada pelanggaran hukum pada acara pembangunan atau penambangan batu andesit di Desa Wadas," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam yang disiarkan secara daring, Rabu (09/2/2022).
Pernyataan Mahfud MD mendapatkan kritik dari peneliti Public Virtue Research Institute (PVRI). Direktur Program Demokrasi dan Keadilan Sosial PVRI, Mohamad Hikari Ersada, menilai pernyataan Mahfud MD itu keliru dan manipulatif.
“Tidak boleh ada dalih apa pun yang dapat digunakan untuk membenarkan pengerahan personil dalam jumlah berlebihan disertai dengan intimidasi dan kekerasan dalam melakukan pengamanan" ujar Hikari.
Baca juga: Fakta-Fakta Kekerasan Polisi kepada Warga Desa Wadas Jawa Tengah
"Pernyataan Menkopolhukam bahwa hal tersebut sudah sesuai prosedur harus diuji validitasnya. Faktanya, telah terjadi mobilisasi aparat secara besar-besaran dan sejumlah warga dibawa ke kantor polisi dengan perlakuan yang buruk,” ujar Hikari.
"Kemarin, 9 Februari 2022, pemerintah melalui Kemenko Polhukam memberikan siaran pers dengan judul Jangan Terprovokasi Wadas Tenang dan Damai, adalah bentuk pengaburan dan manipulasi informasi," tambahnya.
Hikari mengatakan, pemerintah justru berfokus pada perbedaan sikap antar warga Wadas dan bukan pada kekerasan negara yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Pemerintah mengaburkan konteks penggunaan kekuatan yang berlebihan dan kekerasan yang terjadi dengan memakai dalih adanya provokasi di sosial media.
“Pemerintah pusat melakukan framing yang cenderung manipulatif jika menyatakan semua informasi dan pemberitaan yang jelas menggambarkan seakan-akan terjadi peristiwa yang mencekam itu sama sekali tidak terjadi. Ini harus segera dikoreksi,” jelas Hikari.
Berdasarkan catatan Public Virtue, 'Tuduhan Dan Labeling', manipulasi informasi kepada masyarakat yang sebenarnya adalah para pejuang keadilan sosial, bukan merupakan hal yang baru. Sebelumnya di tahun 2021, 58 pegawai KPK yang dipecat dilabeli sebagai gerbong politik taliban dan melakukan talibanisasi di KPK.
“Upaya ini merupakan salah satu pola pelemahan partisipasi politik warga yang berarti pelemahan terhadap demokrasi di Indonesia,” tandas Hikari.