Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Aksi Kreatif ART: Terbangkan Paralayang, Kibarkan Baliho Tolak Tambang Emas di Trenggalek

Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) kembali melangsungkan aksi damai dan kreatif menyikapi rencana pertambangan emas di Trenggalek. Aksi kreatif itu ditunjukkan oleh salah satu aktivis yang terbang dengan paralayang sembari mengibarkan bendera bertuliskan “Tolak Tambang Emas Trenggalek, Cabut IUP PT SMN” di pesisir selatan Kabupaten Trenggalek pada Kamis (19/9/2024).

Jhe Mukti, salah satu koordinator aksi, mengatakan bahwa aksi ini dimaknai sebagai simbol penolakan terhadap aktivitas industri ekstraktif pertambangan yang mengancam kerusakan lingkungan, terutama di sektor lahan pertanian. Menurutnya, aksi ini merupakan bentuk pengutaraan pendapat atas keresahan yang menghantui warga Trenggalek akibat rencana eksploitasi sumber daya alam di bumi Menak Sopal.

“Kami menerbangkan paralayang ini sebagai bentuk protes terhadap ancaman penambangan emas di Trenggalek yang bisa merusak lingkungan, merusak lahan pertanian, dan mengancam sumber air bersih masyarakat,” ujar Jhe Mukti.

Ia menegaskan bahwa alam ini bukan untuk dieksploitasi, tetapi untuk dilindungi demi generasi yang akan datang.

“Melalui aksi paralayang ini, kami mengirimkan pesan kepada seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah bahwa warga Trenggalek bersatu dalam menolak adanya pertambangan emas dan siap memperjuangkan hak mereka atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, demi generasi yang akan datang,” tambahnya.

Sejak munculnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi emas dan mineral pengikut (DMP) dari PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Timur Nomor P2T/57/15.02/VI/2019 tertanggal 24 Juni 2019, dengan luas konsesi 12.813,41 ha, kekhawatiran masyarakat pun terus meningkat.

Kawasan yang masuk dalam konsesi mencakup sembilan dari empat belas kecamatan yang ada, yaitu Kecamatan Kampak, Watulimo, Dongko, Munjungan, Gandusari, Tugu, Karangan, dan Pule, sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat.

“Aktivitas eksploitasi pertambangan ini dapat merusak kawasan hutan, menghilangkan lahan pertanian, menyebabkan pencemaran air, serta merusak kawasan karst,” ujar Jhe Mukti.

Jhe memaparkan bahwa Kabupaten Trenggalek sebagian besar terdiri dari tanah pegunungan dengan luas meliputi dua pertiga bagian wilayahnya. Sisanya, atau sepertiga bagian, merupakan dataran rendah, sehingga membuat warga Trenggalek sangat bergantung pada wilayah perbukitannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan pengairan dan perlindungan dari ancaman bencana alam.

“Keberadaan konsesi tambang yang menyasar kawasan perbukitan di Trenggalek jelas menjadi ancaman serius bagi warga,” ujarnya.

Menurut Jhe, Trenggalek memiliki kawasan hutan yang terdiri dari hutan produksi seluas 17.998 ha, hutan lindung seluas 43.397 ha, dan hutan suaka alam seluas 53,70 ha. Dengan kondisi geografis yang didominasi perbukitan, hal ini tentu akan memengaruhi corak produksi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, yaitu mencapai 114.688 jiwa.

“Rencana industri ekstraktif pertambangan emas di sembilan kecamatan ini tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, tetapi juga berdampak langsung terhadap hilangnya mata pencaharian masyarakat di sektor pertanian,” papar Jhe Mukti.

Saat dikonfirmasi oleh kabartrenggalek.com, External Affairs PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN), Handi Andrian, menyatakan belum dapat memberikan tanggapan karena sedang dalam perjalanan.

“Mohon maaf sebelumnya, saya baru membaca surat elektronik ini. Berhubung saya sedang melakukan perjalanan, kami akan memberikan tanggapan pada Selasa, 24 September 2024 mendatang,” tulis Handi dalam balasan surat elektronik yang dikirimkan ke kabartrenggalek.com.

Editor:Danu S.