Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Kisah Barista Perempuan Trenggalek, Lulus Sekolah Langsung Ngeracik Kopi

Waktu menunjukkan oukul 19.00 WIB, kumandang adzan Isya di Kabupaten Trenggalek tak bisa membendung lalu lalang motor. Tepat di pusat kota, warung berjejeran sibuk meladeni pembeli.

Jalan Panglima Sudirman, ada Depot Anda yang disebut legendaris, karena berdiri puluhan tahun. Konon, depot tersebut tak pernah mati pengunjung.

Selain menyaji makanan, coffee shop itu menjadi pemikat kawula muda. Kursi yang sederhana sering menjadi saksi obrolan berat, bahkan menjamu tamu luar kota dan tempat istirahat memudarkan penat.

Di balik hidangan kopi, barista perempuan sibuk melayani pembeli. Penulis harus menunggu untuk menggali cerita hingga waktu menunjukkan 23.30 WIB, tepat tutupnya depot.

Nurdinla Desti Saputri, perempuan kelahiran Desa Sukorejo, Kecamatan Gandusari, tahun 2005 bercerita lihai. Katanya, pekerjaan barista tak terselip dalam buku cita-citanya.

"Saya bekerja disini 4 bulan yang lalu pasca lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada 2023. Tak menyangka bisa jadi barista," ujarnya.

Empat bulan waktu yang singkat untuk meracik kopi, namun ia sudah menemukan titik nyaman dalam menjadi barista. Meski, pada awal bekerja sempat grogi untuk pegang alat penyeduh kopi filter.

kisah-barista-perempuan-trenggalek-sekolah-ngeracik-kopi-2
Menuang air panas dengan hati-hati untuk kopi yang memiliki cita rasa/Foto: Raden Zamz (Kabar Trenggalek)

Ia mengaku, sudah terbiasa minum kopi sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Berbekal dari kopi racikan ibunya, lambung Desti mulai akrab dengan cairan yang rasanya asam dan pahit tersebut.

"Waktu SMP malah sering ngopi, apalagi pada waktu SMK, pulang sekolah pasti ngopi," celetuknya di atas meja Depot Anda tersebut.

Desti anak 4 bersaudara. Ia perempuan yang memiliki saudara kembar. Desti mengaku, kakak kembarnya yang mendorong untuk menjadi barista. Dirinya sering ngobrol hangat tentang dunia kopi.

"Jadi barista terinspirasi dari kembar Nurdinli Desta Saputri. Sering ngobrol sana-sini soal kopi filter dan akhirnya terjun juga belajar jadi barista," ceritanya.

Pengakuan soal kopi yang ia teguk aman di lambung, karena ada sandingan camilan lainnya, jadi pahitnya tidak terasa. Namun, kala telat makan, lambungnya berontak terasa perih.

Kesabaran pemilik depot yang juga barista, membuat Desti saat ini sudah bisa meracik kopi. Awalnya ia merasakan pahitnya racikan tangan sendiri, namun sekarang udah ada rasa enak.

"Dulu rasanya nggak seperti sekarang, kalau sekarang perlahan udah bisa meracik kopi. Murni belajar secara otodidak dan diberi pengetahuan dari pemilik depot," paparnya.

kisah-barista-perempuan-trenggalek-sekolah-ngeracik-kopi-3
Potret Desti, barista perempuan Trenggalek lulus sekolah langsung ngeracik kopi/Foto: Trigus D Susilo (Kabar Trenggalek)

Desti lulus SMK jurusan Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian. Dia tak minder untuk menjadi barista, karena niatnya pasca lulus sekolah harus bisa mandiri tanpa menjadi beban orang tua.

Restu orang tua menjadi bekal Desti menjalani pekerjaannya saat ini. Meski ia sempat mengaku menjadi barista adalah batu loncatan pekerjaan semata. Namun, ia belum ada gambaran pekerjaan lain.

"Ibuk Siswinarni [42] membolehkan aku kerja jadi barista. Karena, aku juga punya keinginan pasca lulus sekolah bisa mandiri dan beli apa-apa pake uang sendiri," tegasnya saat ditanya penulis.

Selama satu hari, Desti harus bergelut dengan kopi dan menebar keramahan kepada pengunjung depot selama 8 jam. Satu bulan, ia diberi waktu istirahat untuk libur selama 3 kali.

"Senang dengan pekerjaan saat ini, mudah-mudahan bisa menjadi barista yang meracik kopi enak kepada pelanggan. Entah nanti ujungnya mau jadi apa, yang penting saat ini dinikmati saja," ujarnya.

Saat penulis ini memesan segelas kopi filter, Desti nampak begitu lihai dan bersahabat dengan alat yang tersedia. Bahkan ukuran racikan ia begitu hafal untuk menghasilkan rasa kopi yang nikmat di minum.

Meski dibayangi rasa capek, namun itu semua ketutup dengan rasa nyaman menjadi barista. Selain itu, saudara kembarnya support dengan apa yang ia kerjakan sendiri.

"Kembar juga barista, tapi beda warung kopi. Dia selalu support saya, karena awal yang mendorong saya menjadi barista ya saudara kembar saya," tutupnya sambil menyodorkan segelas kopi.