KBRT - Imam Syafii alias Supar (52) tak berkutik saat majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek membaca vonis putusan kasusnya melakukan rudapaksa santri hingga melahirkan, bahkan dia hanya menunduk dan terdiam saat tindakan bejat terbongkar, Kamis (27/02/2025).
Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaul Hikam Desa Sugihan, Kecamatan Kampak divonis kurungan penjara 14 Tahun dan Denda 200 juta subsider kurungan selama enam bulan jika denda tersebut tidak terbayarkan oleh Supar.
Daftar Isi [Show]
Pantauan Vonis Kiai Ponpes Cabul Kampak

Perjalanan sidang, Supar konsisten tak mengakui perbuatannya. Bahkan dia meragukan hasil tes DNA pihak Polisi yang dianggap mengada-ngada. Namun hakim memberikan kesempatan untuk tes DNA secara mandiri dan tidak dilakukan.
“Pada dasarnya majelis hakim memberikan kesempatan untuk DNA, namun terdakwa hingga batas waktu yang ditentukan tidak melakukan tes DNA secara mandiri,” terang Ketua PN Trenggalek Dian Nur Pratiwi.
Terdakwa juga menampik segala keterangan dari saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, hal itu tidak merubah dugaan awal bahwa dia sebagai pelaku tunggal menghamili santriwatinya sejak dibawah umur.
"Terdakwa mencoreng citra lembaga pendidikan keagamaan dan menyebabkan penderitaan bagi anak korban. Selain itu, ia juga tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya," tambah Dian membacakan vonis yang memberatkan Supar.
Namun, hanya ada satu yang meringankan terdakwa Supar atas tindakannya, yaitu terdakwa tidak pernah melanggar hukum dan baru pertama kali masuk hotel prodeo alias penjara.
Terdakwa Supar Harus Bayar Restitusi

Terdakwa Supar tidak hanya terjerat hukuman, namun ia harus membayar restitusi. Diketahui restitusi itu diajukan oleh LPSK kemudian dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelum putusan hari ini berlangsung.
Restitusi kepada korban sebesar Rp 106.541.000 yang harus diselesaikan maksimal 30 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Nominal tersebut lebih rendah dari yang diajukan korban Rp. 247.000.000.
Jika terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa. "Jika hasil lelang tidak mencukupi, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun," tambah Juru Bicara PN Trenggalek Revan Timbul Hamonangan Tambunan.
Revan menambahkan bahwa beberapa komponen restitusi yang dikabulkan meliputi biaya transportasi, konsumsi, pemulihan psikologis, perawatan anak, dan biaya akikah.
"Sementara untuk biaya kehilangan penghasilan orang tua korban tidak dapat dikabulkan karena kurangnya bukti pendukung," ujarnya.
Supar Belum Beri Tanda Banding, Masih Pikir-pikir

Saat diberikan kesempatan Majelis Hakim untuk menanggapi putusan, Supar menegaskan tidak menerima hasil keputusan tapi untuk tindakan lebih hanya pikir-pikir. “Saya tidak menerima keputusan, tapi masih pikir-pikir,” ujarnya.
“Masih koordinasi dengan keluarga apakah kita akan melakukan upaya banding atau bagaimana,” Eko Kuasa Hukum Supar senada dengan kliennya.
Penasehat Hukum Korban Anggap Putusan Masih Rendah

Haris Yudhianto Penasehat Hukum Korban menegaskan, kalau dilihat dari aspek keadilan, memang dari tuntutan ada kesenjangan dibandingkan dengan perkara lain. Dirinya juga membandingkan dengan kasus di Ponpes Kecamatan Karangan dan Kecamatan Pule.
"Kalau dilihat dari tuntutan memang terlalu rendah kalau dibandingkan dengan kasus pencabulan di Karangan dan Pule," katanya.
Haris juga menyebutkan bahwa kerugian yang dialami oleh korban dalam kasus ini berbeda dengan kerugian dari dua kasus sebelumnya. Kerugian pencabulan itu psikis. Tetapi kalau kasus ini kerugiannya permanen.
"Terkait restitusi itu menjadi bahan evaluasi. Sebenarnya apa yang harus dibuktikan?, korban tidak bisa melakukan upaya hukum kecuali negara melakukannya melalui kejaksaan," tandasnya.
Kabar Trenggalek - Hukum
Editor:Zuhri