Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Kecanduan Pupuk Anorganik, Dampaknya Seperti Ini Bagi Lahan Petani Trenggalek

Kubah Migunani

Masyarakat yang bekerja sebagai petani masih meyakini bahwa penggunaan pupuk anorganik (kimia) memberi dampak yang bagus terhadap panennya.

Dengan demikian, melepas ketergantungan dari pupuk anorganik dan beralih ke pupuk organik, tidak dapat dilakukan dengan waktu yang singkat. 

Menurut penilaian dari Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertapan) Trenggalek, dibutuhkan waktu sekitar enam tahun untuk bisa benar-benar terlepas dari penggunaan pupuk anorganik.

Pupuk anorganik (kimia) mengandung asam klorida dan asam sulfat. Kandungan itu dapat melarutkan remah-remah tanah yang kaya akan mineral. 

Pemakaian pupuk anorganik secara berlebihan dengan terus menerus berdampak buruk terhadap kesuburan tanah. Bertolak dari efek pupuk anorganik, ternyata para petani belum bisa terlepas sepenuhnya dengan jenis pupuk tersebut. 

Ada yang beranggapan bahwa pupuk anorganik menghasilkan padi yang gemuk dibandingkan pupuk organik

Kepala Dispertapan Trenggalek, Didik Susanto, menjelaskan antisipasi pemakaian pupuk anorganik di Trenggalek mulai digalakkan. 

Ditandai sejak 2020, Pemkab Trenggalek mulai menyuntikkan anggaran kegiatan pelatihan pengolahan pupuk organik. 

“Kemudian, petani sudah dibantu pada 2021 dengan 42 unit pengolahan pupuk organik,” ungkapnya.

Dipertapan Trenggalek tak menampik bahwa pada 2022 para petani di Trenggalek belum sepenuhnya melepas penggunaan pupuk anorganik. 

Kondisi itu, menurut Didik, untuk melepas ketergantungan dari pupuk anorganik setidaknya butuh lima hingga enam tahun. 

“Kalau pakai pupuk organik itu tanah tidak serta-merta bisa lepas dari pupuk kimia, karena pupuk organik itu sifatnya memperbaiki unsur tanah dulu. Pelan-pelan baru bisa lepas dari pupuk kimia,” ujarnya.

Ketika para petani bisa melepas pemakaian pupuk anorganik, tentu usia tanah bisa lebih bertahan lama hingga generasi ke generasi.

Di Kota Alen Alen Trenggalek, sudah ada beberapa desa yang mengembangkan pupuk organik, salah satunya di Desa Wonoanti, Kecamatan Gandusari

Desa Wonoanti memiliki beberapa olahan pupuk organik dari bahan limbah peternakan dan perikanan.

Olahan pupuk organik itu juga sudah mulai diterapkan untuk sektor pertanian di desa tersebut. Hasilnya pun memuaskan karena kondisi bisa lebih sehat dari perkiraan awal. 

“Di Wonoanti itu dalam jangka waktu dua hingga tiga tahun sudah bisa lepas dari pupuk kimia,” ujar Didik.

Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *