KBRT – Cuaca ekstrem yang melanda sebagian wilayah di Trenggalek pada akhir bulan Ramadan menyebabkan tanaman padi roboh akibat hujan deras disertai angin kencang. Salah satunya terjadi di persawahan Desa Kerjo yang terletak sekitar 200 meter di selatan Kantor Kepala Desa Kerjo.
Sudarji (60), petani asal Dusun Krajan, Desa Karangan, mengaku menjadi korban dari keganasan cuaca tersebut. Pria yang akrab disapa Darji ini baru saja memanen padinya pada Selasa siang, 8 Maret 2025. Ia menceritakan bahwa satu sawah miliknya rata tanpa satu pun batang padi yang masih berdiri tegak.
“Pada hari pertama Lebaran, di sini hujan deras disertai angin turun membuat satu sawah saya ini ambruk rata. Begitu juga kebanyakan sawah lain ikut ambruk padinya, meski tidak rata seperti sawah saya,” ujar Sudarji.
Setelah padinya roboh, Sudarji tidak langsung memanen sawahnya karena tidak tersedia pekerja maupun mesin pemanen pada hari tersebut. Namun, pada hari kedua Lebaran, ia mulai mencicil panen agar pekerjaannya tidak menumpuk.
“Delapan karung padi saya peroleh pada hari pertama panen. Sawah seluas 120 ru ini tuntas saya panen dalam tiga kali pemanenan. Meski satu sawah roboh, padi yang saya dapatkan kali ini berjumlah 48 karung, lebih banyak daripada musim kemarin,” ungkapnya.
Sudarji juga menjelaskan bahwa petani lain di Desa Kerjo mengalami hal serupa. Meski banyak sawah terdampak cuaca ekstrem, para petani justru memperoleh hasil panen yang lebih baik dibandingkan musim sebelumnya. Pada musim ini, ia menanam padi jenis Lugowo Janger.
“Hasil sebanyak ini hanya pernah saya dapat saat menanam padi jenis Lugowo. Dulu sebelum musim ini, saya sudah pernah menanam padi Lugowo, tapi bukan varian ini. Karakter padi kali ini sangat berbeda dengan padi lainnya maupun padi Lugowo sebelumnya. Kali ini padi memang berbuah banyak, berbatang tinggi tetapi lentur, tidak sama dengan Lugowo sebelumnya yang berbatang kaku,” jelasnya.
Selain faktor cuaca ekstrem, Sudarji juga mengakui bahwa karakter padi yang belum dikenalnya menjadi salah satu penyebab robohnya sawah miliknya. Ia bercerita bahwa pemupukan yang dilakukan kali ini terlampau banyak, sehingga batang padi yang lentur tidak mampu menopang buah padi Lugowo yang lebih lebat.
“Petani memang harus siap menghadapi seluruh risiko seperti ini. Bahkan sejak pertama padi ditanam, petani harus sudah memikirkan biaya pupuk, herbisida, fungisida hingga insektisida. Namun jika sudah mendapatkan hasil yang memuaskan seperti ini, rasa lelah dan kerepotan pun langsung terbayar,” pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz