KBRT – Ketangguhan Sumarni di Tengah Hujan Kota. Hujan deras mengguyur jalanan Kota Trenggalek, Jumat (19/09/2025) lalu. Di depan kantor Sekretariat Daerah Kabupaten, seorang lelaki tua bergegas mengenakan mantel biru lusuhnya. Ia adalah Sumarni (78), warga Desa Parakan, RT 14 RW 05, yang setia menunggui sepeda tua dan kursi kayu dagangannya di bawah pohon cemara.
Meski batik dan celananya basah kuyup, Sumarni tetap bertahan. Sesekali ia mengusap topinya agar kacamata yang dipakai tak tertimpa hujan. Mobil-mobil berpayung teduh keluar-masuk area kantor, sementara Sumarni menekuk lutut menahan dingin.
“Sudah empat tahunan lah, saya mangkal di depan kantor ini atau di pendopo. Soalnya banyak orang datang pergi,” ujarnya dengan suara parau.
Daftar Isi [Show]
Hidup Sendiri, Bertahan dengan Kursi Kayu
Sejak 1971, Sumarni menekuni usaha mebel kayu. Namun, usia membuat tenaganya tak lagi sekuat dulu. Kini ia hanya sanggup membawa dua kursi kecil dengan sepeda ontel. Tak jarang ia pulang tanpa uang sepeserpun.
“Istri saya meninggal empat tahun lalu. Anak tiga, dua sudah punya keluarga, satu meninggal di Kalimantan. Jadi sekarang saya sendiri. Saya juga tidak pernah masak di rumah,” tuturnya.
Pernah memiliki sawah, Sumarni akhirnya menjualnya karena tak sanggup merawat. Kini, untuk makan pun ia bergantung pada hasil penjualan kursi. Pada Jumat siang itu, ia mengaku belum makan sejak pagi.
“Saya belum mau makan kalau kursinya belum laku,” katanya lirih.
Pernah Ditipu, Tetap Tegar

Beberapa pekan lalu, cobaan berat menimpa. Seorang tak dikenal membawa lari uang Rp500 ribu dengan modus membeli kursi.
“Saya tunggu sampai adzan maghrib, tapi orangnya tidak kembali. Ya namanya cobaan. Uang beberapa hari jualan malah hilang,” kenangnya sambil tersenyum tipis.
Kursi buatannya dijual Rp100 ribu per buah. Dari harga itu, keuntungan bersih hanya sekitar Rp25 ribu setelah dipotong ongkos ojek pengangkut. Meski kecil, Sumarni tetap menjaga kualitas kayu dan pengerjaan, membuatnya punya pelanggan setia.
Tak Mau Pensiun
Setiap hari, sepeda tuanya dititipkan di dekat terminal sebelum ia kayuh kembali membawa dagangan. Badannya mungkin tak lagi kuat, namun semangatnya tetap terjaga.
“Mumpung masih sehat ya terus berusaha. Kalau di luar juga bisa bertemu teman-teman. Kalau sakit, dikasih makanan apa pun tidak mau,” ujarnya.
Hujan perlahan reda. Tubuh Sumarni yang semula tegak kini bersandar lelah ke pohon cemara. Kursi kayunya yang sempat basah mulai mengering. Seperti kursi buatannya, keteguhan Sumarni tetap kokoh meski diguyur hujan dan waktu.
Kabar Trenggalek - Feature
Editor:Zamz