Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Kisah Santri Trenggalek: Dari Pengajar Al-Qur’an Hingga Sukses Nyambi Usaha

Ahmad Dahlan, santri asal Sambirejo, Trenggalek, membuktikan ilmu pesantren tak berhenti di kitab. Ia terus belajar, berdoa, dan berbagi lewat usaha kaca hias dan mengajar ngaji.

  • 22 Oct 2025 10:00 WIB
  • Google News

    Poin Penting

    • Ahmad Dahlan, santri jebolan pesantren di Trenggalek
    • Tekuni usaha kaca hias warisan ayahnya
    • Terus belajar dan mengajar Al-Qur’an setiap sore

    KBRT – Suara anak-anak mengaji terdengar merdu dari surau kecil di Desa Sambirejo, Kecamatan Trenggalek. Di antara lantunan ayat suci itu, sosok Ahmad Dahlan (36) tampak duduk bersila di tengah-tengah mereka. Tangannya lembut menuntun bacaan santrinya satu per satu agar lebih fasih melafalkan huruf hijaiyah.

    Menjelang sore seperti ini, Dahlan selalu menyisihkan waktu untuk mengajar anak-anak di lingkungannya membaca Al-Qur’an. Namun, di pagi hari ia dikenal sebagai pengusaha kaca hias yang sibuk memastikan pesanan pelanggan terpenuhi.

    “Kalau saya tidak dikatakan khatam, Mas. Kalau khatam itu nanti tidak ada lagi. Ya memang di sana (pondok) sudah khatam beberapa kali Al-Qur'an bin-nadzor. Tapi menurut saya itu ilmu Qur'an itu tidak ada khatamnya,” tutur Dahlan dengan nada tenang.

    Ia mengibaratkan belajar tanpa henti seperti usaha yang harus disertai doa. “Karena kita-kita kalau berfokus dengan kata-kata khatam berarti sudah selesai perjalanan belajarnya, sama seperti kalau usaha tanpa berdoa cuma dapat lelahnya saja,” lanjutnya.

    ahmad-dahlan-guru-ngaji-trenggalek.jpg
    Ahmad Dahlan Santri Trenggalek. KBRT/Nandika

    Dahlan adalah santri jebolan Pondok Pesantren Tahfidzil Qur’an di Dusun Gebangan, Kelurahan Kelutan, Trenggalek. Ia menimba ilmu agama selama lima tahun di sana. Setelah lulus dan kembali ke rumah, ia memilih untuk tetap menebar manfaat melalui pengajaran Al-Qur’an bagi anak-anak di desanya.

    “Kesibukan saya mulai sedikit-dikit bertambah. Apa yang saya dapat di pondok saya teruskan kepada santri-santri atau anak-anak TK yang masih di Madrasah ini,” katanya.

    Selain mengajar anak-anak, Dahlan juga membimbing warga dewasa di lingkungannya untuk belajar agama. Aktivitas itu dilakukannya di sela-sela menjalankan usaha kaca hias, pekerjaan yang diwariskan oleh sang ayah.

    “Waktu ayah masih muda atau saya masih sekolah TK, sekitar tahun 90-an, sudah mulai merintis jualan kaca hias. Dan setelah orang tua saya sudah meninggal, secara otomatis saya yang meneruskan usaha almarhum ayah saya,” ucapnya mengenang.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Menurut Dahlan, ayahnya bukan hanya meninggalkan warisan usaha, tetapi juga nilai-nilai kejujuran dan kerja keras. Ia tidak segan menyebut bahwa usahanya hari ini adalah lanjutan dari perjuangan orang tuanya.

    “Ini adalah warisan dari orang tua karena dari orang tualah saya bisa mengerti mana yang baik, mana yang buruk. Mungkin karena di pondok pesantren juga diajarkan harus taat, patuh sama orang tua dan saya tetap mempraktikkannya ketika orang tua sudah enggak ada,” katanya.

    Usaha kaca hias yang dijalankan Dahlan kini berkembang pesat. Dari hanya menjual kaca hias, kini usahanya merambah ke aluminium, las besi, dan stainless. Pemesan datang dari berbagai daerah, mulai dari Pasuruan, Surabaya, Ponorogo, hingga Magetan.

    “Untuk harga mulai dari yang terendah Rp200.000, lalu Rp500.000, sampai per meter hampir Rp2.000.000, tergantung pesanannya bagaimana. Dalam sekali kirim atau pasang biasanya mulai dari tiga meter, lima meter dan seterusnya,” ungkapnya.

    Meski usahanya tumbuh, Dahlan tidak menilai keberhasilan dari omzet semata. Ia lebih melihat dari kesejahteraan karyawannya.

    “Harta yang barokah itu harta yang bermanfaat. Bisa memberikan manfaat kepada karyawan, bisa memberikan manfaat kepada diri saya sendiri maupun keluarga saya. Jadi saya menilainya itu ketika karyawan saya yang bekerja di sini kelihatan enak, kelihatan gemuk, dan keluarga saya kelihatan nyaman, di situlah saya merasakan omzet saya bagus,” ujarnya tersenyum.

    Kini, di tengah kesibukannya bekerja dan mengajar, Dahlan selalu berusaha menjaga nilai-nilai pesantren yang dulu ia pelajari: tawakal dan disiplin beribadah.

    “Beda kalau usaha kita barengi dengan berdoa, maka Insyaallah usaha kita berkembang dan tambah barokah. Itulah yang saya bisa ambil dari nilai ajaran pondok pesantren, karena pondok pesantren itu mengajarkan kita dekat dengan Allah dan khususnya shalat lima waktu ketika kita sedang bekerja, jangan sampai kita tinggalkan,” tuturnya pelan, menutup percakapan.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Feature

    Editor:Zamz