Festival Mata Air: Merawat Ruang Hidup Trenggalek dari Ancaman Tambang Emas Raksasa
Kabar Trenggalek - Berbagai perjuangan warga Trenggalek dalam mempertahankan ruang hidup dari ancaman tambang emas PT Sumber Mineral Nusantara (SMN), terus dilakukan. Salah satunya dengan menggelar Festival Mata Air, Sabtu (03/12/2022).Festival Mata Air ini mengambil tema 'Merawat Ruang Hidup Trenggalek dari Ancaman Industri Pertambangan Emas Raksasa'. Kegiatan ini diinisiasi oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur bersama Aliansi Rakyat Trenggalek.Festival Mata Air diselenggarakan di Desa Sumberbening, Kecamatan Dongko, Trenggalek, pada Minggu (04/12/2022), berlangsung mulai pukul 10.00 - 17.30 WIB. Ada beberapa kegiatan dalam Festival Mata Air, seperti pengambilan air ke Sumber Plancuran, pembukaan Tari Turonggo Yaksa, diskusi publik, dan pentas seni rakyat.Kegiatan Festival Mata Air ini bertujuan untuk memperkuat dan memperluas advokasi gerakan rakyat Trenggalek dalam melawan industri pertambangan. Kemudian, mendorong berbagai kemungkinan terbentuknya jaringan strategis multi aktor untuk perluasan kampanye gerakan tolak tambang.Baca: Kronologi Tambang Emas Terbesar di Jawa yang Mengancam Hidup Masyarakat TrenggalekLatar belakang kegiatan Festival Mata Air yaitu ancaman perusakan lingkungan oleh tambang emas PT SMN yang memiliki luasan konsesi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) atau eksploitasi seluas 12.813,41 hektare. Konsesi itu mencakup dan berbatasan langsung dengan 30 desa dalam 9 kecamatan di Kabupaten Trenggalek (Suruh, Watulimo, Kampak, Dongko, Munjungan, Gandusari, Pule, Tugu, Karangan).Konsesi itu menjadikan pertambangan PT SMN sebagai tambang emas terbesar di Pulau Jawa. Sedikitnya, tambang emas PT SMN akan mengancam 141.516 jiwa. Jika dibandingkan dengan total jumlah warga Kabupaten Trenggalek sebesar 675.584 jiwa, maka total masyarakat terdampak langsung dari pertambangan PT SMN ini mencapai 20 persen dari total seluruh penduduk Trenggalek.Berdasarkan data WALHI Jawa Timur, dari 120.500 hektare luas keseluruhan wilayah Kabupaten Trenggalek, setengahnya merupakan kawasan hutan, dengan luasan mencapai 62.024,50 hektare (terdiri dari: 17.988,40 hektare hutan lindung, 44.036,10 hektare hutan produksi, dan hutan wisata seluas 64,3 hektare).Selain diselimuti oleh kawasan hutan yang cukup luas, bentang alam Trenggalek juga meliputi kawasan ekosistem esensial karst, dengan luasan mencapai 53.506,67 hektare yang tersebar di 13 kecamatan dan 108 desa.Baca: Rakyat Trenggalek Geruduk Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Suarakan Tolak Tambang Emas"Kedua kawasan tersebut, hutan dan karst telah menjadi jantung utama seluruh urat nadi kehidupan yang menopang keberlangsungan dan kekayaan keragaman hayati yang berlimpah di seluruh hulu – hilir Trenggalek," tulis WALHI Jawa Timur melalui keterangan tertulis.Kawasan karst dikenal memiliki sifat batuan karbonat yang mempunyai banyak rongga percelahan dan mudah larut dalam air serta memiliki kemampuan resapan air yang tinggi dan membentuk sistem hidrologi yang unik.Dokumen Penataan Pengelolaan Ekosistem Karst Kabupaten Trenggalek menyebutkan bahwa Kabupaten Trenggalek memiliki potensi mata air yang tersebar di 364 titik lokasi dengan rata-rata debit air sebesar 658 liter/detik."Tentunya, rencana kegiatan pertambangan PT SMN akan mengganggu dan merusak seluruh urat ekologis dan ruang hidup warga serta memicu perubahan iklim menjadi bertambah parah," terang WALHI Jawa Timur.Baca: Tolak Tambang Emas Trenggalek Sampai di Gedung Menteri ATR/BPN JakartaSeperti yang diketahui, perubahan iklim disebabkan oleh terjadinya peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer yang menyebakan efek gas rumah kaca, dan memicu pemanasan global serta mengarah pada pemusnahan seluruh makhluk hidup dan jejaring kehidupan.Oleh banyak ahli telah disebutkan bahwa kawasan hutan dan bentang alam karst sangat berperan penting dalam menahan laju krisis iklim, karena dianggap mampu menyerap dan mengikat karbon. Melalui sistem bawah airnya yang kompleks, kawasan karst juga telah menyediakan air minum untuk manusia dan makhluk hidup lainnya, tak terkecuali di Trenggalek.Selain itu, hampir seluruh kawasan di Kabupaten Trenggalek juga memiliki karakter perbukitan yang didominasi oleh kelerengan terjal. Setidaknya 32076,13 hektare dari wilayah kabupaten Trenggalek memiliki tingkat kemiringan 25-40 persen, dan 28378,11 hektare memiliki tingkat kemiringan diatas 40 persen.Baca: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Apresiasi Perjuangan Tolak Tambang Emas PT SMN di Trenggalek"Dengan karakter tofografi demikian, tidak mengherankan bahwa seluruh kecamatan yang berada dan berbatasan langsung dengan konsesi eksploitasi tambang emas PT SMN di Kabupaten Trenggalek merupakan kawasan rawan bencana," jelas WALHI Jawa Timur.Sementara itu, Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032 telah menggarisbawahi bahwa 9 kecamatan yang berada dan berbatasan langsung dengan wilayah IUP PT SMN merupakan kecamatan-kecamatan berstatus rawan bencana tanah longsor dan banjir."Dengan aspek risiko sedimentasi dan suspensi yang dapat terjadi dalam wilayah pertambangan seperti perubahan bentang lahan dan kestabilan tanah maka operasi pertambangan emas di Kabupaten Trenggalek akan meningkatkan angka kerentanan bencana pada 9 kecamatan tersebut, dan 5 kecamatan lainnya," tegas WALHI Jawa Timur.Diskusi Publik dalam Festival Mata Air akan menghadirkan berbagai narasumber seperti Mochamad Nur Arifin (Bupati Trenggalek), Rere Christanto (WALHI Nasional), Wahyu Eka Setyawan (WALHI Jawa Timur), Dr Soeripto (Pengurus Muhammadiyah Trenggalek), Gus Zaki (Ketua GP Ansor Trenggalek), David Efendi (akademisi dan pengurus LHKP PP Muhammadiyah), serta Dian Meiningtias (akademisi).
Kabar Trenggalek Hadir di WhatsApp Channel Follow