KBRT - Kelompok Pedagang Kaki Lima (PKL) Trenggalek menyampaikan kekecewaan mendalam atas pembatalan event peringatan Hari Kemerdekaan dan Hari Jadi Trenggalek yang rencananya digelar di Alun-alun selama bulan Agustus 2025.
Pembatalan event tersebut dituding sebagai dampak dari hearing sekelompok PKL di DPRD Trenggalek pada 17 Juli 2025. Dalam pertemuan itu, sejumlah PKL menyampaikan keluhan terkait mahalnya biaya sewa stand yang dipatok oleh pihak event organizer (EO).
Kekecewaan PKL kian memuncak setelah keluarnya Surat Edaran Bupati Trenggalek Nomor 1327 Tahun 2025 tentang Pedoman Peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI dan Hari Jadi Trenggalek (HJD) ke-831.
Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa selama bulan Agustus kawasan alun-alun dan sekitarnya akan disterilkan dari aktivitas, kecuali untuk upacara dan kegiatan resmi Pemerintah Kabupaten Trenggalek.
“Selama bulan Agustus, kawasan alun-alun dan jalan seputaran alun-alun Kabupaten Trenggalek adalah kawasan steril kegiatan, kecuali pelaksanaan upacara dan kegiatan lain yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek,” demikian tertulis pada poin 11 huruf a dan e dalam Surat Edaran tersebut.
Tak hanya PKL, pelarangan juga berlaku untuk konser, karnaval, serta lomba baris-berbaris. Seluruh kegiatan diarahkan ke lokasi alternatif seperti GOR Gajah Putih, Lapangan Sumbergedong, dan halaman Pasar Pon.
Salah satu PKL, Muhammad Ghofir, yang sudah berdagang di kawasan Alun-alun Trenggalek selama sepuluh tahun, mengaku kecewa dengan keputusan tersebut.
“Saya pergi ke Suket Teki akan meminta tolong karena keluhan orang senasib saya pedagang kaki lima merasa kecewa bahwa jerih payah kami untuk mencukupi keluarga ada di alun-alun trenggalek, dengan gagalnya event teman saya semua kecewa,” ujarnya.
Ghofir menegaskan bahwa mayoritas PKL justru mendukung terselenggaranya event karena menjadi momentum penting untuk menambah penghasilan. Ia meminta pemerintah menghidupkan kembali event tersebut melalui bantuan kelompok relawan Suket Teki.
Ketua Relawan Suket Teki, Trimo Dwi Cahyono, membenarkan bahwa pihaknya menerima aspirasi dari para PKL yang merasa dirugikan atas pembatalan tersebut.
“Di markas DPC Suket Teki, kami menerima para PKL yang menyampaikan keluhan. Mereka menilai kebijakan ini sepihak dan hanya didasarkan pada aspirasi segelintir orang yang melakukan hearing ke DPRD,” kata Trimo.
Menurutnya, keputusan yang diambil tidak mempertimbangkan kerugian yang dialami oleh banyak PKL lain.
“Kalau tidak ada event, mereka menuntut pemerintah mengembalikan uang muka yang sudah dikeluarkan. Jika tidak ada tanggapan, minggu depan akan ada aksi dengan massa yang lebih besar,” tegasnya.
Trimo menilai, pemerintah keliru dalam membaca situasi dan tidak melihat rekam jejak dari kelompok yang menyuarakan pembatalan event.
“Hearing kemarin tidak mewakili semua PKL. Kalau namanya PKL itu merata se-Trenggalek, bukan kelompok tertentu. Dampak pembatalan itu banyak yang merugi,” tambahnya.
Opsi lainnya, jka aspirasi PKL tidak dikabulkan oleh pemangku kebijakan maka Alun-alun Trenggalek harus bersih dari PKL selamanya.
"Jangan hanya Agustus saja PKL Alun-alun Trenggalek tidak boleh jualan, tapi selamanya," tandasnya.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Lek Zuhri