Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Evaluasi Kasus Kiai Cabuli 12 Santri, Kemenag Trenggalek akan Kumpulkan 78 Pesantren

Kasus pencabulan oleh kiai M (77) dan anaknya, Gus F (37) terhadap 12 santri di salah satu pondok pesantren Trenggalek menjadi evaluasi bersama. Salah satunya evaluasi kinerja Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Trenggalek, Senin (25/03/2024).Kinerja Kemenag Trenggalek sempat mendapat kritik keras dari kalangan masyarakat, seperti demonstrasi oleh Aliansi Mahasiswa Trenggalek pada Kamis (21/04/2024). Mereka kecewa dengan kinerja Kemenag dalam menjalankan tugas pengawasan kepada pesantren.Khususnya, kinerja Kemenag dalam mengawasi dan memastikan seluruh pesantren di Trenggalek dalam menerapkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tahun 2022. Peraturan itu tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.Menanggapi kritik tersebut, Kepala Kemenag Trenggalek, Mohammad Nur Ibadi, akan mengumpulkan 78 pengasuh pondok pesantren di Trenggalek, besok Selasa (26/03/2024). Hal itu dalam rangka memperkuat literasi hukum untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pesantren.“Insyaallah, kami Selasa [26/03/2204] akan mengumpulkan 78 pengasuh pondok pesantren. Kami akan memberi penguatan-penguatan, literasi hukum kepada kiai-kiai, sehingga di Trenggalek aman [dari kekerasan seksual]” kata Ibadi."[Besok Selasa] di Kemenag Trenggalek jam 09.00 WIB," imbuh Ibadi, saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek.Sebelumnya, saat didemo mahasiswa, Ibadi mengatakan Kemenag Trenggalek sudah melakukan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, sesuai PMA Nomor 73 Tahun 2022.“Sudah [sosialisasi PMA], sudah berkali-kali. Bahkan di seluruh satuan pendidikan di Kementerian Agama. Ada madrasah, pesantren. Tahun lalu sudah pesantren ramah anak,” ujar Ibadi saat dikonfirmasi awak media.Akan tetapi, Ibadi mengaku bahwa implementasi atau penerapan PMA Nomor 73 Tahun 2022 masih perlu dikawal terus. Pasalnya, setelah melakukan sosialisasi peraturan tersebut, Kemenag Trenggalek tidak mampu memastikan apakah pesantren benar-benar menjalankan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual atau tidak.“Kami manusia biasa, bukan malaikat. Jadi kami sudah berusaha sekuat mungkin. Melakukan penguatan-penguatan di sana-sini. Ternyata masih ada kasus di pondok pesantren Karangan tersebut,” ucap Ibadi.Menurut Ibadi, kasus pencabulan yang dilakukan kiai dan anaknya (gus) di pesantren Karangan itu perlu menjadi pelajaran bersama. Sehingga, penerapan PMA Nomor 73 Tahun 2022 harus benar-benar dikawal penerapannya.“Peraturan sebaik apapun harus kita kawal bersama-sama. Kami sendiri tidak akan mungkin. Oleh karena itu, masyarakat, media dan semuanya, mana kala ada [kekerasan seksual] laporkan ke pihak berwajib. Nanti kami akan bersama pihak polisi menindaklanjuti,” tandas Ibadi.Perlu diketahui, PMA tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sudah diterbitkan sejak 2022. Sedangkan kasus pencabulan oleh kiai dan anaknya kepada 12 santri dilakukan sejak 2021. Oleh karena itu, Aliansi Mahasiswa Trenggalek menilai Kemenag telah gagal mengawasi penerapan peraturan tersebut.“Dalam PMA Nomor 73 ini ada aturan bagi satuan pendidikan untuk mewujudkan ruang aman. Dengan adanya kasus pelecehan seksual yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Trenggalek, maka implementasi dan juga integritas nya patut dipertanyakan,” ujar Mamik Wahyuningtyas, salah satu massa aksi Aliansi Mahasiswa Trenggalek.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *